Berita Internasional

Amerika Mulai Terima Lagi Permohonan Visa Pelajar, Tapi Perketat Pemeriksaan Medsos

Amerika Serikat kembali membuka penjadwalan permohonan visa bagi pelajar dan peserta program pertukaran pelajar.

|
Editor: Wawan Akuba
freepik
AMERIKA BUKA PINTU -- AS mulai buka kembali visa pelajar, tapi ada aturan baru yang ketat. Akun media sosial kamu harus dibuka ke publik, dan aktivitas politik (terutama soal Palestina) bisa jadi penghalang! 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Amerika Serikat kembali membuka penjadwalan permohonan visa bagi pelajar dan peserta program pertukaran pelajar.

Namun kini dengan pengawasan yang jauh lebih ketat terhadap aktivitas media sosial pemohon.

Hal ini terungkap dalam dokumen internal Departemen Luar Negeri AS bertanggal 18 Juni 2025.

Dalam kabel diplomatik tersebut, seluruh petugas konsuler AS di seluruh dunia diwajibkan melakukan “penyaringan menyeluruh dan komprehensif” terhadap semua pemohon visa pelajar (visa F dan M) dan pertukaran pelajar (visa J).

Tujuannya adalah mengidentifikasi siapa pun yang dianggap memiliki sikap bermusuhan terhadap warga, budaya, pemerintahan, institusi, atau prinsip dasar Amerika Serikat.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari perintah pemerintahan Trump pada 27 Mei lalu, yang menghentikan sementara penjadwalan baru untuk visa pelajar dan pertukaran.

Saat itu, pemerintahan Trump sedang mempersiapkan perluasan sistem penyaringan media sosial bagi mahasiswa asing.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, yang menandatangani kabel diplomatik tersebut, menjelaskan bahwa kebijakan baru ini ditujukan untuk menangkal masuknya individu-individu yang memiliki rekam jejak aktivisme politik, khususnya yang pernah terkait kekerasan atau ideologi anti-Amerika.

“Kita harus menilai kemungkinan apakah mereka akan melanjutkan aktivitas tersebut selama berada di Amerika Serikat,” tulis Rubio.

Media Sosial Dijadikan Alat Utama Penyaringan

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS, yang tidak disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa kini semua pemohon visa F, M, dan J akan diminta membuka pengaturan privasi akun media sosial mereka agar menjadi publik.

“Ini akan mempermudah proses penyaringan. Setelah pemohon bersedia membuka akun media sosial mereka, pos akan dilanjutkan kembali untuk penjadwalan permohonan visa,” ujar pejabat itu.

Pemeriksaan media sosial ini dianggap sebagai bagian dari strategi penyaringan mendalam terhadap siapa saja yang hendak masuk ke AS.

Rubio, yang kini juga menjabat sebagai penasihat utama keamanan nasional Trump, mengklaim bahwa dirinya telah mencabut ratusan bahkan ribuan visa orang asing — termasuk mahasiswa — karena mereka dianggap melibatkan diri dalam aktivitas yang bertentangan dengan kebijakan luar negeri AS.

Beberapa aktivitas yang dimaksud termasuk dukungan terhadap Palestina dan kritik terhadap tindakan militer Israel dalam perang di Gaza.

Aktivitas-aktivitas tersebut kini menjadi perhatian khusus dalam proses seleksi visa oleh pemerintahan Trump.

Sasar Harvard dan Mahasiswa dengan Akun Tertutup

Langkah ini bukan hanya menyasar secara umum. Dalam kabel diplomatik lainnya yang dikirim akhir Mei lalu, Rubio meminta seluruh misi konsuler AS di dunia untuk mulai menerapkan penyaringan tambahan terhadap pemohon visa yang hendak bepergian ke Universitas Harvard, salah satu universitas tertua dan terkaya di AS.

Pemerintah Trump memang tengah berselisih dengan Harvard dalam berbagai isu.

Kebijakan itu disebut sebagai “program percontohan” yang kelak bisa dijadikan model penyaringan ketat di kampus-kampus lain.

Lebih lanjut, kabel tersebut juga menyatakan bahwa jika pemohon visa memiliki akun media sosial yang bersifat pribadi atau tertutup, hal itu bisa dianggap sebagai indikasi sifat yang tertutup atau mencurigakan, dan menjadi alasan untuk meragukan kredibilitas pemohon.

Kekhawatiran Serangan terhadap Kebebasan Berpendapat

Di sisi lain, para pengkritik Presiden Trump menyebut kebijakan ini sebagai serangan terhadap kebebasan berpendapat, yang dijamin dalam Amandemen Pertama Konstitusi AS.

Namun, bagi pemerintahan Trump, aktivitas yang dianggap antisemitik atau anti-Amerika telah menjadi tanda bahaya utama dalam proses evaluasi visa.

Dalam kabel internal lainnya bertanggal 14 Juni, Departemen Luar Negeri bahkan merekomendasikan agar 36 negara tambahan masuk dalam daftar larangan perjalanan ke AS sebagai bagian dari kebijakan keamanan nasional.

Kebijakan baru ini menegaskan pendekatan pemerintahan Trump yang lebih selektif dan ketat terhadap siapa saja yang ingin masuk ke Amerika — terutama mereka yang datang dari kalangan akademik dan aktivis luar negeri. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved