Polemik Transpuan Gorontalo
Larangan Waria Manggung Diprotes Komunitas Transpuan Gorontalo hingga Lapor ke Kemenkumham
Komunitas Transpuan Gorontalo melaporkan tindakan sejumlah kepala daerah terkait larangan waria atau secara umum transpuan, manggung di ruang publik.
Reporter: Moh Ziad Adam
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Komunitas Transpuan Gorontalo melaporkan tindakan sejumlah kepala daerah terkait larangan waria atau secara umum transpuan, manggung di ruang publik.
Kuasa hukum dari komunitas ini mendatangi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Gorontalo, Rabu (14/5/2025).
Rongki Ali dan bersama tim membeberkan membeberkan sejumlah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dialami para transpuan pasca beredarnya edaran kontroversial itu.
Menurunya, edaran tersebut tak hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga menciptakan gelombang diskriminasi.
Bahkan menyebabkan pembatalan pekerjaan, hingga intimidasi sosial yang menyasar langsung ke komunitas transpuan.
Dibatalkan, Dihentikan, Diintimidasi
Salah satu kuasa hukum, Hijrah Lahaling, menyatakan bahwa sejak edaran itu terbit, pihaknya menerima rentetan aduan dari para transpuan yang penghidupannya terdampak langsung.
"Banyak reaksi dari masyarakat dan pemerintah yang berdampak langsung. Ada yang job-nya dibatalkan sepihak, pekerjaan tetap dihentikan, bahkan ada yang diintimidasi di lingkungan kerja," ungkap Hijrah.
Ia menekankan bahwa persoalan ini bukan semata soal penampilan di atas panggung atau jenis pakaian yang dikenakan saat menghibur masyarakat.
Lebih dari itu, ini soal hak dasar setiap warga negara.
"Mereka ini warga negara Indonesia, masyarakat Gorontalo, yang hak-haknya dijamin oleh UUD 1945. Terutama Pasal 28 yang menjamin hak untuk berkumpul, berpendapat, dan berekspresi," tegasnya.
Kemenkumham Siap Mediasi
Dalam audiensi tersebut, Kemenkumham Gorontalo menerima laporan dan kronologi kejadian dari pihak kuasa hukum maupun para transpuan terdampak.
Pihak kementerian, kata Hijrah, akan segera menganalisis potensi pelanggaran HAM yang terjadi akibat edaran tersebut.
"Kementerian HAM akan menganalisis aduan kami, lalu kemungkinan besar memediasi antara pemerintah dan para transpuan bersama tim hukum. Harapannya, ini bisa dibicarakan secara terbuka dan dicari solusi yang manusiawi," jelasnya.
Tak hanya melapor ke Kemenkumham, tim hukum juga menyatakan telah menyiapkan langkah lanjutan berupa pengiriman surat ke DPRD Kota dan Kabupaten Gorontalo serta permohonan audiensi dengan sejumlah instansi terkait.
12 Transpuan Sudah Melapor
Kuasa hukum Rizka Umar menambahkan, saat ini sudah ada 12 orang transpuan yang secara resmi memberikan kuasa pendampingan kepada Yayasan Pendidikan dan Pendampingan Hukum Masyarakat (Yadikdam).
"Tanggal 5 Mei kemarin, teman-teman transpuan telah menandatangani surat kuasa. Kemungkinan jumlah ini akan bertambah dalam beberapa hari ke depan," ujar Rizka.
Menurutnya, perjuangan ini bukan untuk memperdebatkan identitas gender, melainkan memperjuangkan hak dasar untuk hidup, bekerja, dan diperlakukan secara manusiawi.
"Yang kami perjuangkan bukan soal orientasi mereka, tetapi hak hidup dan martabat mereka sebagai manusia. Mereka berhak dihormati dan diberi ruang untuk mencari nafkah," tegas Rizka.
"Kami Disamakan dengan Kriminal, Itu Sangat Menyakitkan"
Suara dari komunitas transpuan juga mengemuka dalam pertemuan tersebut.
Umi Key, salah satu perwakilan komunitas transpuan Gorontalo, mengungkapkan keresahan dan tekanan psikologis yang dialami rekan-rekannya sejak terbitnya edaran.
"Job-job dibatalkan, pekerjaan tetap dihentikan, bahkan kami mendapat diskriminasi di media sosial, lingkungan keluarga, sampai masyarakat. Kami sangat terganggu secara mental dan ekonomi," tutur Umi Key dengan nada getir.
Yang paling menyakitkan, katanya, adalah frasa dalam edaran pemerintah yang menyandingkan keberadaan transpuan dengan kriminalitas.
"Di edaran itu kami dilarang tampil-tampil sebagai transpuan dan disejajarkan dengan kalimat kriminal. Itu sangat menyakitkan. Kami ini warga negara, bukan pelaku kejahatan. Hak kami dijamin konstitusi," ucapnya.
Lebih lanjut, Umi menegaskan bahwa komunitasnya tidak menutup diri terhadap peraturan dan norma sosial.
Namun, ia berharap pendekatan yang digunakan pemerintah bersifat terbuka dan persuasif, bukan represif.
"Kalaupun ada hal-hal yang perlu diluruskan, kami siap diundang untuk bicara baik-baik. Jangan langsung dipukul rata. Jangan pekerjaan kami yang dihilangkan. Kami siap berdialog," tegasnya.
Kemenkumham Gorontalo berkomitmen menindaklanjuti laporan yang masuk. Setelah proses analisis, kementerian akan merumuskan rekomendasi yang nantinya disampaikan ke pemerintah daerah, baik di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi.
Sementara itu, tim kuasa hukum tetap melanjutkan langkah-langkah advokasi hukum dan politik, termasuk melobi DPRD dan melibatkan lembaga-lembaga pengawasan lainnya.
Awal Edaran
Sebelumnya sejumlah kepala daerah di Gorontalo mengeluarkan Surat Edara (SE) terkait larangan waria tampil di ruang-ruang publik.
Bahkan, izin terkait sebuah hajatan tak bakal dikeluarkan jika diketahui menampilkan waria.
Misalnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gorontalo yang resmi mengeluarkan larangan hiburan rakyat yang melibatkan waria dan biduan berpenampilan vulgar.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Gorontalo, Burhan Ismail, menegaskan maksud di balik kebijakan ini.
Kata dia larangan ini sebagai respon banyaknya keluhan masyarakat terhadap aktivitas hiburan rakyat yang dinilai melanggar norma kesopanan.
"Maraknya protes warga atas aktivitas waria yang dianggap terlalu berlebihan membuat kami mengambil tindakan tegas. Kami sudah mengeluarkan surat edaran berdasarkan instruksi langsung dari Bupati Gorontalo," ujar Burhan saat diwawancarai Tribun Gorontalo, Senin (28/4/2025).
Burhan menjelaskan, surat edaran tersebut berisi sejumlah ketentuan yang mengharuskan para camat dan kepala desa di Kabupaten Gorontalo memperketat pemberian izin keramaian.
"Ini bukan berarti tidak boleh ada hiburan sama sekali, tetapi lebih kepada pengendalian acara-acara yang mengandung unsur pornoaksi," tambahnya.
Selain itu, surat edaran juga mengatur batas waktu kegiatan hiburan hingga maksimal pukul 23.00 WITA.
"Kalau sudah lewat dari jam itu, kegiatan bisa mengganggu kenyamanan warga sekitar. Ini yang ingin kita hindari," jelas Burhan.
Tak hanya kepada penyelenggara hajatan, surat edaran ini juga menyasar pengusaha hiburan seperti karaoke dan band organ tunggal.
Para pengusaha diimbau agar tidak menampilkan biduan yang mempertontonkan tarian atau aksi yang dinilai tidak pantas.
"Kami minta pengusaha hiburan juga turut mematuhi aturan ini. Hiburan boleh, tapi jangan sampai melanggar norma kesusilaan," katanya.
Burhan menambahkan, penerapan surat edaran ini akan dikawal ketat oleh dinas terkait. Satpol PP bersama aparat hukum akan rutin melakukan patroli untuk memastikan kepatuhan di lapangan.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.