Pilkada 2024

DKPP Sebut Politik Uang Mengemuka di PSU, Tingkat Partisipasi Pemilih Lebih Tinggi dari Pilkada

Tingkat partisipasi pemilih di pemungutan suara ulang (PSU) mendapat sorotan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Editor: Fadri Kidjab
DKPP RI
POLITIK UANG - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Hedy Lugito. Ketua DKPP menduga politik uang mengemuka di PSU. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Tingkat partisipasi pemilih di pemungutan suara ulang (PSU) mendapat sorotan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Menurut Ketua DKPP, Hedy Lugito, pihaknya menduga politik uang mengemuka di PSU.

Di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) terdapat fenomena yang tak biasa.

Antrean panjang terjadi sejak pukul 07.00 pagi. Kondisi ini jauh berbeda sewaktu pilkada pada 27 November 2024.

"Dalam pelaksanaan PSU ini justru semakin mengemuka politik uang," kata Ketua DKPP Heddy Lugito dalam keterangan pers, Senin (5/5/2025) dikutip TribunGorontalo.com dari Kompas.com.

Hanya saja, Heddy tidak membeberkan secara detil jumlah kasus politik uang yang ditemukan oleh DKPP

Namun, ia menyebutkan bahwa salah satu dugaan politik uang terjadi pada PSU di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, pada 22 Maret 2025.

Dia mengatakan, partisipasi masyarakat dalam PSU itu tinggi.

Baca juga: Fakta-fakta Amin Suleman Ketua LSM Gorontalo Dikeroyok 4 Pria, Sempat Bertemu Pelaku di Warung Kopi

Heddy menduga, tingkat partisipasi yang tinggi adalah indikasi adanya politik uang yang terjadi di belakang layar. 

“Pemilih di Kabupaten Magetan itu jam 07.00 sudah antre panjang. Selain partisipasi yang tinggi, juga bisa mengindikasikan yang lain. 

Pada pilkada saja tidak sebesar itu, justru PSU antriannya panjang sekali,” ujar dia. 

Selain politik uang, DKPP juga menyoroti masih terjadinya perbedaan antara KPU dan Bawaslu dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan maupun putusan MK. Perbedaan tafsir tersebut berujung pada pengaduan ke DKPP.

Perbedaan tafsir tersebut antara lain terkait dengan pemenuhan syarat calon atau pasangan calon, yakni pendidikan dan status pernah sebagai terpidana. 

Perbedaan tafsir juga terkait pemenuhan syarat dua periode masa jabatan. 

"Misalnya soal batasan dua periode masa jabatan, masih beda penafsiran antara KPU dan Bawaslu. Ke depan ini harus menjadi perhatian kita semua, yang dimaksud dengan dua periode itu seperti apa," kata Heddy. 

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved