Berita Provinsi Gorontalo
60 Persen Usia Produktif di Gorontalo Tidak Kuliah, Ini Kekhawatiran LLDIKTI
Sekitar 60 persen lebih lulusan SMA/SMK Sederajat di Provinsi Gorontalo tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM – Sekitar 60 persen lebih lulusan SMA/SMK Sederajat di Provinsi Gorontalo tak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XVI, Munawir Sadzali Razak, mengungkapkan kekhawatiran terhadap menurunnya Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Provinsi Gorontalo dalam beberapa tahun terakhir.
Saat diwawancarai TribunGorontalo.com (30/4/2025), Munawir menyampaikan bahwa APK Gorontalo pada tahun 2022 sempat mencapai 37 persen, namun mengalami penurunan menjadi 35 persen pada tahun 2024.
"Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menunjukkan bahwa hanya 35 persen penduduk Gorontalo usia 19-23 tahun yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Ini berarti lebih dari 60 % usia produktif tidak berkuliah, ungkap Munawir.
Baca juga: Pedagang Tantang Satpol PP di TPI Gorontalo: Kalau Paksa Dibongkar, Kami Lawan!
Kondisi ini tentu menjadi persoalkan serius yang patut menjadi perhatian penting pemerintah.
Penurunan angka partisipasi ini menurutnya bukan sekadar angka statistik, tetapi menjadi refleksi dari tantangan struktural dan sosial yang perlu segera ditangani secara kolektif.
Ia menyebutkan, salah satu faktor utama kemungkinan adalah biaya pendidikan yang masih menjadi beban bagi banyak keluarga, meskipun pemerintah telah menggulirkan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah.
"KIP memang membantu, tetapi tidak semua mahasiswa bisa mendapatkannya secara menyeluruh. Bahkan, bantuan ini belum tentu menutupi seluruh biaya hidup dan kebutuhan kuliah lainnya," jelasnya.
Munawir mendorong agar perguruan tinggi di Gorontalo bisa tampil sebagai lembaga yang menyediakan akses pendidikan tinggi yang terjangkau namun tetap berkualitas.
Pendidikan tinggi bukan hanya soal kewenangan pusat. Pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi, juga bisa berperan besar.
Sebagai contoh kata Munawir adalah program Beasiswa Berani Cerdas milik Pemprov Sulawesi Tengah.
"Minggu lalu Pak Menteri dan Gubernur Maluku Utara launching program KIP Kuliah Daerah, itu ada contoh di provinsi lain," tandasnya.
Menurut Munawir, sektor pendidikan tinggi perlu dibangun atas empat pilar utama, yakni: akses, kualitas, relevansi, dan dampak.
Pilar akses harus memastikan siapa pun bisa berkuliah tanpa terbebani biaya, pilar kualitas memastikan standar pendidikan dan pengajaran tetap tinggi, relevansi menekankan bahwa lulusan harus siap kerja dan berakhlak. Serta dampak berarti bahwa perguruan tinggi harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Menurutnya, penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama mencari solusi atas persoalan ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.