Berita Internasional
Balasan Keras China, Tarif Impor Barang dari Amerika jadi 125 Persen
Konflik dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas hingga Jumat (11/4/2025). Pemerintah China secara resmi mengumumkan kenaikan tarif
TRIBUNGORONTALO.COM -- Konflik dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas hingga Jumat (11/4/2025).
Pemerintah China secara resmi mengumumkan kenaikan tarif impor atas barang-barang asal AS menjadi 125 persen.
Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap keputusan pemerintahan Trump.
Sebagai informasi, sehari sebelumnya Amerika menaikkan tarif atas produk asal China hingga 145 persen, menjadikan tarif efektif mencapai sekitar 156 persen.
Baca juga: Kampanye di Kwandang Gorontalo Utara, Roni Imran Ajak Pendukung Rangkul Pemilih Lawan
Kebijakan tersebut disampaikan oleh Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China, yang menyatakan bahwa pihaknya akan mengabaikan setiap upaya eskalasi lanjutan dari Washington.
“Jika AS terus memainkan angka-angka tarif, maka China tidak akan menanggapi. Saat ini saja, produk AS sudah tidak punya daya saing di pasar kami,” tulis pernyataan resmi komisi tersebut.
China juga menyebut bahwa kenaikan tarif tambahan dari pihak AS hanya akan menjadi “lelucon dalam sejarah ekonomi global” dan tidak memberikan manfaat ekonomi yang berarti.
Meski demikian, China juga mengingatkan bahwa apabila AS tetap bersikeras merugikan kepentingan ekonomi Beijing, maka pihaknya siap mengambil tindakan balasan dengan tegas dan konsisten.
Baca juga: Jubir Gubernur Gorontalo Alvian Mato Sebut Ijazah Gusnar Ismail Tidak Pernah Digugat
Sementara itu, juru bicara Kementerian Perdagangan China mengecam langkah AS sebagai bentuk “perundungan ekonomi sepihak” dan pelanggaran terhadap aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Langkah tarif AS merupakan bentuk pemaksaan unilateral yang merusak sistem perdagangan multilateral berbasis aturan,” ujar juru bicara tersebut.
“Kami mendesak AS untuk segera mencabut seluruh tarif sepihak terhadap China.”
Analis: Hubungan Dagang Telah Runtuh
Para analis menilai bahwa kondisi saat ini menandai titik terendah dalam hubungan dagang kedua negara dalam beberapa tahun terakhir.
Ekonom dari China-Europe International Business School, Bala Ramasamy, menyatakan bahwa perang tarif ini nyaris memutus seluruh hubungan perdagangan barang antara AS dan China.
“Pertanyaannya sekarang adalah: siapa yang bisa menemukan substitusi lebih cepat?” ujarnya.
Baca juga: Kampanye di Kwandang Gorontalo Utara, Roni Imran Ajak Pendukung Rangkul Pemilih Lawan
“China mungkin punya lebih banyak alternatif dibanding AS, mengingat besarnya volume impor AS dari China.”
Sementara itu, Zhang Zhiwei, Presiden Pinpoint Asset Management, menilai bahwa kedua negara kini berada di titik jenuh dalam eskalasi tarif.
“Ini mungkin akhir dari babak saling menaikkan tarif. Kini fokusnya adalah mengevaluasi dampaknya terhadap perekonomian kedua negara,” katanya.
Namun, hingga saat ini belum ada sinyal positif bahwa kedua negara akan segera duduk bersama untuk meredakan ketegangan.
Dengan rantai pasok global yang sudah tertekan sejak pandemi dan krisis energi, kelanjutan konflik ini berpotensi memperburuk ketidakpastian ekonomi global.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.