Banjir Desa Biluango

30 Rumah di Desa Biluango Kabila Bone Gorontalo Terdampak Longsor, Ada Rumah Menggantung di Tebing

Tanpa upaya serius dari pihak berwenang, desa ini akan terus hidup dalam bayang-bayang ancaman banjir dan longsor, sementara warganya hanya bisa pasra

Penulis: Arianto Panambang | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Arianto Panambang, TribunGorontalo.com
KONDISI RUMAH -- Rumah seorang warga Desa Biluango, Kabila Bone, Bone Bolango, Gorontalo, menggantung di bibir sungah. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Bone Bolango -- Sebanyak 30 rumah Desa Biluango, Kecamatan Kabila Bone, Gorontalo, terdampak longsor sejak beberapa tahun terakhir. 

Akibatnya, rumah-rumah di wilayah Kabupaten Bone Bolango ini, mengalami kerusakan parah. Ada bahkan rumah yang menggantung di tebing. 

Bencana ini bukan yang pertama kali terjadi. Sejak tahun 2022, banjir besar telah melanda daerah ini berulang kali.

Dampak paling parah terjadi pada 2023 dan berlanjut hingga tahun 2025.

Bahkan Kepala Desa Biluango, Yakub Jamali, mengungkapkan bahwa sebanyak 47 kepala keluarga terdampak akibat banjir yang terjadi baru-baru ini.

Adapun dari 30 rumah yang terdampak, ada tiga rumah rusak parah. Lalu ada dua rumah semi permanen yang tidak bisa ditinggalo. 

“Belasan rumah lainnya terendam lumpur dan luapan air,” ujarnya saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Jumat (14/3/2025).

Meskipun pemerintah telah melakukan normalisasi sungai pada 2021 dan 2022, upaya ini belum cukup untuk mencegah banjir susulan.

“Kami sudah beberapa kali mengajukan permohonan pembangunan tanggul ke Balai Sungai, terakhir pada 24 Februari, tapi hingga kini belum ada tindak lanjut,” tambahnya.

Sementara itu bagi warga seperti Reti S. Muko, setiap hujan menjadi mimpi buruk. Rumahnya yang nyaris ambruk masih menjadi tempat tinggal bagi enam anggota keluarganya.

“Saya sebenarnya takut tinggal di sini, tapi mau bagaimana lagi? Tidak ada rumah lain. Kalau hujan, kami pindah ke rumah saudara,” ungkapnya dengan suara lirih.

Dapur rumahnya hanyut diterjang banjir saat ia tengah menyiapkan makanan untuk peringatan tujuh hari wafat ibunya.

“Itu kejadiannya malam. Tiba-tiba rumah ambruk karena banjir, saya baru kedukaan, baru dapat musibah lagi” kenangnya.

Kini, mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi sempit, menjadikan satu kamar sebagai dapur darurat.

Masyarakat Biluango hidup dalam kecemasan setiap kali awan mendung menggelayut di langit.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved