Berita Viral
3 Pria Diringkus Polisi Bengkulu usai Peras Mantan Bupati Rp 10 Juta, Ancam Sebar Isu Perselingkuhan
Melansir dari Kompas.com, pria berinisial GL (GL (20), SA (48), dan AL (45) itu sempat memeras mantan bupati di Bengkulu.
TRIBUNGORONTALO.COM – Tiga pria diringkus pihak kepolisian Bengkulu.
Melansir dari Kompas.com, pria berinisial GL (GL (20), SA (48), dan AL (45) itu sempat memeras mantan bupati di Bengkulu.
Keempat pelaku menuding mantan bupati telah berselingkuh.
Mereka lantas meminta uang tutup mulut sebesar Rp 10 juta.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua Tim Saber Pungli Kota Bengkulu, AKBP Max Mariners.
"Ketiga pelaku menuduh kalau mantan bupati tersebut berselingkuh dengan salah satu istri pelaku, lalu pelaku meminta uang damai," kata Max Mariners yang dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (2/3/2025) pagi.
Menurut Max, awalnya ketiga pelaku meminta uang damai sebesar Rp 5 juta pada mantan bupati itu. Permintaan pelaku tersebut dipenuhi.
Mantan bupati ini lalu meminta surat perdamaian yang ditandatangani pelaku. Namun, pelaku tak bersedia memberikannya.
"Tidak lama kemudian, pelaku kembali menghubungi pengacara korban dengan meminta kembali sejumlah uang hingga terjadilah kesepakatan untuk bertemu di Jalan Meranti Kota Bengkulu. Saat itulah pelaku berhasil ditangkap," ujar Max.
Baca juga: 8 Remaja Pelaku Perang Sarung dan Celurit Ditangkap Polisi Surabaya, Sempat Lari Terbirit-birit
KASUS LAIN: Kades Kohod peras warga
Dilansir dari Tribunnews.com, Kades Kohod Arsin memeras warga dengan meminta uang antara Rp30-100 juta untuk mengurus sertifikat.
Menurut pengacara warga Kohod, Henri Kusuma, sertifikat tersebut justru dialihkan atas nama pihak lain.
"Warga kami diperas untuk membuat SPPT, ini dikenakan biaya Rp30.800.000 dan sudah dibayarkan oleh beliau, tapi SPPT-nya justru dialihkan ke orang lain," jelasnya.
Henri menambahkan bahwa ada warga lain yang diminta hingga Rp100 juta untuk mengurus sertifikat tanah mereka.
"Karena kades ini kan menjadi calo juga. Dia tahu bagaimana surat-surat warga, kepemilikannya seperti apa, ditawarkan untuk membuat surat, kemudian dipatok harganya yang tinggi," jelasnya.
Selain pemerasan, warga juga mengalami intimidasi dari aparatur desa, termasuk RT, RW, dan staf desa.
Mereka yang menolak mengikuti skema relokasi diancam bahwa rumah mereka akan diuruk.
"Kalau tidak ikut relokasi, rumah kami diancam akan diuruk. Ini membuat banyak warga akhirnya terpaksa ikut relokasi meski sebenarnya mereka tidak mau," kata Henri.
Awalnya, terdapat sekitar 120 warga yang menolak relokasi. Namun, akibat ancaman yang berulang kali diterima, jumlahnya menyusut menjadi 55 warga yang bertahan.
Dalam menghadapi situasi ini, warga melayangkan gugatan Citizen Lawsuit terhadap pemerintah dan pihak swasta terkait.
Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 111/PDT.G/2025/PN JKT.PST.
Dalam gugatan ini, warga meminta pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab atas kelalaian mereka dalam melindungi hak-hak warga dari praktik ilegal ini.
"Kami berharap presiden turun tangan dan membersihkan pejabat yang diduga terlibat dalam kasus ini, termasuk mereka yang ada di Pemda Kabupaten Tangerang," ucap Henri.
Sebelumnya, Arsin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pemasangan pagar laut di Kabupaten Tangeran.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyebut penetapan tersangka terhadap Arsin setelah dilakukan gelar perkara sebelumnya.
Selain Arsin, Bareskrim turut menetapkan tiga tersangka lainnya yaitu sekretaris desa Kohod berinisial UK, serta penerima kuasa berinisial SP dan CE.
Djuhandhani menuturkan para tersangka diduga melakukan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) dalam kasus pagar laut.
"Dari hasil gelar perkara, kami seluruh penyidik dan peserta gelar telah sepakat menentukan empat tersangka di mana mereka adalah kaitannya masalah pagar laut."
"Di mana mereka adalah Saudara A selaku Kades Kohod, Saudara UK selaku sekdes Kohod, Saudara SP selaku penerima kuasa, dan Saudara CE selaku penerima kuasa, telah sepakat kita tetapkan sebagai tersangka," katanya di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Djuhandhani menuturkan para tersangka diduga secara bersama-sama telah memalsukan sejumlah surat seperti surat tanah girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga desa Kohod, dan lain-lainnya.
Dia menuturkan aktivitas pemalsuan tersebut dilakukan Arsin dkk sejak akhir tahun 2023.
Aktivitas tersebut membuat terbitnya 260 surat hak milik (SHM) tanah atas nama warga Kohod.
"Dibuat oleh Kades dan Sekdes sejak Desember 2023 hingga Desember 2024. Di mana seolah-olah pemohon untuk mengajukan permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parekesit dan permohonan hak kantor pertanahan Kabupaten Tangerang hingga terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod," jelasnya.
Pasca ditetapkan menjadi tersangka, Arsin dkk dicekal sehingga tidak bisa pergi ke luar negeri.
"Setelah ditetapkan menjadi tersangka, kami berkoordinasi dengan pihak Imigrasi telah mencekal keempat tersangka ke luar negeri," kata Djuhandhani.
Di sisi lain, Arsin pun telah ditahan sejak Senin (24/2/2025) lalu di Rutan Bareskrim Polri. (*)
Artikel ini dioptimasi dari Kompas.com dan Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.