Berita Kabupaten Gorontalo

DLH Kabupaten Gorontalo Putus Kontrak 97 Honorer, Pengangkut Sampah Sisa Tiga Orang

Jika solusi tidak segera ditemukan, bukan hanya pekerja yang terkena dampak, tetapi juga lingkungan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Jefri Potabuga, TribunGorontalo.com
HONORER DIRUMAHKAN--Potret tenaga kerja pengangkut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gorontalo yang dirumahkan kini hanya bekerja mengolah pupuk kompos untuk menambah penghasilan sembari menunggu dipekerjakan kembali, sejumlah tenaga kerja berharap agar pemerintah kembali memperkerjakan mereka, Selasa (13/2/2025). Foto: TribunGorontalo.com/Jefri 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Sebanyak 97 tenaga kerja honorer di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Gorontalo terpaksa dirumahkan.

Keputusan ini diambil karena mereka tidak terdaftar dalam database tenaga kerja yang diakui pemerintah.

Sebelumnya, total tenaga kerja di DLH Kabupaten Gorontalo berjumlah 131 orang.

Namun, hanya 34 pekerja yang masih dipertahankan karena sudah tercatat dalam database.

Dari jumlah tersebut, sembilan orang bekerja di bagian administrasi, sementara 23 lainnya bertugas di kebersihan dan pengangkutan sampah.

Baca juga: Sosok Rusli Cahyadi Mosi di Cap Go Meh Gorontalo, 7 Tahun jadi Tang Sin

Namun, dengan pengurangan besar-besaran ini, kini hanya tersisa tiga orang tenaga pengangkut sampah.

Akibatnya, operasional pengangkutan sampah lumpuh, dengan hanya satu kendaraan yang bisa difungsikan.

Masalah lain yang muncul adalah gaji para pekerja pengangkut sampah yang belum dibayarkan selama dua bulan terakhir. 

Kondisi ini memaksa pihak DLH mengambil langkah berat untuk merumahkan mereka sementara waktu.

"Mulai tanggal 13 Februari 2025, kami tidak bisa memaksakan mereka bekerja. Mereka punya hak untuk mendapatkan upah, sementara kami belum bisa membayarnya," ujar Kepala Bidang Kebersihan, Ruang Terbuka Hijau (RTH), dan Sumber Daya Alam (SDA) DLH Kabupaten Gorontalo, Sarifudin Pulukadang, saat ditemui Tribun Gorontalo, Kamis (13/2/2025).

Sarifudin menjelaskan bahwa keputusan ini bukan pemutusan hubungan kerja permanen.

Regulasi yang baru mengharuskan tenaga kerja yang tidak masuk dalam database untuk melalui mekanisme outsourcing.

Namun, hingga saat ini, proses administrasi tersebut masih menunggu kepastian.

Baca juga: Pengangguran di Gorontalo Rendah, Pengamat Sebut Kualitas Ketenagakerjaan Jadi Tantangan

"Kami bukan menghentikan mereka selamanya, tetapi kami masih menunggu proses outsourcing yang sedang berjalan," tegasnya.

Pengurangan tenaga kerja berdampak langsung pada kebersihan lingkungan.

Dengan semakin sedikitnya petugas pengangkut sampah, kini banyak titik di Kabupaten Gorontalo yang mulai dipenuhi sampah yang tidak terangkut.

"Kami tetap mengangkut sampah, tetapi waktunya lebih lama karena keterbatasan tenaga kerja. Situasi ini membuat beberapa titik menjadi sangat semrawut," jelas Sarifudin.

Keputusan ini memukul keras para pekerja yang sudah lama mengabdikan diri di DLH.

Salah satunya adalah Nandar Hasan (28), seorang sopir pengangkut sampah asal Bulota, Limboto.

Ia mengaku terpukul dengan keputusan ini, terlebih ia telah bekerja di DLH selama 12 tahun.

"Saya sudah lama sekali bekerja di sini. Kenapa pengabdian saya tidak bisa jadi pertimbangan?" keluhnya.

Nandar kini menghadapi ketidakpastian hidup, terutama karena ia memiliki keluarga yang harus dinafkahi.

Dengan keahlian yang terbatas dan tidak memiliki ijazah, mencari pekerjaan baru bukanlah perkara mudah.

"Saya tidak lulus sekolah, bahkan buta huruf. Kalau kerja di perusahaan lain pasti butuh ijazah minimal SMA, sedangkan saya tidak punya," tambahnya dengan nada sedih.

Nasib serupa juga dialami Jeni Limonu (47), seorang pekerja pengangkut sampah asal Pentadio Timur, Kecamatan Telaga Biru.

Meski baru dua tahun bekerja, ia merasa keputusan ini sangat tidak adil.

"Saya sebetulnya sedih dengan keadaan ini. Kenapa kita dirumahkan, padahal kinerja kami baik?" tuturnya.

Jeni kini harus mencari cara untuk bertahan hidup. Ia memiliki istri serta sejumlah hutang yang harus dibayar. Demi menyambung hidup, ia terpaksa bekerja membuat pupuk kompos di DLH dan menjualnya untuk mendapatkan sedikit pemasukan.

"Alhamdulillah, pupuk kompos yang kami olah bisa menghasilkan uang harian, tapi jumlahnya sangat kecil dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan," ungkapnya.

Bagi para pekerja yang kini kehilangan pekerjaan, mereka ingin tetap bekerja, tetapi keterbatasan administrasi membuat mereka terhambat.

Mayoritas dari mereka tidak tamat Sekolah Dasar (SD), sehingga sulit untuk memenuhi syarat yang ditetapkan dalam regulasi terbaru.

Saat ini, mereka hanya bisa menunggu kepastian dan berharap pemerintah daerah segera menemukan jalan keluar agar mereka tetap bisa mencari nafkah.

Sementara itu, dengan banyaknya sampah yang belum terangkut, kondisi kebersihan Kabupaten Gorontalo semakin menjadi perhatian.

Jika solusi tidak segera ditemukan, bukan hanya pekerja yang terkena dampak, tetapi juga lingkungan dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved