Siswa Gorontalo Dibully
Dinas Pendidikan Gorontalo Beri Teguran Keras Kepsek SDN 41 Hulonthalangi Soal Dugaan Pembullyan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim, menegaskan pihaknya telah memberikan teguran kepada Kepala Sekolah tersebut.
Penulis: Arianto Panambang | Editor: Prailla Libriana Karauwan
TRIBUNGORONTALO.COM, Kota Gorontalo – Pemerintah Kota Gorontalo menindak tegas kasus bullying yang terjadi di wilayah ini.
Seperti dugaan kasus bullying yang terjadi pada siswa berkebutuhan khusus di SDN 41 Hulonthalangi.
Pemerintah Kota Gorontalo melalui Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim, menegaskan pihaknya telah memberikan teguran kepada Kepala Sekolah tersebut
Teguran ini disampaikan setelah mencuat laporan bahwa anak autis tersebut mengalami perundungan baik secara verbal maupun fisik di lingkungan sekolah.
Baca juga: Siswa Berkebutuhan Khusus Diduga Jadi Korban Bullying di SD Kota Gorontalo, Ortu Lapor PPA
"Saya telah memerintahkan Kepala Bidang untuk segera memberikan peringatan keras kepada kepala sekolah. Alhamdulillah, teguran itu sudah dilakukan," ujar Lukman saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Senin (20/1/2025) sore.
Menurut Lukman, peristiwa ini menjadi perhatian serius karena bertentangan dengan prinsip kebersamaan dalam pendidikan.
Menurutnya semua anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus (ABK), memiliki hak yang sama untuk menikmati layanan pendidikan tanpa diskriminasi.
"Sekolah bukan tempat untuk kekerasan, tetapi tempat mendidik sumber daya manusia yang nantinya berguna bagi bangsa dan negara. Kami tidak menghendaki terjadinya tindakan kekerasan di sekolah," tegas Lukman.
Baca juga: Ortu Siswa SD Gorontalo Korban Bullying Sakit Hati Dengar Pernyataan Guru Yang Penting Tidak Luka
Lukman mengakui bahwa pengawasan terhadap siswa di sekolah, terutama dengan jumlah murid yang besar, menjadi tantangan.
Namun, ia berharap pihak sekolah dapat meningkatkan kewaspadaan agar kejadian serupa tidak terulang.
Lebih lanjut Dinas Pendidikan Kota Gorontalo telah melakukan pendekatan dengan pihak sekolah dan orang tua siswa untuk memediasi kasus ini.
Meski belum sepenuhnya terlaksana, Lukman optimistis persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik.
"Sampai dengan hari ini, alhamdulillah, tidak ada lagi laporan kelanjutan kasus ini. Namun, kami tetap akan mewaspadai hal serupa terjadi di sekolah lain," kata Lukman.
Lukman juga mengingatkan pentingnya kerja sama antara sekolah dan orang tua siswa ABK.
Baca juga: Kepsek SDN 41 Hulontalangi Gorontalo Dilema soal Kasus Bullying Anak Autis di Sekolah
Orang tua diminta untuk terus mengawal anak mereka, mengingat anak berkebutuhan khusus adalah aset berharga yang harus dijaga.
Tak hanya itu, Lukman juga menekankan pentingnya sekolah untuk memberikan layanan pendidikan yang setara bagi semua siswa.
Ia juga mengajak orang tua untuk aktif mendukung pendidikan anak mereka di lingkungan sekolah.
"Betapa pun keadaan mereka, anak-anak berkebutuhan khusus adalah aset yang harus kita jaga bersama. Kita tidak pernah tahu masa depan mereka. Bisa jadi, mereka lebih hebat dari orang normal karena potensi luar biasa yang mereka miliki," tutup Lukman.
Diberitakan sebelumnya, SK, orang tua siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 41 Hulonthalangi, Kota Gorontalo, menceritakan anaknya menjadi korban perundungan (bullying).
Siswa berinisial J (11) disebut mengalami trauma mendalam akibat perundungan verbal hingga kekerasan fisik.
Menurut SK, kejadian ini berlangsung sejak September 2024 hingga Januari 2025.
"Anak saya dibully secara lisan dan fisik, dan itu berlangsung sampai beberapa kali," ungkapnya kepada TribunGorontalo.com, Kamis (16/1/2025).
Awalnya orang tua korban melihat anaknya yang begitu murung dan terlihat sedih.
Kata SK, ia merasakan anaknya sedang tidak baik-baik saja saat itu.
"Karena saya melihat anak saya seperti ada yang beda, makanya saya tanyakan langsung, ada apa dan kenapa? Akhirnya dia mau mengaku, ternyata di-bully temannya," jelasnya.
SK mengaku awalnya anaknya di-bully oleh kakak kelas korban.
J yang merupakan anak berkebutuhan khusus itu diejek oleh teman-temannya.
Setelah mendengar pengakuan J, SK sebagai orang tua lantas tak terima anaknya diperlakukan semena-mena.
Namun SK berniat menyelesaikan masalah ini secara baik-baik.
Setelah bertemu pihak sekolah, SK mengaku tidak mendapatkan solusi terbaik.
"Saya berusaha menenangkan anak saya dan berusaha untuk ikhlas dengan itu, tapi selang dua minggu kemudian anak saya di-bully lagi," ungkap SK.
"Yang membuat saya tidak terima adalah anak saya kali ini dibully dengan ditendang, jadi saya kembali mendatangi sekolah," terangnya.
SK ingin mencari tahu terduga pelaku melalui petunjuk anaknya. Ternyata pelaku diduga merupakan anak dari guru agama di sekolah tersebut.
Hanya saja, pihak sekolah seakan meragukan kesaksian anak SK.
"Jelas-jelas anak saya sudah menunjuk langsung terduga pelaku tapi lagi-lagi diragukan sama pihak sekolah. Saya yakin anak saya tidak berbohong," paparnya.
Pihak sekolah justru menuding siswa lain sebagai terduga pelaku.
"Sekolah itu bahkan mendatangkan tiga orang di ruangan kepsek, anak saya diminta oleh kepsek untuk menunjuk siapa pelakunya, lagi-lagi anak saya menunjuk terduga pelaku yang sama," tutur SK.
"Setelah itu kepsek mengacak lagi posisi berdiri tiga terduga pelaku itu, lagi-lagi anak saya menunjuk orang yang sama, ini diulang sampai beberapa kali," tambahnya.
SK pun menyayangkan kurangnya keberpihakan pihak sekolah terhadap korban bullying.
Pasalnya, anak SK ini sudah lebih dari tiga kali mengalami kejadian serupa.
"Guru itu bilang 'yang penting tidak luka'. Kata-kata ini menyakiti hati saya. Saya menangis dan merasa sangat sedih dengan itu," ucap SK dengan air mata berderai.
Yang paling membuat SK sakit hati adalah pernyataan kepala sekolah tidak bisa menjamin anaknya bebas perundungan.
"Kepsek bilang mereka tidak bisa menjamin anak saya tidak di-bully lagi. Saya khawatir anak saya di-bully lagi, sementara mereka (siswa) cukup lama di sekolah," akunya.
Selain itu, orang tua terduga pelaku disebut tidak pernah meminta maaf kepada dirinya.
SK telah melaporkan insiden ini ke Dinas Perlindungan Anak (PPA) Kota Gorontalo.
Ia berharap mendapat keadilan dan anaknya tidak lagi menjadi sasaran bullying di sekolah. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.