Jamaah Islamiyah Bubar
Simak Wawancara Khusus Eks Tokoh Jamaah Islamiyah Ustad Abu Fatih dan Ustad Abu Mahmudah
Simak wawancara khusus Tribun bersama dua mantan tokoh senior Jamaah Islamiyah (JI) yakni Jamaah Islamiyah, Ustad Abu Fatih alias Abdullah Anshori ali
Akhirnya ya sudah, nanti saya sampaikan (ke Syekh Usama bin Ladin), kata beliau. Sejak kata disampaikan, saya merasa orang-orang yang dulu kliweran, dari Yaman dari Saudi dan lain-lain sudah ditarik kecuali satu yang tertangkap, Umar al Faruq (Umar al Faruq ditangkap intel BIN dan dideportasi ke tangan AS. Umar Faruq dikabarkan tewas di Irak).
T : Jadi penjajakan lapangan, diam-diam sudah ada (orang Usamah bin Ladin ) yang masuk?
AF : Iya,sudah penelitian dan kesimpulan mereka ternyata mereka menilai Indonesia itu medannya sangat eksotis untuk jihad. Di mana-mana untuk survival sangat memungkinkan. Ikan, tanaman, dan segalanya eksotis.
T: Respon Abdulah Sungkar?
AF : Saya melihat beliau biasa-biasa saja. Karena beliau selalu mengingatkan dirinya hanya seorang dai, dan mengaku tidak paham persoalan-persoalan jihad. Saya mengandalkan jihad itu antum-antum itu. Jadi tatkala sudah disampaikan, terkesan beliau biasa-biasa saja. Cuma, itu kan ada semacam provokasi kepada ustad Abdullah Sungkar yang mengatakan Abu Farih itu orang yang tidak memiliki kapabiltas untuk urusan jihad. Sehingga didorong saya belajar jihad ke Filipina, terutama harus konsultasi sama Syekh Selamat Hasim.
T : Provokasi dari mana?
AF : Ya dari dalam, seperti dari Hambali, Muklas. Tapi kemudian setelah pulang, saya laporkan Syekh Salamat Hasim saja begitu sikapnya. Itulah saya menafsirkan sendiri, ustad Muklas dan Hambali itu geregetan. Wallahualam, itu tafsir saya sendiri ya.
T : Apa kemudian terjadi dengan JI karena rentetan pengeboman terjadi di Indonesia?
AF : Jadi begini, saya tidak bisa memungkiri ada keterlibatan anggota JI dalam peristiwa bombing itu. Tapi pertama, saya ndak bisa menjelaskan secara detil, karena terjadinya bombing itu saya sudah tidak aktif. Kedua, menurut keyakinan saya itu tidak ada unsur disahkan oleh qiyadah (pimpinan) JI. Itu inisiatif, sebagaimana terbuka di pengadilan. Cuma begini, di sisi lain kami merasa ibarat orang lahir dan kemudian tumbuh berkembang. JI masih sangat muda belia. Dalam usia 10 tahun sudah dibebani overload. Sangat berat. Artinya kami tamqis personal untuk pemantapan, mengembangkan tandzim, masih sangat ringkiih. Tiba-tiba terjadi krisis di Indonesia, moneter, ekonomi, kepemimpinan politik.
Sampai pada waktu itu saya termasuk yang diundang ke Jakara (DDII) untuk menerima tamu dari Ambon, Brigjen Rustam Kastor. Seingat saya waktu itu mengenalkan sebagai Danrem Ambon. Beliau menyampaikan pembantaian umat muslim sudah berlangsung satu tahun, kondisi seperti ini, pemerintah tak mampu menggerakan alat negara karena tidak ada keuangan. Maka kalau kaum muslim tak menggerakkan diri menolong saudaranya, ada dua kemungkinan, umat muslim timur habis dan RMS berdiri. Karena dibentulah laskar mujahidn dikirim ke sana. Ada orang-orang seperti Aep Saefudin, Jafar Umat Thalib, dan lain-lainnya.
Laskar Mujahidn dikirim untuk memenuhi permintaan Rustam Kastor. Kemudian kami berpikir jauh, bagaimana mendampingi umat muslim di sana, mendampingi korban kekerasan, pemenuhan kebutuhan. Kami pernah bawa kurma sampai empat kontainer. Kami berpikir kirim ke sana.
Baru empat bulan, Pak Wiranto (Panglima TNI waktu itu)mendeklarasikan darurat sipil. Semua pendatang harus pulang. Kami putuskan pulang. Tapi kami tidak menutup mata ada di antara teman-teman itu tidak mau karena merasa belum ada gerakan apapun untuk bisa melindungi kaum muslimin. Tentu saja kami qiyadah tidak bisa memaksa.
T : Pengiriman mujahidin JI ke Ambon ini secara organisasi adalah perintah. Lalu bagaiman dengan aksi bombing itu, yang realitasnya pelakunya kemudian diketahui kader JI? Benarkah hanya inisiatif pribadi?
TF : Kira-kira begitu. Satu contoh begini. Suatu saat saya pergi ke Jakarta naik bus, sampai subuh. Saya langsung ke kantor yayasan, hari itu bersepakat dengan qoid wakalah Jakarta untuk menerima waqaf 6 hektare di Cianjur. Saya datang dalam rangka itu. Tiba-tiba rumah itu dikepung tentara dan polisi. Yang nemui saya Pak RT. Dia tanya saya dari mana, kok pagi-pagi sekalai sudah sampai sini. Saya bilang saya datang ke sini untuk terima waqaf tanah di Cianjur. Tatkala saya ke belakang, sama office boy kantor, dibisiki, ada yang terluka. Melakukan pengeboman (bom Atrium Senen). Saya tanya sudah dilapor Pak RT? Orangnya tadi lari ke sini. Siapa? Temen-temen dari Kramat Raya, namanya Sholahudin. Nah, itu saya terkejut, tidak tahu apa-apa. Lalu saya cari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
T : Setelah JI membubarkan diri, lantas apa Langkah berikutnya? Ke mana orang-orang eks JI nantinya?
AF : Kalau kami prinsipnya begini, kita berjamaah itu niatnya ibadah. Dalam ibadah ada batasan-batasannya, ada yang sudah kita sadari . Kalaupun seperti jihad itu kita kuat, kemungkinan terjadinya kezalinan tetap ada, apalagi kalau kita lemah. Karena itu setelah membubarkan diri, kita berpikirnya melakukan pendampingan. Apakah dengan ormas atau organisasi baru, atau jamaah baru, sekarang ini belum mau berpikir ke sana. Tapi pertama, melakukan pendampingan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi seperti splinter (pembelot/penyimpang), itu yang kita antisipasi. Itu merugikan semua pihak. Percuma declare tapi ada splinter begitu. Maka saya usulkan sosialisasi percepat. Yang saya kahwatirkan ini yang belum mendapat sentuhan sosialisasi. Pengalaman kita saat ini, sosialisasis cepat dan begitu banyak yang kemudian qobul islah, terbuka. Kita berharap teman-teman menyadari hal itu. Apalagi setback dengan sejarah masa lalu, dan kita melihat ke depan. Saya kira islah ini akan baik bagi kami Bersama khususnya, dan juga bangsa Indonesia.
Simak Wawancara Khusus dengan Ustad Abu Mahmudah

Bubarnya organisasi Jamaah Islamiyah pada 30 Juni 2024 memantik pendapat skeptis dan keraguan sebagian pihak.
Keputusan penting itu terkesan terjadi mendadak, mengejutkan, dan reaksi pemerintah Indonesia terkesan agak dingin.
Apa yang sebenarnya terjadi di balik bubarnya JI. Tribun secara khusus mewawancarai ustad Abu Mahmudah alias Arif Siswanto, tokoh teras JI ebelum bubar, yang dikenal alim dan sangat pintar.
TRIBUN (T) : Jamaah Islamiyah bubar atau membubarkan diri 30 Juni 2024. Ini bubar sungguhan atau bagaimana sebenarnya ustad?
ABU MAHMUDAH (AM) : Tentu bukan hanya sekadar ada kejujuran, tapi berangkat dari kejujuran. Jadi bubarnya ini serius. Waktu nanti yang akan membuktikan, Inshaallah.
T : Tentu bukan dadakan? Pasti ada proses yang mendahului?
AM : Pasti modal dasarnya adalah trust, komunikasi dan trust. Kami mengawali proses dengan komunikasi dengan aparat negara, dalam hal ini Densus 88 Antiteror. Karena kalau berbicara antar kami, kami berada dalam situasi keamanan yang tidak mungkin. Saat kami di dalam kami berkomunikasi dengan aparat Densus dan Densos. Proses yang sama dilakukan teman-teman lainnya di luar. Setelah saya di luar baru terjalin komunikasi lagi. Kami sampai pada kesimpulan Jamaah Islamiyah harus bubar.
T : Atas dasar apa?
AM : Kalau saya atas dasar pertama, mindset (cara pandang/jalan pikiran). Kedua, beban hukum. Pertama dari mindset, bahwa setelah kami renungkan, negara Repubik Indonesia dibangun melibatkan para ulama, karena melibatkan ulama tentu mereka tidak serampangan membentuk negara. Ternyata langkah-langkah (penentangan) yang pernah dilakukan itu tidak lebih mendatangkan manfaat ketimbang langkah yang sekarang kita laksanakan. Karena hampir kita semua menyandang beban hukum. Dulu kan kita bergabung dengan Jamaah Islamiyah untuk mendapatkan nilai tambah di hadapan Allah SWT. Sekarang berdasar UU Antiterorisme, menjadi anggota kalau ada yang jadi saksi saja, maka anak-akan adik-adik sekalian, sudah bisa dituntut. Nah, ini belum memberikan kemanfaatan, sudah datang bahaya, sudah ada risiko yang sesungguhnya tidak perlu.
Sebelumnya mengenai ketetapan dilarangnya JI didasarkan vonis sidang akhi Zarkasih dan Abu Dujana. Sekarang sudah dikuatkan 500 vonis terkait masalah-masalah yang sama. Jadi benar-benar ada masalah, dan masalah menimpa kalian. Kami yang sedikit lebih tahu harus mengangkat masalah ini dari anak-anak dan adik-adik sekalian. Karena argumentasi seperti ini, grass root jika sudah sempat mendengar, dengan rela hati menerima apa yang diputuskan para senior.
T : Secara pribadi ketika sampai pada keputusan itu bagaimana berat gak?
AM : Berat…berat. Tapi kami tidak boleh terus menerus dalam situasi baper. Masa depan generasi kami, ikhwan-ikhwan kami yang tersisa. Anak didik kami, anak biologis dan didikan kami di lembaga pendidikan, harus jadi pertimbangan daripada larut dalam perasaan. Lebih kepada memberi jalan kepada mereka supaya bisa memberi kontribusi positif, konstruktif agar bangsa ini maju dan bermartabat. Toh kalau bangsa ini maju, 85 persen rakyat kan umat Muslim juga.
T : Apa yang akan dilakuka para tokoh ini mengingat realitas menunjukkan di masa lalu ada banyak individu melakukan aksi-aksi dan mereka banyak yang dilahirkan JI?
AM: Begini, ada yang menarik ada terungkap fakta, di antara pelaku bom Bali 1, bahkan ada yang mencabut baiat ke JI sebelum beraksi. Siapanya saya tidak tahu, hanya dengar saja. Tapi dari sini kita bisa melihat ada individu yang sadar perbuatannya adalah inisiatif sendiri, dan tidak ada perintah organisasi. Kedua, di persidangan terbukti para pelaku ini, istilahnya bekerja sama langsung dengan Al Qaeda, dan tidak bekerjasama dengan manajemen JI. Jangan lupa, iklim perjuangan masa itu, umat Muslim mengalami banyak persekusi di Afghanistan, Bosnia Herzegovina, dan narasi yang muncul adalah pembelaan umat muslim. Jadi ini conditio sine qua non dan membentuk pribadi yang ingin solidaritas dengan mereka. Nah ketika kita menjelaskan dengan cara-cara santun, Inshaalah akal sehat dan argumentasi ini akan menang, tidak dengan perasaan-perasaan baper. Keluarga-keluarga pelaku yang masih hidup pun juga tidak masanya lagi diperlakukan disudutkan. Karena misinya mengintegrasikan anak-anak ini jadi bagian bangsa.
T : Benarkah ada kader JI yang bersembunyi, atau jadi DPO, kemudian bersilaturahmi ke Ustad Siswanto setelah mendengar JI bubar?
AM : Benar, dan saya mengungkapkan fakta-fakta saja. Posisi jamaah ini di hadapan negara ini seperti ini kasusnya sudah demikian banyak. Fakta persidangan saya melihat langsung. Lalu saya sampaikan dengan bahasa-bahasa seperti ini. Kamu dalam situasi seperti itu, saya sampaikan fakta. Kamu melanjutkan seperti itu, saya tidak akan memaksa. Pikirkan, mau seberapa lama lagi. Pikirkan keluargamu, istrimu anak-anakmu. Sampai kapan dan berapa lama kamu akan terpisah dalam situasi ini. Tapi saya tidak memaksa, silakan pikirkan baik-baik. Sekiranya kamu perlu komunikasi dengan saya, silakan komunikasi. Dengan cara komunikasi seperti itu, mereka akhirnya menyadari, dan memahami. Oh iya ustad kami percaya.
T : Ada nggak yang kemudian menegakkan kepalanya (berontak)?
AM : Awalnya ada yang seperti itu. Tapi kita tetap saja sampaikan dengan cara santun. Ndak papa kamu mau seperti itu, tapi kalau jumlah besar senior kembali ke negara, kamu mau sama siapa. Kami bisa berdiri seperti para senior ini…kalau kira-kira sanggup..hehehehehe! Tapi Inshaalah sejauh ini mereka bersedia mendengar. Kadang-kadang memerlukan waktu. Bisa dibayangkan, sudah bertahun-tahun, berpuluh tahun seperti ini, tiba-tiba kereta berhenti. Ndak main-main. Beritanya ke dalam aja besar, apalagi keluar.
T : Saya kira-kira ini akan semakin menggaung, apalagi tokoh-tokoh seperti Ustad Siswanto dan Ustad Anshori begitu terbuka.
AM : Mudah-mudahan, saya kira harapannya begitu, kita ingin membantu menintegrasikan mereka, kami tidak ingin mewariskan kepada anak-anak kami itu stigma. Karena mungkin kekeliruan dan salah langkah para orang tua ini, mereka teralienasi, potensinya tidak bisa disumbangkan ke hal positif.
T : Bagaimana dengan mereka yang dulu kader JI melakukan aksi kekerasan atas inisitiaf pribadi, apakah juga akan direngkuh atau berlepas diri?
AM : Upaya pertama kami adalah komunikasi, dan pintu pertamanya adal kesediaan komunikasi dan bersedia mendengar. Bahkan mereka mungkin lebih berhak daripada yang lain.
T : Apakah selama ini sebelum 30 Juni 2024 mereka sudah dianggap di luar organisasi? Atau masih anggota?
AM : Mungkin mereka-mereka itu tidak terlibat dalam struktur, wong saya saya juga tidak di dalam struktur. Tapi bahwa mereka bagian dari keluarga pertama jamaah, dan kaum Muslimin yang punya hak lebih dekat daripada yang lain, tidak akan kami tinggalkan. Kalau ada yang tercecer, kita akan sisir lagi nanti, tentu setelah negara lebih percaya lagi.
T : Tentu butuh pembuktian ya?
AM : Makanya selalu ada yang bilang, ini serius nggak, ini strategi saja, ada yang ragu, ini jangan-jangan taqiyah, ada pertanyaan datang dari banyak pihak. Tapi kami tidak ragu-ragu menjawab. Kami berangkat dari kejujuran, juga kejujuran berkomunikasi. Kalau ndak jujur kan ndak jadi teman toh…hehehehe.
T : Secara pribadi apa pandangan ustad terhadap mereka yang melakukan aksi kekerasan di masa lalu?
AM : Itu kan persoalan ijtihadi ya. Jadi persoalan jihad yang dilakukan organisasi lain seperti Muhammadiyah dan NU, mengambil ijtihad kenegaraan, tapi kan ada pihak lain yang menganggap ini kurang syarii. Jadi kalo kedua ijtihad ini dilakukan sepadan, tentu sah-sah saja. Tentu karena berjalannya waktu, oh pertumpahan darah kaum muslimin, bangsa tercabik, ini jadi tersia-siakan. Kan begitu.
Ada satu pengalaman berharga dalam sejarah. Dulu setelah Ali bin Abu Thalib dibunuh orang khawarij, Hasan bin Ali jadi khalifah berikutya, yang konflik sejatinya sesungguhnya dengan Muawiyyah. Hanya karena Ali dan Muawiyyah berdamai di Sifin, orang khawarij tidak terima, sehingga Ali dibunuh. Muawiyyah akan dibunuh juga tapi gagal. Hasan sebagai pengganti Ali lalu melakukan perdamaian dengan Muawiyah. Hasan berdamai karena melihat darah kaum muslimin tumpah di mana-mana. Makanya ketika terjadi perdamaian itu para ulama melihat amuljamaah, kembali bersatunya kaum muslimin dari jamaah Muawiyyah di Damaskus dengan jamaah Ali bin Abu Tholib dan Hasan bin Ali Abu Tholib. Di sinilah beliau dipuji. Artinya, kadang bentuk perdamaian melihat pada apa yang menimpa umat. Kita mengambil itibar dari kejadian itu. Jangan anak bangsa ini terus menerus, kalaulah ini dianggap ijtihad, terbukti friksi terjadi, luka seperti itu, ini harus diakhiri. Jangan sampai kemudian umat muslim dianggap masih punya masalah dengan negaranya.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)
Sejarah Jamaah Islamiyah dari Abdullah Sungkar Hingga Kini Telah Dibubarkan |
![]() |
---|
Cerita Mantan Tokoh Jamaah Islamiyah Abu Fatih Dipanggil Abdullah Sungkar, Diminta Pimpin JI Jawa |
![]() |
---|
Cerita Sabarno, Mantan Tokoh Jamaah Islamiyah saat Hindari Kejaran Densus |
![]() |
---|
Jamaah Islamiyah Nyatakan Diri Bubar, Abu Fatih: Kami Islah, Kami Minta Maaf |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.