Tribun Ngopi
Nelson Pomalingo Habiskan Masa Kecil di Desa dengan Membaca Buku, Pernah Jadi Siswa SD Teladan
Pengalaman hidup di desa ini mengantarkannya pada pemahaman mendalam tentang kehidupan anak-anak dan masyarakat kurang mampu.
Penulis: Redaksi | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Bupati Gorontalo dua periode, Nelson Pomalingo, membuka kisah masa kecilnya yang inspiratif dalam TribunPodcast Ngopi pada Senin (22/04/2024).
Berasal dari keluarga sederhana di pedesaan, Nelson dibesarkan oleh orang tua yang berprofesi sebagai tenaga pendidik. ]
Pengalaman hidup di desa ini mengantarkannya pada pemahaman mendalam tentang kehidupan anak-anak dan masyarakat kurang mampu.
"Karena kedua orang tua saya guru, makanya waktu sekolah saya tinggal di desa," ungkap Nelson.
Baca juga: Ternyata Tumbilotohe Punya Peran dalam Pembentukan Gorontalo, Begini Cerita Nelson Pomalingo
Sebagai anak pertama dari 10 bersaudara, Nelson memiliki masa kecil yang berbeda dari anak-anak pada masa kini.
Dulu, berkumpul bersama teman-teman hanya bisa dilakukan di sekolah atau masjid, karena belum ada tempat nongkrong seperti sekarang.
Pengalaman hidup di desa ini membuka mata Nelson tentang realitas kehidupan di luar gemerlap kota. Ia memahami betul bagaimana perjuangan anak-anak desa dan orang tua mereka yang menggantungkan hidup pada bertani.
"Saya pernah tinggal di pedesaan sehingga saya tau bagaimana kondisi anak-anak di desa dan orang-orang yang kurang mampu," tuturnya dengan penuh empati.
Cita-cita Nelson di masa kecilpun tak biasa. Jauh dari keinginan menjadi guru seperti orang tuanya, Nelson justru ingin menjadi dokter dan ingin "bermanfaat".
"Saya ingin bermanfaat karena saya tau bagaimana susahnya anak-anak di desa yang orang tuanya kurang mampu, sehingga kalau pergi ke sekolah mereka tidak menggunakan sepatu," ujarnya.
Baca juga: Nelson Pomalingo Cerita Suka Duka jadi Bupati Gorontalo di TribunPodcast Ngopi
Meskipun memiliki cita-cita yang berbeda, Nelson tak lepas dari pengaruh dunia pendidikan. Di masa sekolahnya, ia pernah terpilih menjadi Murid Teladan.
Kegigihannya dalam belajar dan kemampuannya berbahasa Indonesia yang fasih menjadikannya berbeda dari teman-temannya.
"Saya terpilih menjadi murid teladan pada kelas 4 SD, padahal persyaratan untuk menjadi murid teladan harus kelas 6 SD. Dan saya terpilih menjadi murid teladan karena sudah bisa membeli sepatu walaupun terbatas dan bahasa Indonesia juga sudah fasih," kenangnya.
Keberhasilan Nelson tak lepas dari peran sang ayah, yang merupakan kepala sekolah sekaligus pustakawan. Akses terhadap buku-buku yang dibawa pulang ayahnya membuka jendela pengetahuannya dan membantunya belajar dengan maksimal.
"Kebetulan ayah saya kepala sekolah, jadi satu bulan di rumah saya gunakan untuk baca buku, karena dulu setelah maghrib kami tidak kemana-mana, jadi saya luangkan untuk membaca buku," tutupnya. (Magang/atika)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.