Masa Jabatan Kepala Daerah

Respons Marten Taha Pasca Gugatan Masa Jabatan Wali Kota Gorontalo Dikabulkan Mahkamah Konstitusi

Wali Kota Gorontalo, Marten Taha merespon baik terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan masa jabatannya hingga periode Juni 202

|
Penulis: Husnul Puhi | Editor: Aldi Ponge
TRIBUNGORONTALO
Respons Marten Taha soal putusan MK yang mengabulkan masa jabatannya hingga Juni 2024. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Wali Kota Gorontalo, Marten Taha merespons baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan gugatan terkait masa jabatannya

Menurut Marten, putusan yang diambil oleh MK itu merupakan pekerjaan yang profesional dan telah mengembalikan tafsiran pasal yang diusulkan olehnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Jadi tanggapan saya, bahwa Mahkamah Konstitusi itu sudah bekerja secara profesional, sehingga tafsiran pasal yang kami ajukan dapat diterima," jelas Marten melalui sambungan telepon, Jumat (22/12/2023) siang hari.

Pengajuan yang dilayangkan ke MK oleh beberapa kepala daerah di Indonesia itu, kata Marten, bukanlah suatu bentuk gugatan. 

Pihaknya meminta penafsiran kepada MK terhadap Undang-undang nomor 10 Tahun 2016 pasal 201.

Bagi para pemohon, dalam undang-undang itu masih terdapat kekosongan dan perlu ditambah terkait ayat yang berada di pasal tersebut.

"Dalam pasal itu ada ayat A - F, menurut kami ada kekosongan di situ, harus ada tambah satu ayat lagi, yaitu G," jelas Marten.

Ayat G tersebut, kata Marten, adalah bagi mereka yang berada di Pilkada 2018 dan belum melampaui Pilkada, bisa menyelesaikan masa jabatannya sampai dengan tahun Pilkada dilaksanakan.

Sebab, hal tersebut berbeda dengan mereka yang ikut Pilkada di 2020 yang akan berakhir di 2025.

"Itu tidak boleh disamakan, karena mereka itu melampaui Pilkada. Jadi sebelum lima tahun mereka Pilkada sudah dilaksanakan. Mau tidak mau, suka tidak suka, sudah ada kepala daerah baru mereka sudah tidak bisa lagi menjabat,. Nah itu bedanya," tegas Marten.

Atas keputsan MK tersebut, Marten Taha masih akan menjabat sebagai Wali Kota Gorontalo sampai dengan 2 Juni 2024.

Namun begitu, terdapat beberapa PR yang perlu dikerjakan oleh Wali Kota Gorontalo dua periode tersebut sebelum masa jabatannya berakhir. Pihaknya telah mengagendakan beberapa pekerjaan maupun tugas untuk diselesaikan sebelum bulan Juni itu.

"Tentunya kami, baik saya maupun Wawali akan menuntaskan seluruh pekerjaan, tugas, program hingga kegiatan kami yang belum tuntas sampai dengan akhir masa jabatan," imbuhnya.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan masa jabatan kepala daerah pada Kamis (21/12/2023). Gugatan itu diajukan Wali Kota Gorontalo Marten Taha bersama Wali Kota Padang Hendri Septa, dan dan Wali Kota Tarakan Khairul, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim. Mereka menggugat masa jabatan kepala daerah yang dilantik 2019 tapi berakhir 2023.

Awalnya masa jabatan Wali Kota Marten Taha yang dilantik 2 Juni 2019 hanya sampai pada 31 Desember 2023. DPRD Kota Gorontalo dan Pemprov Gorontalo sudah mengusulkan masing-masing 3 nama calon penjabat wali kota Gorontalo ke Mendagri.

Adanya putusan MK, masa jabatan Wali Kota Gorontalo bisa genap 5 tahun yakni sampai 2 Juli 2024. Uji materil yang dimaksud adalah Pasal 201 ayat (5) Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada Serentak

"Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada selengkapnya menjadi menyatakan 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupat serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024," ujar Ketua MK, Suhartoyo, pada sidang uji materil.

Adapun alasan Ketua MK mengabulkan masa jabatan para kepala daerah itu, karena pengaturan transisi terkait pemungutan suara secara serentak tidak dapat mengabaikan pengaturan pelantikan kepala daerah dan wakilnya. 

"Sehingga pengaturan tentang pemungutan suara secara serentak, harus diikuti oleh norma yang mengatur tentang pelantikan secara serentak," tuturnya.

Sebelumnya, tujuh kepala daerah tersebut menggandeng Visi Law Office sebagai kuasa hukum. Para pemohon mempersoalkan pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang dinilai merugikan para pemohon karena berpotensi memotong masa jabatan mereka menjadi tidak utuh lima tahun sehingga berakhir pada 2023.

Berikut bunyi Pasal 201 ayat 5 UU No 10/2016 tentang Pilkada:"Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023."

Alasan para pemohon menilai mereka mestinya memegang masa jabatan 5 tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016.

Mereka menilai seharusnya masa jabatan kepala daerah tersebut terhitung dari tanggal pelantikan para pemohon.

“Ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada telah memberikan kerugian yang nyata kepada pemohon atau paling tidak akan memberikan kerugian yang berpotensi terjadi dengan wujud masa jabatan para pemohon sebagaimana kepala daerah akan terpotong," kata kuasa hukum pemohon, Donal Fariz, dalam sidang, Rabu (15/11/2023).

Para pemohon menilai ketentuan dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved