Gugatan Kepala Daerah ke MK
Alasan Wali Kota Gorontalo Marten Taha Ikut Gugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi
Wali Kota Gorontalo, Marten Taha, memberikan alasan dirinya ikut menggugat UU Pilkada, yakni UU Nomor 10 ayat (5) pasal 201 ke Mahkamah Konstitusi.
Penulis: Husnul Puhi | Editor: Fadri Kidjab
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Wali Kota Gorontalo, Marten Taha, memberikan alasan dirinya ikut menggugat UU Pilkada, yakni UU Nomor 10 ayat (5) pasal 201 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam gugatannya, Marten Taha termasuk dalam enam kepala daerah menyampaikan keberatan masa jabatan mereka terpotong dua hingga enam bulan.
Marten beranggapan masa jabatannya sebagai Wali Kota Gorontalo harusnya berakhir di bulan Juni 2024.
Namun sesuai pasal 201 UU Nomor 10, masa jabatan Marten Taha jatuh pada 31 Desember 2023.
"Saya itu dilantik di tanggal 2 Juni 2019, berarti berakhir di 2 Juni 2024. Sesuai ketentuan bahwa kepala daerah itu menjabat selama lima tahun sejak terhitung di tanggal pelantikan," kata Marten Taha kepada TribunGorontalo.com, Sabtu (18/11/2023).
Menurut Marten, tujuh kepala daerah termasuk dirinya itu mewakili puluhan kepala daerah, di mana mereka membawa aspirasi yang sama ke MK.
"Jika ada warga yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan, dia bisa mengadu ke MK. Makanya kami diterima," ucapnya.
Kata Marten, sidang kedua telah digelar pada Selasa (14/11/2023). Putusan MK akan dibacakan pada Desember 2023.
"Insyaallah awal atau pertengahan Desember 2023 paling lambat sudah ada sidang keputusan mengenai masalah ini," imbuhnya.
Marten sepenuhnya menyerahkan semua keputusannya kepada pihak MK.
Saat ini, kata Marten, ia pun belum menerima surat pergantian kepala daerah dari Mendagri.
"Kami harapannya tentu bisa dikabulkan oleh MK. Tapi semua kan ditentukan oleh majelis, kami serahkan kepada majelis," pungkasnya.
Baca juga: Tanggapan Warga Gorontalo soal Upaya Wali Kota Marten Taha Gugat Masa Jabatan Kepala Daerah ke MK
Diberitakan sebelumnya, tujuh kepala daerah mengajukan gugatan soal masa jabatan kepala daerah ke MK.
Ketujuh kepala daerah tersebut yakni Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan dan Wali Kota Tarakan Khairul, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil E Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim.
Tujuh kepala daerah tersebut menggandeng Visi Law Office sebagai kuasa hukum.
Mahkamah Konstitusi sudah menggelar sidang perdana gugatan terhadap Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada, Rabu (15/11/2023).
Para pemohon mempersoalkan pasal 201 ayat (5) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang dinilai merugikan para pemohon karena berpotensi memotong masa jabatan mereka menjadi tidak utuh lima tahun sehingga berakhir pada 2023.
Berikut bunyi Pasal 201 ayat 5 UU No 10/2016 tentang Pilkada:
"Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil Pemilihan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023."
Alasan para pemohon menilai mereka mestinya memegang masa jabatan 5 tahun sebagaimana yang diatur dalam Pasal 162 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 10 Tahun 2016.
Mereka menilai seharusnya masa jabatan kepala daerah tersebut terhitung dari tanggal pelantikan para pemohon.
“Ketentuan Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada telah memberikan kerugian yang nyata kepada pemohon atau paling tidak akan memberikan kerugian yang berpotensi terjadi dengan wujud masa jabatan para pemohon sebagaimana kepala daerah akan terpotong," kata kuasa hukum pemohon, Donal Fariz, dalam sidang, Rabu (15/11/2023).
Para pemohon menilai ketentuan dalam Pasal 201 ayat (5) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945.
"Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan dan pelantikan tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang dilantik tahun 2019 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan sepanjang tidak melewati pemungutan suara serentak nasional tahun 2024,'” sambungnya.
Ketua MK Suhartoyo yang memimpin sidang bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam nasihat Majelis Sidang Panel, memberikan sejumlah catatan bagi para pemohon.
Saldi dalam nasihatnya memberikan lima poin catatan terkait gugatan ketujuh kepala daerah tersebut.
Salah satunya, dia meminta pemohon untuk menguraikan tahapan dimulainya pilkada dan tahapan pemungutan suara hingga pengambilan sumpah.
"Sebab ini sangat relevan dikaitkan dengan petitum yang diajukan. Pastikan ini karena pemungutan suara beritanya akan digeser dari November ke September, itu perlu elaborasi dari para pemohon. Sehingga apa yang dikemukakan dalam petitum dapat diuraikan dari tahapan pilkada itu,” jelas Saldi.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel, mencermati kedudukan hukum para pejabat yang mengajukan permohonan.
“Sebab antara wali kota dan wakil wali kota dinilai satu SK sehingga perlu mempertimbangkan satu kesatuan legal standing-nya, karena tidak mungkin nanti memperpanjang masa jabatan wakilnya saja atau sebaliknya, ini perlu diperkuat dan diperjelas lagi legal standing-nya,” ujarnya.
(TribunGorontalo.com/Husnul)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/Marten-pdam.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.