Kolom Opini

Tantangan dan Efektivitas Sistem Peradilan Pidana Anak

Sistem peradilan pidana anak merupakan mekanisme hukum yang berfokus pada perlindungan dan pembinaan anak-anak yang terlibat dalam tindakan kriminal.

|
Editor: Fadri Kidjab
Freepik
Ilustrasi - Efektivitas Sistem Peradilan Pidana Anak 

(Penulis: Muhammad Furqon S.H M.H, Konsultan Pusat Bantuan Hukum Gorontalo)

TRIBUNGORONTALO.COM - Sistem peradilan pidana anak merupakan mekanisme hukum yang berfokus pada perlindungan dan pembinaan anak-anak yang terlibat dalam tindakan kriminal.

Tujuan utama dari sistem ini adalah untuk melindungi hak-hak anak, memastikan adanya keadilan, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk mereformasi diri dan mengubah perilaku negatif menjadi positif.

Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi digital seperti internet, media sosial, dan platform online lainnya, sistem peradilan pidana anak dihadapkan pada tantangan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Era digital telah membawa transformasi besar-besaran dalam cara kita hidup dan berinteraksi satu sama lain.

Anak-anak saat ini tumbuh dalam lingkungan, di mana akses terhadap informasi sangat mudah diperoleh melalui teknologi digital.

Mereka juga terhubung secara global dengan sesama remaja melalui jaringan sosial virtual.

Namun demikian, perkembangan ini juga membuka pintu bagi potensi penyalahgunaan teknologi oleh pelaku kejahatan dewasa maupun remaja.

Dalam konteks inilah penting untuk mempertimbangkan bagaimana transformasi sistem peradilan pidana anak dapat menghadapi tantangan baru di era digital.

Baca juga: OPINI: Pemuda Sebagai Agen Moderasi, Haruskah Kita Bangga?

Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak-anak menurut undang-undang sistem peradilan Pidana Anak (UU SPPA) anak adalah individu yang belum mencapai usia dewasa atau batas usia tertentu yang ditetapkan oleh hukum.

UUSPPA merupakan keseluruhan proses anak yang berhadapan dengan hukum pasal 1 ayat (1) UUSPPA ini juga mengatur secara jelas batasan usia anak yang berhadapan dengan hukum dalam undang-undang ini, pasal 1 ayat (4) adalah anak yang berusia 12 tahun namun belum berusia 18 tahun Undang-undang sistem peradilan anak memberikan perlindungan dan penanganan khusus terhadap kasus kejahatan yang melibatkan anak sebagai pelaku.

Prinsip-prinsip dasar dalam undang-undang ini termasuk fokus pada pembinaan, pemulihan korban, partisipasi aktif keluarga atau wali anak, serta penghormatan terhadap hak-hak fundamental mereka.

Salah satu prinsip utama dari sistem peradilan pidana anak adalah fokus pada pembinaan daripada hukuman balas dendam. Tujuan utama adalah membantu anak-anak memperbaiki perilaku mereka dan menjadi anggota masyarakat yang produktif di masa depan.

Dalam hal ini, pengembangan potensi positif dan pemulihan psikologis menjadi prioritas: Namun, beberapa orang berpendapat bahwa pendekatan pembinaan ini kadang-kadang dapat menyebabkan ketidak berlanjutan atau kurangnya tanggungjawab atas tindakan kriminal serius seperti pembunuhan.

Mereka berargumen bahwa jika konsekuensi serius tidak diberikan kepada pelaku pembunuhan remaja, maka pesan tentang pentingnya nilai-nilai kehidupan manusia dan rasa hormat terhadap korban dapat hilang.

Selain fokus pembinaan, ada juga masalah lain dalam proses penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Beberapa masalah yang sering muncul adalah:

Masalah dalam Proses Penegakan Hukum

1. Ketidakseimbangan antara hak-hak korban dan hak-hak pelaku: Terkadang, sistem peradilan pidana anak terlalu fokus pada perlindungan hak-hak pelaku tanpa memberikan cukup perhatian kepada kepentingan korban.

2. Keterbatasan sanksi yang efektif: Sistem ini mungkin tidak menyediakan sanksi yang memadai untuk kasus-kasus serius seperti penganiayaan, pembunuhan oleh anak-anak.

Ini dapat mengarah pada kesan bahwa ada ketimpangan dalam penegakan hukum di mana remaja bisa lolos dari konsekuensi nyata atas tindakan mereka.

3. Kurangnya pemantauan setelah masa hukuman: Setelah menjalani masa hukumannya, beberapa remaja mungkin tidak mendapatkan pemantauan atau bimbingan yang memadai untuk membantu reintegrasi mereka ke dalam masyarakat.

Hal ini dapat meningkatkan risiko kembali terlibat dalam perilaku kriminal di masa depan, untuk meningkatkan efektivitas sistem peradilan pidana anak dalam menghukum anak sebagai pelaku tindak pidana, penulis memiliki beberapa rekomendasi adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan sanksi alternatif yang lebih sesuai dengan tingkat kejahatan: Dalam kasus-kasus serius seperti pembunuhan, undang-undang harus mempertimbangkan pengenaan sanksi yang sebanding dengan tingkat kejahatan serta memberikan pesan jelas tentang konsekuensi serius yang akan dihadapi pelaku.

2. Peningkatan pemantauan dan bimbingan pascamasa hukuman: Anak-anak yang telah menjalani hukuman harus mendapatkan dukungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan dalam rangka membantu mereka reintegrasi ke dalam masyarakat dengan baik. Hal ini akan membantu mengurangi risiko kembali terlibat dalam tindakan kriminal.

3. Perluasan peranan korban dalam proses peradilan; Penting untuk memastikan bahwa hak-hak korban diberikan perhatian yang layak selama proses pidana anak.

Ini termasuk memberikan kesempatan bagi korban untuk menyampaikan pandangan mereka tentang sanksi yang diharapkan kepada pelaku pembunuhan remaja.

Kesimpulan

Meskipun sistem peradilan pidana anak memiliki fokus pada pembinaan dan perlindungan hak-hak anak, ada argumen bahwa sistem ini tidak efektif dalam menghukum anak sebagai pelaku tindak pidana serius seperti penganiayaan, pembunuhan.

Keseimbangan antara pembinaan dan tanggung jawab atas tindakan kriminal, serta masalah-masalah lainnya seperti ketidakseimbangan antara hak-hak korban dan pelaku menjadi tantangan utama.

Dalam meningkatkan efektivitas sistem ini, penting untuk mempertimbangkan rekomendasi-rekomendasi yang mencakup pengenaan sanksi alternatif yang sesuai dengan tingkat kejahatan, peningkatan pemantauan pascamasa hukuman, serta melibatkan lebih aktif peranan korban dalam proses peradilan.

Dengan demikian, sistem peradilan pidana anak dapat menjadi lebih efektif dalam menghukum anak sebagai pelaku tindak pidana serius dan sekaligus memenuhi tujuan rehabilitatif yang penting. (*)

 

[Disclaimer: Tulisan ini sepenuhnya opini penulis, dan tidak berkaitan dengan kegiatan jurnalisme TribunGorontalo.com. Segala isi tulisan merupakan tanggungjawab penulis]

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved