Pemilu 2024

Pengamat Minta KPU Hindari Politik Partisan di Pemilu 2024, Kekurangan Sistem Proporsional Tertutup

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak terjebak pada politik partisan, harus menjaga netralitas.

Editor: Lodie Tombeg
Kolase TribunGorontalo.com
Ilustrasi pencoblosan surat suara. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak terjebak pada politik partisan, harus menjaga netralitas. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta tidak terjebak pada politik partisan, harus menjaga netralitas.

Sorontan ini berkaitan dengan isu Pemilu 2024 kembali menggunakan sistem proporsional tertutup seperti di zaman Orde Lama dan Orde Baru.

Analis demokrasi juga perpandangan wacana sistem proporsional tertutup adalah kemunduran bagi demokrasi di era reformasi.

Pengamat Politik Citra Institute Yusak Farchan menilai, inisiasi Partai Golkar mengajak parpol lain untuk menolak sistem proporsional tertutup patut diapresiasi.

Namun selain itu, pesan penting dari sikap bersama 8 parpol yang diinisiasi Golkar adalah peringatan agar KPU tetap menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara pemilu dengan menjaga netralitas dan independensinya.

"KPU tidak boleh masuk ke ranah politik praktis dengan menjadi partisan atau pendukung salah satu sistem pemilu yang ada. Tugas KPU adalah melaksanakan UU dengan menjaga netralitasnya,“ kata Yusak dalam keterangan yang diterima, Rabu (11/1/2023).

Lebih lanjut, inisiasi Golkar harus diperluas lagi dengan melibatkan parpol nonparlemen dan parpol baru peserta pemilu 2024 untuk bersama-sama menolak sistem proporsional tertutup.

“Saya kira delapan parpol pemilik kursi parlemen telah menunjukkan komitmennya terhadap keberlanjutan reformasi sistem politik Indonesia dengan tetap menjaga dan menegakkan asas kedaulatan rakyat dalam pemilu,“ ujar dia.

Yusak menilai, sistem proporsional terbuka lebih menjamin akuntabilitas dan keterlibatan rakyat dalam proses pemilu terutama dalam memilih wakil rakyat.

“Proporsional tertutup juga berpotensi memperlemah relasi antara wakil rakyat dengan masyarakat pasca pemilu. Oleh karena itu, tidak ada alasan yang argumentatif untuk mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup,“ kata Yusak.

Baca juga: Muncul Isu Sistem Proporsional Tertutup, Pengamat Ingatkan KPU untuk Jaga Netralitas

Ditambah lagi, lanjut dia, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2008 jelas memerintahkan penggunaan suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih.

Dengan sikap delapan parpol yang menolak Sistem Proporsional Tertutup, mereka menjalankan peran penting dan menjaga demokrasi.

"Saya kira perlu dipertegas lagi bahwa parpol memiliki peran penting sebagai pilar demokrasi yang harus menjaga kedaulatan rakyat. Daulat rakyat itulah esensi dari demokrasi sebenarnya,” tandas dia.

Kelebihan dan Kekurangan

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved