Bharada E

Ahli Hukum dari Trisaksi: Pasal 51 KUHP Gugurkan Pidana Bharada E, Layak Jadi JC

Ancaman pidana terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah.

Editor: Lodie Tombeg
Kolase TribunGorontalo.com
Bharada E mengikuti persidangan. Ancaman pidana terhadap Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah. 

Dalam peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022, Richard mengaku Sambo memerintahkannya mengokang senjata api sebelum menembak Yosua.

Ketika Yosua masuk ke dalam rumah, Richard mengaku dia diperintah oleh Sambo menembak rekannya sesama ajudan itu.

"Bapak langsung bilang 'Woi tembak cepat. Cepat kau tembak'," kata Richard dalam persidangan yang lalu.

Atas perbuatannya, Richard Eliezer, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'ruf didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Khusus Sambo, jaksa juga mendakwa eks Kadiv Propam itu terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Ia dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.


Layak Dapat Status "Juctice Collaborator"

Albert Aries menilai terdakwa Bharada E layak mendapat status saksi pelaku atau justice collaborator (JC) dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Penilaian itu bermula ketika salah seorang penasihat hukum Bharada E mempertanyakan kelayakan kliennya mendapatkan status JC dari LPSK.

“Ada anggapan bahwa status JC tersebut tidak bisa diterapkan kepada terdakwa. Bagaimana pendapat dari sudut pandang ahli?” tanya Penasihat Hukum Bharada E dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).

Merespons pertanyaan itu, Albert lantas menyinggung penjelasan Pasal 5 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Albert berpandangan, status justice collaborator dapat diberikan kepada seseorang yang terkait dalam suatu perbuatan tindak pidana yang bisa membuatnya berada di posisi terancam.

"Di sana dikatakan bahwa tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi atau korban di hadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya,” papar Albert.

“Berarti ini (pemberian status JC itu) dinilai secara obyektif oleh LPSK dalam memberikan perlindungan tadi," terang dia. Lebih jauh, Albert juga menilai dasar hukum syarat pemberian JC juga tercantum di Pasal 28 UU Perlindungan Saksi dan Korban.

Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini mengungkapkan bahwa JC bakal diberikan kepada pihak yang bukan merupakan pelaku utama dalam suatu tindak pidana.

Halaman
123
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved