Breaking News

Terungkap dalam Simposium Nasional, Ini 8 Ancaman yang Dihadapi Burung Maleo

Kendati kata Askhari Dg Masikki, dasar perlindungan burung unik ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999, Peraturan Menteri LHK P.106/2

TribunGorontalo.com
Burung maleo (Macrocephalon maleo) di kawasan konservasi Gorontalo(KOMPAS.com/IDHAM ALI) 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo - Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Askhari Dg Masikki menjelaskan 8 ancaman yang dihadapi burung maleo Senkawor (Macrocephalon Maleo).

“Ancaman burung maleo antara lain terjadinya alih fungsi lahan, degradasi lahan/hutan, perburuan, pengambilan telur, terjadi abrasi pantai/sungai, nesting ground tertutup tumbuhan pengganggu, terputusnya koridor/jelajah dan adanya predator alami,” kata Askhari Dg Masikki dalam Simposium nasional konservasi burung maleo Senkawor.

Kendati kata Askhari Dg Masikki, dasar perlindungan burung unik ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 1999, Peraturan Menteri LHK P.106/2018 dan Apendiks I dilarang diperdagangkan.

Apalagi, saat ini maleo masuk daftar merah IUCN tahun 2021. Artinya statusnya kini Critically endangered.

Dalam kegiatan yang sama, Kepala Balai TNBNW Supriyanto memaparkan keberadaan burung maleo di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).

“Sebaran lokasi peneluran maleo di TNBNW terdapat di 8 lokasi, 6 lokasi aktif 5 di antaranya sudah dikelola, di Tambun, Muara Pusian, Hungayono, Pohulongo dan Tumokang/Matayangan. Satu loaksi belum dikelola yaitu di Pilomanua, 2 lokasi tidak aktif di Sinondu dan Leda-leda,” ungkap Supriyanto.

Simposium nasional konservasi burung maleo Senkawor (Macrocephalon Maleo) bertema 'Maleo Warisan Dunia' digelar selama 2 hari, Senin-Selasa (21-22/11/2022) di Gedung Bapelitbangda Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel).

Kegiatan hybrid yang dilaksanakan dalam rangka Hari Maleo Sedunia ini dilaksanakan secara kolaboratif oleh Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, Wildlife Conservation Society - Indonesia Program (WCS-IP), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA), Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), ALTo dan Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (Biota).

“Maleo Senkawor adalah hewan endemik Sulawesi yang keberadaannya ada di daerah kami. Kami masyarakat dan pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan merasa bangga turut melestarikan satwa kebanggaan Indonesia,” kata Iskandar Kamaru Bupati Bolaang Mongondow Selatan.

Keseriusan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan ini bahkan diwujudkan dengan memproduksi baju batik maleo yang telah dipatenkan. 

Iskandar Kamaru menjelaskan keseriusan pemerintahnya dalam melestarikan maleo dan habitatnya ini sudah melahirkan Perda Pengungsian Satwa di koridor Tanjung Binerean yang meliputi satu kesatuan bentang alam dari wilayah pesisir hingga ke arah taman nasional Bogani Nani Wartabone yang meliputi area seluas 3000 ha.

Sulawesi Program Manager WCS-IP  Iwan Hunowu menjelaskan symposium ini dilaksanakan untuk lebih memahami tantangan konservasi, mengidentifikasi upaya dan inovasi pelestarian, serta memperluas jangkauan dan menyatukan upaya konservasi burung maleo

“Kami telah mengundang parapihak sebagai pembicara dalam seminar ini yang telah terlibat dan berjasa dalam pelestarian burung maleo senkawor,” ujar Iwan Hunowu.

Simposium menyemarakkan Hari Maleo Sedunia 21 November diikuti lebih dari 198 peserta. 

Menghadirkan sejumlah pakar sebagai pembicara utama, yaitu Drh Indra Eksploitasia MSi Direktur KKHSG Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Marcy Summer Direktur dan Co-Founder ALTo, Drh Supriyanto Kepala Balai TNBNW, Marc Argeloo naturalist dan peneliti maleo,  Pramana Yudha dosen Universitas Atmajaya dan Presiden IdOU, Alfons Patandung WCS-IP. 

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved