Brigadir J
Prediksi Putusan Sela Hakim Atas Eksepsi Ferdy Sambo hingga Hakim Agung Sebut Eksepsi Curi Start
Prediksi ahli soal putusan sela yang akan diberikan hakim terhadap eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNGORONTALO.COM - Sidang putusan sela terhadap para terdakwa pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yakni eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dkk akan digelar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022) mendatang.
Sidang putusan sela ini guna memberikan keputusan hakim mengenai eksepsi yang diajukan Ferdy Sambo beserta istrinya, Putri Candrawathi dalam sidang perdana kasus pembunuhan Brigadir J, Senin (17/10/2022) lalu.
Adapun dalam sidang lanjutan pada Kamis (20/10/2022) kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi atau nota keberatan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi tersebut.
Pakar Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting pun menjelaskan bagaimana cara agar eksepsi dapat dikabulkan oleh majelis hakim.
Baca juga: Geram Lihat Ferdy Sambo Cs Ajukan Eksepsi, Ibunda Brigadir J: Seharusnya Terima Dakwaan Jaksa
"Jadi bagaimana eksepsi itu harus diterima, pertama ya harus terkait dengan kompetensi relatif terkait dengan Pasal 84 KUHAP ayat (1) dan ayat (2)," ujar Jamin, Jumat (21/10/2022), seperti dilansir TribunGorontalo.com dari kanal YouTube KOMPASTV.
"Yaitu terkait dengan apakah pengadilan tersebut berwenang mengadili, terkait dengan locus delicti di mana tindak pidana itu dilakukan. Jadi itu yang paling utama, yang karena dia tidak berwenang untuk mengadili itu, dalam putusan sela harus diputuskan terlebih dahulu," lanjutnya.
Berdasarkan penjelasan Jamin tersebut, putusan sela bertujuan untuk memutuskan apakah PN Jakarta Selatan berwenang untuk mengadili perkara pembunuhan berencana Brigadir J.
Hal itu terkait dengan kompetensi Pengadilan berdasarkan locus delicti atau tempat kejadian perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 84 KUHAP.
Baca juga: Beda dengan Ferdy Sambo, Bharada E Pilih Tak Ajukan Eksepsi, Apa Itu Eksepsi?
Sebagaimana diketahui, kasus pembunuhan Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Namun, untuk isi eksepsi yang telah menyinggung pokok perkara seperti terkait dengan kronologi kejadian, kata Jamin, hakim sulit memutuskannya di sidang agenda putusan sela.
"Tetapi terkait dengan eksepsi materiil yang diatur dalam pasal-pasal lain, Pasal 156 KUHAP itu sangat sulit sekali untuk bisa diterima majelis dalam putusan sela dan dikabulkan, karena sudah terkait dengan pokok perkara," jelas Jamin.
Jamin mengatakan bahwa untuk mengabulkan atau menolak eksepsi dalam putusan sela, maka harus melihat klasifikasinya terlebih dahulu.
Baca juga: Kecewa meski Nilai Bharada E Tulus Meminta Maaf, Keluarga Brigadir J: Seharusnya Jangan Tembak Mati
"Jadi kita harus lihat dulu klasifikasinya, kalau dia kompetensi relatif, dapat diputuskan dalam putusan sela," sebut Jamin.
"Kalau dalam materiil terkait dengan Pasal 143 KUHAP formil, formilnya, formil mayor atau formil minor. Kalau dia mayor, itu kemungkinan bisa dikabulkan. Kalau minor, typo gitu ya, namanya Rudi tapi 'u'nya dua, itu bisa lanjut," sambungnya.
Formil mayor yang dimaksudkan ialah nama terdakwa dalam surat dakwaan dengan terdakwa yang dihadirkan dalam persidangan berbeda atau tak sesuai.
"Jadi saya kira apa yang sudah dibacakan oleh jaksa penuntut umum, tidak ada unsur yang melanggar ketentuan Pasal 84 KUHP. Jadi berwenang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengadili dan nama-namanya juga enggak ada yang mayor, yang salah," ungkap Jamin.
Baca juga: Yakini Ferdy Sambo Kalah Telak, Mantan Hakim: Tinggal Pilih Mati, Penjara Seumur Hidup atau 20 Tahun
Lebih Lanjut Jamin, menilai disinggungya pokok perkara dalam eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi ini merupakan bagian dari strategi penasihat hukum terdakwa.
"Kenapa pokok perkara dibahas oleh PH, penasihat hukum, ini strategi. Strategi pengacara supaya menghilangkan isu beredar yang dominan nanti dari jaksa penuntut umum," terang Jamin.
"Tujuannya supaya isu itu jangan beredar terus seminggu ya kalau beredar seminggu kan, opini publik terbentuk," lanjutnya.
Menurut Jamin, strategi ini bertujuan agar isu yang beredar di media berjalan dengan berimbang.
Baca juga: Apa Itu Dakwaan Kumulatif? Dakwaan Khusus untuk Ferdy Sambo yang Jadi Tersangka di 2 Kasus Yoshua
"Jadi penasihat hukum yang pertama itu dia jeli melihat media, kalau sampai dia tidak melakukan eksepsi pada hari itu maka konsumsi media adalah konsumsi JPU, dakwaannya," papar Jamin.
"Maka dihajar terus sama dia yang pertama sehingga konsumsi terbelah dua ada isu tentang JPU, dakwaannya, ada isu tentang eksepsi, jadi berimbang," sambungnya.
Sementara itu, Hakim Agung Periode 2011-2018 Gayus Lumbuun menyebut isi eksepsi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi yang sudah menyinggung pokok perkara ini sebagai curi start.
"Bagi saya seluruh penasihat hukum yang mewakili terdakwa ini bukan tidak tahu. Saya tidak mengatakan strategi, saya mengatakan dengan lebih fokus yaitu curi start, mencuri start," kata Gayus.
Baca juga: JPU: Bharada E Lakukan Ritual Berdoa sebelum Pembunuhan Brigadir J di Rumah Dinas Ferdy Sambo
"Dengan mencuri start ini dia akan membangun narasi dan narasinya itu diharapkan untuk dipahami, diyakini, dan kalau bisa mempengaruhi," sambungnya.
Meski demikian, Gayus tak yakin jika hakim akan terpengaruh dengan narasi-narasi yang beredar.
"Saya tidak yakin hakim mudah terpengaruh," sebut Gayus.
(TribunGorontalo.com/Nina Yuniar)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/gorontalo/foto/bank/originals/sidang-pertama-sambo.jpg)