Derita Warga Dudepo-Gorontalo Utara:  Listrik dan Jaringan Tak Ada, Air Pun Berasa Asin

Selain belum bisa menikmati listrik, 1.244 jiwa di desa ini juga juga belum bisa menikmati jaringan ponsel. 

Penulis: Redaksi |
TribunGorontalo.com/Sri Aprilia Mayang
Warga Desa Dudepo bertahun-tahun hidup dalam keterbatasan. Ini hanya satu dari banyak potret kesulitan yang dialami warga di Kabupaten Gorontalo Utara ini. Siswa sekolah harus melewati jembatan kayu berlubang. Perjalanan panjang ditempuh demi bisa mengenyam pendidikan. 

Laporan Sri Aprilia Mayang dari Gorontalo Utara

TRIBUNGORONTALO.COM, Kwandang -- Bertahun-tahun warga Desa Dudepo, Kecamatan Anggrek, Gorontalo Utara, hidup dalam keterbatasan. 

Selain belum bisa menikmati listrik, 1.244 jiwa warga Desa Dudepo juga juga belum bisa menikmati jaringan internet.

Paling parah, warga Desa Dudepo bahkan kesulitan air bersih. Karena merupakan daerah pesisir, warga di sini pun terpaksa bertahan dengan air asin. 

Sekretaris Desa Dudepo, Iwan Moha menceritakan bagaimana keadaan rakyatnya yang bertahan hidup di tengah kondisi yang seperti itu.

Selain hanya mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai alat penerang, warga Dudepo menjadikan mesin generator sebagai alat bantu pembangkit listrik.

Itupun generator maupun PLTS hanya dinikmati oleh sejumlah warga yang ekonominya tergolong baik.

Apalagi, generator menggunakan bahan bakar solar yang tentu harganya tidak murah dan tidak mudah didapatkan.

Kata Iwan, pada 2011 silam pemerintah pernah membangun PLTS. Namun kini tidak berfungsi. 

Seingat dia, PLTS itu terakhir berfungsi pada 2017. Artinya sudah lima tahun ini daerah itu jatuh dalam kegelapan.

“Kemudian kami membeli sendiri PLTS sederhana, yang menggunakan inverter biasa, tapi hanya dapat bertahan beberapa jam di malam hari.” curhat Iwan. 

Belum selesai dengan persoalan listrik, warga Dudepo juga harus menghadapi kesulitan air bersih. 

Saat musim kering misalnya, warga mesti sabar menempuh puluhan kilometer untuk menjangkau mata air. 

"Di sini kalau musim kemarau, mata air sumur kecil itu kering, bahkan di dusun I rasa airnya asin. Ada juga yang rela jauh-jauh mengambil air bersih di dusun sebelah, bahkan mengangkut air galon isi ulang dari pelabuhan anggrek," ungkap Iwan. 

Mengatasi kondisi itu, Kepala Desa Dudepo, Rustam Biiya sudah beberapa kali memasukkan aspirasi rakyatnya dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang).

Hanya saja beberapa pembangunan tidak sampai selesai. Pada tahun 2018 misalnya sudah ada pemasangan tiang listrik.

Namun hingga 2022 ini, kelanjutan proyek pemasangan listrik itu tidak lagi jelas. Bahkan beberapa tiang listrik sudah roboh.

"Keluhan masyarakat di sini itu yang paling utama adalah listrik, dan itu sudah saya masukan dalam Musrenbang," terangnya.

Amir Djafar, warga desa setempat merasa jika nasib mereka di pulau itu, kurang diperhatikan. Atau bahkan bukanlah prioritas. 

"Kami di sini terbilang sangat ketinggalan jaman, di daerah lain sudah lama menikmati fasilitas yang canggih, kita di sini jangankan canggih, untuk listrik dan air pun masih sangat susah.” katanya.

Apalagi jaringan internet. Seringkali anaknya kesal karena tidak bisa belajar daring. Jaringan internetnya tidak stabil.

“Ya kondisi kita seperti ini, mungkin derita yang kita alami ini kurang menarik bagi pemerintah," tukas Amir.

Pekerjaan utama para warga di desa ini adalah nelayan dan petani. Meski merasa tidak diperhatikan, warga di desa ini mengaku tetap semangat menjalani hidup. 

Bahkan anak-anak sekolah tetap menempuh pendidikannya di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, meski harus berjalan kaki melewati gunung dan jembatan kayu yang berlubang. (*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved