Rusia Telah Mengisolasi Diri, Begini Saran Presiden Prancis ke Putin

Presiden Prancis Emmanuel Macron menilai Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kesalahan bersejarah.

Editor: Lodie Tombeg
(Mikhail KLIMENTYEV/SPUTNIK/AFP) dan (FRANCE24)
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Prancis Emmanuel Macron (kanan). 

TRIBUNGORONTALO.COM, Kiev - Presiden Prancis Emmanuel Macron menilai Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan kesalahan bersejarah dan mendasar dengan menginvasi Ukraina.

Hal ini dia disampaikan dalam sebuah wawancara dengan media negara itu, Jumat (3/6/2022).

Meski demikian, lanjut Macron, Rusia tidak boleh dipermalukan sehingga ketika pertempuran berhenti, jalan keluar bisa didapatkan melalui cara-cara diplomatik.

"Saya mengatakan kepadanya (Putin) bahwa dia membuat kesalahan bersejarah dan mendasar untuk rakyatnya, untuk dirinya sendiri dan untuk sejarah," kata Macron seperti dikutip Al Jazeera.

"Saya pikir dia telah mengisolasi dirinya sendiri. Mengisolasi diri sendiri adalah satu hal, tetapi bisa keluar darinya adalah jalan yang sulit," lanjutnya.

Sementara itu, Putin pada hari Jumat menyalahkan Barat atas munculnya krisis pangan dan energi global.

Dia mengulangi tawaran pemerintahnya tentang jalur aman bagi kapal yang mengekspor biji-bijian dari Ukraina.

"Tentu saja, kami sekarang melihat upaya untuk mengalihkan tanggung jawab atas apa yang terjadi di pasar makanan dunia, masalah yang muncul di pasar ini, ke Rusia," kata Putin kepada TV Rusia.

"Saya harus mengatakan bahwa ini adalah upaya, seperti yang dikatakan orang-orang kami, untuk mengalihkan masalah ini dari kepala yang sakit ke kepala yang sehat."

Tentara Rusia telah merebut sebagian besar garis pantai selatan Ukraina selama perang 100 hari dan kapal perangnya mengontrol akses ke pelabuhan Laut Hitam negara itu.

Namun mereka terus menyalahkan Ukraina dan Barat atas terhentinya ekspor gandum Ukraina.

Dia juga mengatakan pelabuhan di bawah kendali Kyiv, khususnya, Odesa, dapat digunakan tetapi meminta perairan di sekitar pelabuhan yang dikuasai Ukraina untuk dibersihkan dari ranjau oleh Ukraina.

Rusia sebagai gantinya akan mengizinkan kapal-kapal itu melintas dengan aman, kata Putin.

Pilihan transportasi lainnya termasuk Sungai Danube melalui Rumania, Hongaria atau Polandia, tambahnya.

Seperti dilansir kantor berita TASS yang dikelola negara, Putin juga mengatakan sanksi Barat terhadap Rusia hanya akan memperburuk pasar dunia.

Dia mengatakan inflasi berasal dari "mesin cetak" dolar yang belum pernah terjadi sebelumnya selama pandemi virus Corona dan menyalahkan kebijakan Eropa yang picik karena kurangnya investasi dalam alternatif pasokan energi tradisional dan kenaikan harga.

Putin berjanji jika perairan Ukraina ditambang, Rusia tidak akan menyerang pengiriman biji-bijian dan menyarankan pengiriman dapat dilakukan dari pelabuhan Berdyansk atau negara lain, seperti Belarus.

"Tidak ada masalah untuk mengekspor biji-bijian dari Ukraina," katanya, menambahkan hal itu dapat dilakukan melalui pelabuhan Ukraina, melalui pelabuhan lain di bawah kendali Rusia, atau bahkan melalui Eropa tengah.

Putin menuduh Barat menggertak dengan mengklaim Moskow mencegah ekspor biji-bijian dari Ukraina.

Rusia dan Ukraina menyumbang hampir sepertiga dari pasokan gandum global.

Sementara Rusia juga merupakan pengekspor pupuk global utama dan Ukraina adalah pengekspor utama minyak jagung dan bunga matahari.

Konflik Rusia-Ukraina Dinilai Berubah Jadi Perang Gesekan

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, menilai konflik jangka panjang di Ukraina karena invasi Rusia berubah menjadi perang gesekan.

Bicara kepada pers Gedung Putih setelah bertemu dengan Presiden Joe Biden pada Kamis (2/6/2022), Stoltenberg mengatakan sulit memprediksi kapan dan bagaimana konflik akan berakhir.

"Perang pada dasarnya tidak dapat diprediksi," kata Stoltenberg.

"Dan oleh karena itu, kita hanya harus bersiap untuk jangka panjang karena apa yang kita lihat adalah bahwa perang ini sekarang telah menjadi perang gesekan di mana Ukraina membayar harga tinggi untuk membela negara mereka sendiri di medan perang, tetapi juga di mana kita melihat bahwa Rusia mengambil banyak korban," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa NATO bertanggung jawab memberikan dukungan kepada Ukraina, lapor Al Jazeera.

Stoltenberg mengatakan, perang atau konflik pada akhirnya akan berakhir di meja perundingan.

Dalam sebuah pernyataan, Stoltenberg memuji AS atas dukungannya kepada Ukraina selama perang.

"Presiden (Rusia) Putin menginginkan lebih sedikit NATO dan karena itu dia menginvasi Ukraina."

"Tapi dia mendapatkan lebih banyak NATO, dengan lebih banyak kehadiran NATO di bagian timur Aliansi dan juga dengan lebih banyak anggota," kata Stoltenberg, dikutip dari Newsweek.

Ia juga menilai langkah Finlandia dan Swedia untuk mengajukan keanggotaan pada aliansi sebagai keputusan bersejarah.

"Finlandia dan Swedia sebagai anggota NATO akan memperkuat NATO dan juga memperkuat ikatan transatlantik kami," kata Stoltenberg.

Namun permohonan dua negara Nordik itu terganjal Turki, karena dianggap melindungi kelompok teroris yang dilarang Ankara.

Diketahui, anggota baru dapat bergabung jika mendapat persetujuan dari semua 30 negara anggota NATO.

Selain dianggap melindungi teroris, Turki juga keberatan karena Polandia dan Swedia juga membatasi penjualan senjata ke Ankara pada 2019 setelah operasi militer Turki melawan pasukan Kurdi di Suriah utara.

Stoltenberg mengatakan aliansi tersebut bekerja untuk mengatasi kekhawatiran Turki dan "menemukan jalan bersama ke depan".

Dia juga memuji peran Ankara di NATO, menyebutnya sebagai "sekutu penting".

Kepala NATO ini menekankan bahwa aliansi tidak ingin meningkatkan konflik.

Dia memperingatkan bahwa "perang penuh" antara NATO dan Rusia akan mengakibatkan lebih banyak kematian dan kehancuran.

"Kami memberikan dukungan ke Ukraina, tapi kami bukan bagian dari konflik," katanya.

Stoltenberg menyebut sekutu NATO telah mengerahkan pasukan dan bantuan ke negara-negara sayap timur dekat Rusia untuk mengirim pesan ke Moskow terhadap kesalahan perhitungan tentang kesediaan aliansi untuk membela anggotanya.

"Ini adalah pencegahan. Itu bukan untuk memprovokasi konflik, tapi untuk mencegah konflik," katanya kepada wartawan.

Rusia Kuasai 20 Persen Ukraina

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa pasukan Rusia telah menduduki 20 persen wilayahnya.

Zelensky pada Kamis (2/6/2022) mengatakan kepada legislatif Luksemburg bahwa tentara Moskow menyerbu lebih dari 3.600 pemukiman, dengan 1.000 diantaranya berhasil direbut kembali.

Setelah menarik diri dari daerah sekitar ibukota Kiev, pasukan Rusia memfokuskan serangan di selatan dan timur Ukraina, mencetak kemenangan militer penting bulan lalu dengan merebut kota pelabuhan Mariupol.

Dilansir The Hill, Zelensky menegaskan bahwa meskipun Jumat (3/6/2022) ini menandai 100 hari invasi, Ukraina sejatinya telah memerangi Rusia selama bertahun-tahun sejak pasukannya memasuki wilayah Donbas pada 2014.

Dia mengatakan, hampir 12 juta orang Ukraina menjadi pengungsi internal dan lebih dari 5 juta telah meninggalkan negara itu sejak Rusia menginvasi pada Februari.

Ia menambahkan bahwa pertempuran berkecamuk di sepanjang garis lebih dari 1.000 kilometer dari Kharkiv di timur ke Mykolaiv di selatan.

Zelensky berterima kasih kepada rakyat Luksemburg dan pemerintahnya atas bantuan senjata ke Ukraina.

"Ini mengingatkan pada Perang Dunia II, ketika agresi Nazi mengancam kehidupan seluruh bangsa," kata Zelensky.

"Oleh karena itu, kita harus secara signifikan meningkatkan tekanan pada Rusia untuk menghentikan bencana ini dan mencegah agresi semacam itu di masa depan." (*)


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Presiden Prancis: Putin Lakukan Kesalahan Bersejarah di Ukraina, tapi Rusia Tak Boleh Dipermalukan

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved