Oknum DPRD Gorontalo Jadi Tersangka

DPRD Provinsi Gorontalo Tegaskan Tak Akan Membela Mustafa Yasin, Ini Alasannya

DPRD Provinsi Gorontalo akhirnya buka suara atas kasus yang menimpa Mustafa Yasin, Thomas Mopili menegaskan DPRD tidak akan mencampuri urusan tersebut

|
FOTO: Herjianto Tangahu, TribunGorontalo.com
PENIPUAN - DPRD Provinsi Gorontalo akhirnya buka suara atas kasus yang menimpa Mustafa Yasin, Thomas Mopili menegaskan DPRD tidak akan mencampuri urusan tersebut 
Ringkasan Berita:

 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Ketua DPRD Provinsi Gorontalo, Thomas Mopili, akhirnya angkat bicara terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana haji yang menyeret anggota DPRD dari Fraksi PKS, Mustafa Yasin.

Dalam keterangannya, Thomas menegaskan bahwa lembaga DPRD tidak akan turut campur dalam proses hukum yang kini dijalani oleh Mustafa.

"Kita menghormati proses hukum," ujarnya kepada TribunGorontalo.com, Rabu (12/11/2025).

Pria bernama lengkap Idrus Mohammad Thomas Mopili ini menegaskan, DPRD secara kelembagaan tidak memiliki wewenang untuk melibatkan diri dalam urusan hukum pribadi anggotanya. 

Menurutnya, ruang pembelaan hanya bisa dilakukan oleh fraksi atau partai politik tempat anggota tersebut bernaung.

"Kalau Fraksi PKS mau menunjuk penasehat hukum (PH) untuk membela, silakan," katanya.

Namun, Thomas menolak keras adanya usulan agar DPRD secara lembaga memberikan pembelaan terhadap Mustafa.

"Nggak boleh lah, masa DPRD membela," tegasnya.

Politisi asal Fraksi Golkar ini juga menambahkan, lembaganya tidak mungkin membela perbuatan anggota yang sedang berproses hukum, meskipun prinsip praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi.

Lebih lanjut, mantan Wakil Bupati Gorontalo Utara ini mengungkapkan bahwa Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Gorontalo juga telah menindaklanjuti kasus ini melalui sidang kode etik. 

"Kemungkinan BK agak lebih duluan karena kemarin sudah hampir rampung," ujarnya.

Baca juga: Profil Mustafa Yasin Anggota DPRD Gorontalo Tersangka Dugaan Penipuan Dana Haji Rp 2,54 Miliar

Sidang itu, kata Thomas memang tidak berkaitan secara langsung dengan proses hukum yang sedang diproses pihak kepolisian. 

Thomas juga mengimbau masyarakat tidak menggeneralisir kasus ini sebagai kesalahan kolektif DPRD.

Ia juga menegaskan, kesalahan satu anggota tidak bisa disimpulkan seluruh anggota bermasalah.

"Apa yang dilakukan oleh anggota itu, anggota itu yang bertanggung jawab," tandasnya.

Kasus yang menimpa Mustafa Yasin adalah murni persoalan pribadi dan tidak ada kaitannya dengan tugas ataupun program pemerintah di DPRD.

Di hari sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Gorontalo menetapkan Mustafa Yasin, anggota DPRD Provinsi Gorontalo, sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan penyelenggaraan haji dan umrah ilegal.

Kasus ini diungkap langsung oleh Kapolda Gorontalo Irjen Pol Widodo dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Gorontalo, Selasa (11/11/2025).

Menurut Kapolda, praktik tersebut dilakukan sejak tahun 2017 hingga 2024. Selama kurun waktu itu, tersangka berhasil memberangkatkan sejumlah jemaah ke Tanah Suci menggunakan visa kerja, bukan visa ibadah sebagaimana mestinya.

“Saat itu belum terdeteksi karena modusnya cukup rapi. Mereka merekrut calon jemaah lewat media sosial seperti Facebook, dan juga secara langsung dari rumah ke rumah hingga ke wilayah Ternate,” ujar Kapolda.

Laporan pertama diterima dari Desa Palopo, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, yang menjadi lokasi awal para korban melapor. 

Total terdapat 62 orang korban, dengan nilai kerugian mencapai Rp2,54 miliar.

Baca juga: Mustafa Yasin Anggota DPRD Gorontalo Jadi Tersangka Penipuan, Harta Kekayaannya Mengejutkan!

Setiap calon jemaah, kata Kapolda, membayar antara Rp150 juta hingga Rp175 juta. 

Dari total korban tersebut, antara lain 44 orang batal berangkat, 9 orang terhenti di Dubai, dan 32 orang sempat tiba di Jeddah.

16 orang di antaranya berhasil melaksanakan ibadah haji, meski dengan visa yang tidak sesuai aturan.

“Kasus ini kami kenakan pasal penipuan dan penggelapan serta pelanggaran terhadap Pasal 120 dan 121 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,” jelas Kapolda.

Mustafa Yasin terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.

Kapolda menambahkan, saat ini pihaknya masih mengembangkan penyidikan.

“Baru satu orang tersangka utama, yakni Mustafa Yasin. Tapi kami perkirakan bisa berkembang menjadi tiga orang lagi, termasuk mereka yang berperan mencari korban di lapangan,” ujarnya.

Dugaan sementara, motif di balik aksi ini adalah keuntungan finansial pribadi dari para calon jemaah yang menjadi korban. (*)

 

 

 

(TribunGorontalo.com/Herjianto Tangahu)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved