UMKM di Trotoar? Dosen Hukum Gorontalo Ingatkan Soal Aturan Main

Wacana pemanfaatan trotoar sebagai ruang usaha bagi pelaku UMKM di Kota Gorontalo menuai sorotan dari kalangan akademisi hukum.

|
Editor: Wawan Akuba
DOC Pribadi
TROTOAR -- Ketua Pengurus Wilayah Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (PW APHTN-HAN) Provinsi Gorontalo, Novendri M Nggilu. 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Wacana pemanfaatan trotoar sebagai ruang usaha bagi pelaku UMKM di Kota Gorontalo menuai sorotan dari kalangan akademisi hukum.

Ketua Pengurus Wilayah Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (PW APHTN-HAN) Provinsi Gorontalo, Novendri M Nggilu, mengingatkan bahwa kebijakan seperti ini tak bisa dilepaskan dari aturan main yang berlaku.

“Kami sudah mencermati polemik ini dan merasa perlu menyampaikan pernyataan sikap sebagai bentuk tanggung jawab moril atas tegaknya kepatuhan hukum di daerah,” ujar Novendri dalam keterangan resminya, Jumat (17/10/2025).

Pernyataan ini merespons rencana pemanfaatan trotoar di Jalan Eks Andalas dan Jalan Hos Cokroaminoto sebagai ruang ekonomi baru bagi UMKM.

Menurut Novendri, ada sejumlah aspek hukum yang harus diperhatikan sebelum kebijakan ini dijalankan.

Salah satunya adalah soal kewenangan. Berdasarkan Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 2014, pengelolaan jalan dibagi berdasarkan statusnya.

Jika trotoar berada di jalan provinsi, maka kewenangan penuh ada di tangan pemerintah provinsi.

“Pemerintah kabupaten/kota tidak bisa mengambil kebijakan sepihak tanpa kerja sama atau persetujuan resmi dari Gubernur,” tegasnya.

Tak hanya itu, Novendri juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap fungsi trotoar.

Ia mengingatkan bahwa trotoar secara hukum diperuntukkan bagi pejalan kaki, sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Penggunaan trotoar untuk berjualan bisa mengganggu keselamatan dan kenyamanan publik, bahkan berpotensi dikenai sanksi pidana,” tambahnya.

PW APHTN-HAN Gorontalo juga menyinggung sejumlah regulasi lain yang relevan, termasuk UU No. 38 Tahun 2004 dan PP No. 34 Tahun 2006 yang mewajibkan izin dari penyelenggara jalan untuk pemanfaatan ruang jalan, serta UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menekankan pentingnya asas kewenangan yang sah dan kepastian hukum.

“Intinya, jangan sampai niat baik membuka ruang ekonomi justru menabrak aturan. Pemerintahan yang baik harus tetap berpijak pada hukum,” tutup Novendri.

PW APHTN-HAN mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama, memastikan bahwa setiap kebijakan yang menyentuh ruang publik tetap mengedepankan prinsip hukum, keselamatan, dan tata kelola yang tertib.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved