Berita Gorontalo
Warga Tabongo Gorontalo Protes Pabrik Tepung Kelapa: Sumur Kami Bau Limbah!
Polemik keberadaan pabrik tepung kelapa CV Star Bio di Desa Tabongo Timur, Kabupaten Gorontalo, kembali mengemuka.
Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Polemik keberadaan pabrik tepung kelapa CV Star Bio di Desa Tabongo Timur, Kabupaten Gorontalo, kembali mengemuka.
Warga yang merasa terdampak mendatangi DPRD Kabupaten Gorontalo untuk menyampaikan keluhan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama pemerintah desa, forum masyarakat, perusahaan, dan anggota dewan, Senin (6/10/2025).
Pabrik tepung kelapa itu diketahui mulai beroperasi pada awal 2010-an. Namun, pada 2013 pemerintah daerah sempat menutupnya karena ditemukan dugaan pencemaran lingkungan.
Meski sempat melakukan perbaikan teknis dan mencoba beroperasi kembali, keluhan warga mengenai sumur tercemar, bau menyengat, dan kebisingan mesin masih terus terdengar hingga kini.
Beberapa warga bahkan menuding perusahaan pernah berupaya melanjutkan produksi secara diam-diam meskipun sudah mendapat penolakan masyarakat sekitar.
Dalam forum tersebut, warga menyuarakan langsung keresahan mereka.
Rostin Paramata, seorang lansia yang rumahnya berdempetan dengan pabrik, mengaku kehidupannya berubah sejak pabrik itu berdiri.
“Pindahkan saja perusahaan. Sumur saya sudah terkena limbah dan suaranya bising. Tidak ada yang saya mau, hanya pindahkan saja,” ujar Rostin tegas di hadapan anggota dewan.
Keluhan warga diperkuat oleh Forum Pembela Rakyat Wilayah Provinsi Gorontalo. Ketua Umum forum tersebut, Rahman Patingki, menilai keberadaan pabrik sejak awal memang tidak tepat karena terlalu dekat dengan permukiman.
“Pabrik ini terlalu dekat dengan rumah warga. Dulu juga sudah pernah ditutup karena masalah lingkungan. Kalau sekarang dipaksakan beroperasi lagi di lokasi yang sama, masalah pasti akan terus berulang,” kata Rahman.
Kepala Desa Tabongo Timur, Hariyanto N. Ismail, mengungkapkan bahwa pemerintah desa sempat menjajaki kerja sama dengan CV Star Bio melalui BUMDes, namun akhirnya dibatalkan karena penolakan warga.
“Kami sempat berkomunikasi dengan pihak pabrik, bahkan ada wacana kerja sama untuk meningkatkan pendapatan desa dan memberdayakan masyarakat. Tapi karena warga menolak, kami dan BUMDes memutuskan mundur,” jelasnya.
Hariyanto menegaskan bahwa desa tetap terbuka terhadap investasi, namun kepentingan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama.
“Prinsipnya, investasi boleh, tapi harus sesuai aturan dan memperhatikan hak masyarakat,” ujarnya.
Perwakilan perusahaan, Kiki Megasari, menyampaikan bahwa sebagian besar persyaratan operasional sudah dipenuhi.
“Yang belum terpenuhi hanya poin lima tentang tenaga kerja perempuan, karena pabrik belum sepenuhnya beroperasi. Untuk pembinaan, kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan dinas terkait,” kata Kiki.
Ia menambahkan, instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sedang dalam tahap akhir dan tinggal menunggu kedatangan mesin dari Jawa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.