Mapala Gorontalo Meninggal

Kondisi Mohamad Jeksen Diungkap Senior Mahasiswa Gorontalo 'Muka Bengkak Tak Berbentuk'

Kondisi fisik korban diungkap oleh La Ode Amar, senior MJ di salah satu paguyuban mahasiswa.

|
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Fadri Kidjab
TribunGorontalo.com/Herjianto Tangahu
KONDISI KORBAN -- Suasana para mahasiswa berkumpul di RSUD Aloei Saboe Gorontalo. Seorang mahasiswa mengungkap kondisi Mohamad Jeksen sebelum meninggal. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Muhamad Jeksen (MJ), meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) pada Senin (22/9/2025).

Kondisi fisik korban diungkap oleh La Ode Amar, senior MJ di salah satu paguyuban mahasiswa.

La Ode menjemput MJ setelah menerima pesan MJ yang memintanya untuk diantar ke rumah sakit. 

Amar yang awalnya mengira Jeksen hanya mengalami luka ringan terkejut saat melihat kondisinya di sekretariat Mapala.

"Mukanya bengkak sudah tidak berbentuk," ungkap Amar kepada TribunGorontalo.com, Senin (22/9/2025).

Ia menjelaskan bahwa bengkak tersebut menjalar dari pipi hingga leher. Hal ini membuat Jeksen kesulitan berbicara dan harus berkomunikasi melalui tulisan di handphone.

Jeksen sempat dibawa ke RS Bunda, namun karena penuh, ia dipindahkan ke RS Aloei Saboe Gorontalo. Amar mengaku sempat bertanya mengenai penyebab luka tersebut.

"Saya sempat tanya, katanya terbentur," kata Amar menirukan jawaban korban.

Belakangan, Amar mengetahui bahwa Jeksen memiliki riwayat penyakit hemofilia sejak kecil, yang membuat tubuhnya sangat rentan terhadap benturan.

Pagi harinya, Amar terkejut saat mendapat kabar bahwa Jeksen telah meninggal dunia.

Baca juga: Sebelum Meninggal Dunia, Muhamad Jeksen Mengeluh Sakit saat Diksar Mapala Gorontalo

Jeksen mengeluh sakit

DIKSAR - Kondisi Muhamad Jeksen, mahasiswa Gorontalo yang meninggal usai diksar mapala, Senin (22/9/2025). Muhammad Jeksen ternyata penderita Hemofilia. Lantas seperti apa penyakit itu?
DIKSAR - Kondisi Muhamad Jeksen, mahasiswa Gorontalo yang meninggal usai diksar mapala, Senin (22/9/2025). Muhammad Jeksen ternyata penderita Hemofilia. Lantas seperti apa penyakit itu? (Dok. pribadi)

Sementara itu, Ali Rajab, kerabat dekat korban, juga membenarkan bahwa Jeksen sudah mengeluhkan sakit selama kegiatan diksar. Ia menyebut Jeksen dijemput dalam kondisi sudah sakit dari lokasi diksar.

Saat ini, jenazah Jeksen rencananya akan diautopsi. Orang tua korban sedang dalam perjalanan dari Muna, Sulawesi Tenggara, menuju Gorontalo.

Pihak kampus, khususnya Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS), juga telah menjenguk korban di rumah sakit.

Jeksen derita hemofilia

Salah satu faktor yang membuat kondisi MJ menjadi sangat rentan adalah penyakit bawaan yang dideritanya sejak kecil, yakni hemofilia.

Hemofilia adalah kelainan genetik yang memengaruhi kemampuan darah untuk membeku dengan normal. 

Pada kondisi ini, tubuh tidak memiliki cukup faktor pembekuan darah atau faktor pembekuan darah tidak bekerja dengan baik. 

Akibatnya, meskipun hanya mengalami luka kecil atau benturan ringan, penderita hemofilia bisa mengalami perdarahan yang berkepanjangan dan berpotensi mengancam nyawa.

Ada beberapa jenis hemofilia, yang paling umum adalah hemofilia A dan B. 

Penderita hemofilia umumnya menunjukkan gejala berupa mudah memar, pendarahan internal pada otot atau sendi, hingga pendarahan hebat akibat cedera kecil. 

Pada kasus yang parah, bahkan benturan ringan yang tampaknya sepele bisa menjadi fatal.

MJ diketahui memiliki hemofilia sejak lahir, sehingga tubuhnya sangat rentan terhadap benturan. 

Saat mengikuti kegiatan Diksar Mapala, meski terlihat sebagai latihan fisik yang rutin bagi banyak mahasiswa, tubuh MJ tidak mampu menahan tekanan fisik yang terjadi. 

Benturan pada wajah dan leher yang mungkin bagi orang lain hanya memicu memar ringan, bagi MJ menjadi kondisi kritis karena perdarahan internal yang sulit dikendalikan.

Hemofilia merupakan penyakit yang memerlukan penanganan medis cepat, terutama ketika terjadi cedera atau perdarahan. 

Penderita biasanya harus mendapat faktor pembekuan darah secara intravena untuk menghentikan pendarahan. 

Sayangnya, di lapangan atau saat kegiatan luar ruang seperti Diksar, akses terhadap penanganan medis dan transfusi darah bisa terbatas, sehingga risiko bagi penderita hemofilia meningkat signifikan.

Selain itu, penderita hemofilia juga memerlukan pengawasan ekstra dalam setiap aktivitas fisik. 

Latihan berat, olahraga kontak, atau aktivitas alam bebas seperti mendaki dan berkemah memiliki risiko tinggi terhadap perdarahan internal yang tidak terlihat secara kasat mata. 

Tanpa penanganan cepat, komplikasi dapat berkembang pesat, dan kondisi kritis seperti yang dialami MJ.

 

(tribungorontalo.com/ht)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved