SAKSI KATA GORONTALO
SAKSI KATA Andi Taufik: Ada Penyusup Aksi di Simpang Lima Kota Gorontalo
Andi Taufik, kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Gorontalo membagikan kesaksiannya saat aksi demonstrasi
Penulis: Herjianto Tangahu | Editor: Wawan Akuba
TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Andi Taufik, kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Gorontalo membagikan kesaksiannya saat aksi demonstrasi di Simpang Lima Kota Gorontalo 01 September 2025 lalu.
Aksi di perbatasan antara Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo itu belakangan berujung ricuh.
Ia menjadi satu dari 11 mahasiswa yang ditangkap aparat kepolisian kala itu.
Kesaksian Andi diceritakan secara terbuka ketika hadir sebagai narasumber di segmen Saksi Kata TribunGorontalo.com.
Acara yang disiarkan live itu dipandu oleh Content Manager TribunGorontalo.com, Aldi Ponge, bersama narasumber lain yakni Ketua DPD (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) Gorontalo, Muhammad Arif Hidayatullah Bina, Senin (8/9/2025).
Baca juga: Viral Anak Menkeu Purbaya, Yudo Sadewa Tuai Sorotan Usai Sindir Sri Mulyani di Media Sosial
Menurut Andi, penangkapannya terjadi ketika ia melintas di kawasan trafic light Andalas.
Saat itu ia hendak menuju titik kumpul di Kampus III Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
“Saya dikejar motor trail beranggotakan dua orang Brimob,” ujarnya.
Andi mengaku kemudian ditangkap. Meski begitu, lebam yang dialaminya kini sudah berangsur pulih.
Setelah ditahan seharian di Mapolda Gorontalo, ia menyebut tidak ada lagi tindak kekerasan yang diterimanya.
Andi membeberkan bahwa aksi tersebut sebenarnya sudah melalui konsolidasi sejak sehari sebelumnya.
Sebanyak 25 organisasi mahasiswa sepakat untuk turun ke jalan, dan jumlah itu bertambah pada hari pelaksanaan aksi.
“Di paginya itu sudah membludak menjadi 35 organisasi,” jelasnya.
Menurutnya, rencana aksi yang mereka bangun adalah aksi damai.
Namun, keadaan berubah saat mobil utama penggerak sound system kehabisan bahan bakar.
Kekosongan sekitar 30 menit inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.
Andi menyebut adanya penyusup yang memicu kericuhan dengan cara membakar water barrier.
Padahal, kesepakatan aksi hanya akan ada pembakaran ban.
“Ada beberapa orang yang coba untuk menyusupi aksi ini karena ingin dibentrokan kita dengan aparat,” tegasnya.
Ia bahkan menduga ada mahasiswa yang ikut bekerja sama dengan penyusup tersebut.
Andi menegaskan dirinya sama sekali tidak terlibat dalam perusakan pos polisi.
Dokumentasi Humas Polda juga menguatkan bahwa ia bukan pelaku.
Ketika bentrok mulai pecah, Andi justru berupaya menenangkan massa.
Ia meminta agar tidak ada pelemparan ke arah polisi, bahkan sampai bersujud memohon kepada rekan-rekannya.
“Bahkan saya hadir menjadi tameng saat ada polisi yang hendak dilempari oleh massa aksi,” ungkapnya.
Namun nahas, posisinya yang berada di tengah membuat dirinya ikut terkena lemparan batu hingga mengenai dadanya.
Andi kemudian termasuk di antara 11 mahasiswa yang ditahan dan diperiksa.
Selama pemeriksaan, ia dicecar 34 pertanyaan seputar aksi, asalnya, hingga perannya dalam demonstrasi.
Selain menjelaskan perannya, Andi juga membeberkan alasan mengapa massa aksi di Simpang Lima Telaga tidak bergabung dengan massa di Bundaran Saronde.
Menurutnya, masing-masing aliansi membawa isu berbeda, meski tetap ada isu nasional yang dititipkan secara lintas aliansi.
PMII, kata Andi, mengangkat isu soal tunjangan DPR dan mendorong agar parlemen membahas kembali UU Perampasan Aset sebagai solusi kasus korupsi.
Bagi Andi, perjuangan di jalanan bukanlah hal baru.
Ia mengaku sudah dua kali ditangkap polisi dalam aksi berbeda, namun keduanya tidak terbukti bersalah.
Yang membuatnya terus bersemangat adalah pesan terakhir almarhum ibunya.
“Tetap berdiri dalam keadaan benar, ketika merasa benar silahkan maju,” ucap Andi mengenang chat terakhir mendiang ibu.
Pesan itu, menurutnya, menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi segala resiko perjuangan.
Meski keluarga sering khawatir, Andi meyakinkan bahwa setiap langkahnya sudah ia ukur.
Sebagai catatan, kericuhan aksi mahasiswa di Simpang Lima Telaga pada 1 September 2025 sempat menghebohkan Gorontalo.
Bentrokan pecah setelah aparat mengerahkan water canon untuk membubarkan massa.
Mahasiswa merespons dengan pelemparan batu, hingga kejar-kejaran pun tak terhindarkan.
Sebanyak 11 mahasiswa ditangkap dan dibawa ke Mapolda Gorontalo.
Setelah menjalani pemeriksaan sekitar 24 jam, mereka akhirnya dipulangkan pada malam berikutnya dengan syarat penandatanganan pernyataan untuk tidak terlibat dalam aksi anarkis.
Meski begitu, bagi mahasiswa, pembebasan tersebut bukanlah akhir dari perjuangan.
Aspirasi yang mereka suarakan tetap dianggap sebagai bagian dari sumbangsih terhadap bangsa. (*/Jian)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.