UMP Provinsi
Buruh Dorong Kenaikan Upah 10,5 Persen di Tahun 2026, Menaker dan Pemerintah Angkat Bicara
Ribuan buruh kembali menuntut kenaikan upah 10,5 persen untuk 2026. Bagaimana tanggapan Menaker dan pengusaha? Simak selengkapnya!
TRIBUNGORONTALO.COM -- Tuntutan buruh untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 sebesar 8,5 persen hingga 10,5 persen kembali mengemuka.
Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja, termasuk Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, turun ke jalan dalam aksi demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR pada 28 Agustus 2025, menyuarakan aspirasi mereka agar upah minimum tahun depan meningkat sesuai kebutuhan hidup layak.
Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menjelaskan bahwa angka 8,5 persen hingga 10,5 persen merupakan hasil perhitungan berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-VII/2009, yang menetapkan kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"Memang tanggal 22 September ketika aksi buruh KSPSI AGN dan KSPI, Mbak Puan sebagai Ketua DPR sudah menerima tapi belum detail. Nanti kita buka tanggal 30 September, pimpinan DPR bisa menerima kembali, kita akan sampaikan detail," kata Said Iqbal dalam konferensi pers
Inflasi diperkirakan mencapai 3,23 persen, pertumbuhan ekonomi berkisar 5,1 persen hingga 5,2 persen, dan indeks tambahan diusulkan sekitar 1,0 persen hingga 1,4 persen.
Siti, anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), menambahkan bahwa kenaikan upah tersebut penting untuk menjaga daya beli pekerja, mengingat Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tahun 2025 sudah meningkat sekitar 7–9 persen dibanding tahun sebelumnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan bahwa usulan kenaikan upah tersebut perlu kajian lebih lanjut.
Ia menilai angka 10,5 persen terlalu cepat untuk direalisasikan dan menekankan pentingnya mekanisme yang sudah diatur melalui Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional (LKS Tripnas).
Menaker menegaskan bahwa proses penetapan upah minimum melibatkan kajian dari pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja, sehingga setiap keputusan harus melalui partisipasi yang matang dari semua pihak.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan, Bob Azam, menilai bahwa kenaikan upah minimum tidak boleh dilihat dari satu sisi saja.
Ia menekankan pentingnya sosial dialog dan forum tripartit untuk membahas kenaikan upah dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan politik yang ada.
"Ada sosial dialog dan tripartite forum, kenapa tidak dimaksimalkan. Mengingat situasi politik dan keamanan kita sedang rawan. Mestinya kita menahan diri jangan melihat satu hal saja, mestinya kita tidak melihat upah minimum hanya sebagai satu-satunya faktor kesejahteraan pekerja, tapi ecosystem pengupahan yang harus dikembangkan dan social dialogue-nya," katanya.
Menurutnya, kesejahteraan pekerja tidak hanya ditentukan oleh upah minimum, tetapi juga oleh ekosistem pengupahan secara keseluruhan dan sosial dialog yang efektif antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah.
Menaker Yassierli menambahkan bahwa proses penetapan upah minimum masih panjang dan memerlukan pertimbangan berbagai masukan.
Pemerintah telah menerima masukan dari pengusaha maupun buruh, dan kajian tersebut terus dipertajam sebelum keputusan final diumumkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.