Berita Viral

Kematian Byron di Bali: Keluarga Temukan Jantungnya Hilang Saat Autopsi Kedua

Byron ditemukan tak bernyawa di kolam renang vila pribadinya di Bali saat berlibur pada Senin (26/5/2025).

TribunBali/Zaenal Nur Arifin
BERITA VIRAL -- Orang tua Byron, Robert dan Chantal Haddow, mengekspresikan kemarahan sekaligus duka mendalam atas perlakuan otoritas di Indonesia. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Kasus kematian tragis turis asal Australia, Byron James Dumschat (23), yang ditemukan tewas di sebuah vila di Bali kini kembali menghebohkan publik.

Bukan hanya karena penyebab kematiannya yang masih menyisakan tanda tanya, tetapi juga karena fakta mengejutkan yang ditemukan keluarga saat melakukan autopsi kedua di Australia, organ jantung Byron tidak ada dalam tubuhnya.

Diketahui, ia ditemukan tewas di sebuah vila di Kelurahan Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung.

Byron ditemukan tak bernyawa di kolam renang vila pribadinya di Bali saat berlibur pada Senin (26/5/2025).

Jenazahnya dipulangkan ke Australia pada Juni lalu. Namun, baru kemudian terungkap bahwa organ vitalnya tidak ikut serta.

Temuan mengejutkan ini baru diketahui saat keluarga melakukan autopsi kedua di Australia, empat minggu setelah kematiannya.

Orang tua Byron, Robert dan Chantal Haddow, mengekspresikan kemarahan sekaligus duka mendalam atas perlakuan otoritas di Indonesia.

"Kami mengalami penundaan demi penundaan, setengah kebenaran, dan keheningan," kata mereka dalam pernyataan yang dirilis kuasa hukum di Bali, melansir Kompas.com.

Baca juga: Ketua Mapala Butaiyo Nusa FIS Universitas Negeri Gorontalo Diskorsing Satu Tahun hingga Terancam DO

"Tubuh Byron baru dipulangkan hampir empat minggu setelah kematiannya. Namun dua hari sebelum pemakaman, kami diberitahu oleh Koroner Queensland bahwa jantungnya telah diambil dan ditinggalkan di Bali — tanpa sepengetahuan kami, tanpa persetujuan, tanpa alasan hukum atau moral. Ini tidak manusiawi. Ini benar-benar menghancurkan," tegas mereka.

Ibunda Byron, Chantal, menambahkan, betapa berat pukulan tersebut bagi keluarganya.

"Kami sempat lega ketika akhirnya mendapatkan jenazahnya kembali di Australia. Kami pikir setidaknya bisa mengucapkan selamat tinggal dan memakamkannya," tutur Chantal.

"Tapi mengetahui jantungnya diambil tanpa sepengetahuan siapa pun, bahkan konsulat di Bali, itu benar-benar mengejutkan," ujar dia.

Sejumlah kejanggalan mengiringi kasus ini.

Sertifikat kematian Byron di Bali menyebutkan penyebabnya adalah tenggelam.

Namun, Byron dikenal sebagai perenang andal dengan tinggi badan 178 cm, sementara kedalaman kolam vila hanya 150 cm.

Lebih jauh, tubuhnya penuh luka memar dan goresan, bahkan ada bercak darah pada handuk yang membungkus jasadnya.

Chantal meyakini putranya tidak meninggal karena kecelakaan biasa.

"Tidak ada yang masuk akal dari penjelasan mereka tentang Byron yang tenggelam di kolam renang."

"Saya yakin ia dijebak, dibius, dirampok, dan semuanya berakhir buruk. Itu pendapat saya," katanya.

Kasus ini membuat pejabat senior Australia di Bali dan Jakarta menyampaikan protes resmi kepada pemerintah Indonesia.

Konsulat Jenderal Australia di Bali juga telah menyampaikan kekhawatiran keluarga kepada pihak rumah sakit.

Kasus kematian Byron kini sedang dalam penyelidikan terbuka di Coroners Court of Queensland.

Australian Federal Police (AFP) juga dilibatkan untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Bali.

Sementara itu, Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga.

Baca juga: Usai Kematian Mahasiswa, Mapala FIS BTN Universitas Negeri Gorontalo Dibekukan, Panitia Kena Sanksi

"Kami memberikan bantuan konsuler kepada keluarga warga Australia yang meninggal di Bali. Namun karena alasan privasi, kami tidak bisa memberikan komentar lebih jauh," demikian pernyataan DFAT.

Sementara itu, Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof Ngoerah, Denpasar, Bali, menjelaskan secara rinci terkait jenazah Byron Haddow yang dipulangkan ke Brisbane tanpa jantung.

Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Prof Ngoerah, dr I Made Darmajaya mengatakan, proses autopsi terhadap jenazah WNA tersebut berdasarkan permintaan dari penyidik Polsek Kuta Utara pada 4 Juni 2025.

Kemudian, pihaknya melakukan pemeriksaan mikroskopis jaringan atau patologi anatomi dan analisis toksikologi berupa pengambilan organ jantung untuk mengetahui penyebab kematian korban.

"Jadi pada kasus tertentu, jantung memang perlu diambil secara utuh karena menentukan tempat di mana kelainan jantung ditemukan tidaklah mudah."

"Mengeraskan atau fiksasi istilahnya dalam dunia forensik itu, jaringan utuh jelas memerlukan waktu lebih panjang daripada sampel organ," kata Darmajaya saat konferensi pers di aula RSUP Prof Ngoerah Denpasar, Rabu (24/9/2025).

Ia mengatakan, pemeriksaan pantologi anotomi terhadap organ jantung korban ini memerlukan waktu sekitar satu bulan untuk mendapatkan hasil yang akurat.

Sementara, jenazah korban dipulangkan lebih dahulu ke Australia atas permintaan keluarga.

Proses pemulangan jenazah ini melibatkan pihak ketiga.

"Jadi karena memang ini kan perlu proses lama pemeriksaan kita, jadi, jadi jenazah beliau duluan, setelah ada pemeriksaan jantung yang komplit baru disusulkan."

"Jadi karena hal ini disebabkan karena waktu lebih panjang diperlukan untuk memproses jantung yang bersangkutan untuk bisa mencapai syarat untuk dilakukan pemeriksaan patologi," kata dia.

Darmajaya juga membantah bahwa organ jantung WNA tersebut sengaja ditahan untuk dijual maupun dijadikan sebagai bahan penelitian di RSUP Prof Ngoerah.

"Jadi, saya juga seorang ahli bedah, ya. Untuk saraf itu harus donor hidup atau yang belum mati otak."

"Kalau jenazah sampai sudah sekian hari, apalagi sudah lima hari, tentu, ya, eh, statement seperti itu harusnya tidak dikait-kaitkan sebetulnya," kata dia.

Di tempat yang sama, Kepala Instalasi Forensik RS Ngoerah, dr Kunthi Yulianti, mengaku heran kenapa kasus ini tiba-tiba kembali menjadi sorotan.

Baca juga: Dana Belum Cair? Ini 5 Alasan KIP Kuliah 2025 Tertunda dan Cara Mengatasinya

Sebab, dr Nola Margareth Gunawan selaku dokter penanggungjawab autopsi terhadap korban, telah memberikan penjelasan kepada pihak keluarga yang dijembatani oleh konsulat Australia terkait persoalan ini pada Juli 2025 lalu.

Saat itu, pihak keluarga sudah memahami dan menyatakan tidak keberatan terkait adanya proses pemeriksaan patologi anatomi tersebut.

"Sebenarnya kasus ini, bagi keluarga dan konsulat udah selesai, di bulan Juli itu dan organnya sudah dikembalikan."

"Keluarga sudah berkomunikasi dengan dokter Nola dalam hal ini tidak ada permasalahan. Jadi kenapa sekarang ramai, saya juga ingin bertanya?" kata dia.

Di sisi lain, Polres Badung mengungkap penyebab kematian Byron James Dumschat (23), yang sebelumnya disebut Byron Haddow.

Pejabat Sementara (PS) Kasubsipenmas Sihumas Polres Badung, Aiptu Ni Nyoman Ayu Inastuti, mengatakan bahwa berdasarkan hasil autopsi oleh dokter forensik RSUP Prof Ngoerah Denpasar, penyebab kematian Byron diduga karena keracunan alkohol.

"Penyebab kematian korban Byron James Dumschat meninggal dunia dari seluruh temuan (positive findings) yang ditemukan pada pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang orang ini."

"Maka ahli menyimpulkan bahwa temuan yang paling besar kemungkinannya untuk menjadi sebab kematian orang ini adalah intoksikasi ethanol," kata dia dalam keterangan tertulis pada Rabu (24/9/2025).

Inastuti mengatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil setelah tim dokter forensik menemukan adanya kadar ethanol dalam jumlah besar pada organ tubuh korban sehingga berdampak pada kondisi fisik dan psikisnya.

"Adanya ethanol dalam jumlah besar pada seluruh sampel yang diambil, ditambah pula dengan adanya duloxetine (yang sayangnya belum dapat ditentukan kadarnya), membuat kemungkinan penekanan sistem saraf pusat serta gangguan penilaian/kognitif menjadi sangat besar peluangnya."

"Gangguan penilaian/kognitif ini berpotensi pula mengakibatkan orang ini tidak mampu mengeluarkan dirinya dari air," kata dia.

Ia mengungkapkan bahwa korban tewas di kolam renang vila setempat pada Senin (26/5/2025), sekitar pukul 08.00 WITA.

Namun, kematian korban baru dilaporkan ke Polsek Kuta Utara pada Jumat (30/5/2025), sekitar pukul 12.45 WITA.

Menurut keterangan sejumlah saksi, korban tinggal di vila tersebut bersama temannya, berinisial BPW.

Pada malam sebelum kejadian, mereka sempat terlihat berpesta miras bersama dua orang teman perempuannya yang berasal dari Melbourne, Australia.

"Saat BPW bangun tidur di pagi hari sekitar jam 08.00 WITA, dia menemukan Byron James Dumschat telah mengapung di kolam renang vila, dan dua orang perempuan yang bersama-sama dengan korban telah menghilang," kata dia.

Sementara itu, saksi lainnya sempat mendengar tangisan perempuan dari dalam vila tersebut sekitar pukul 08.00 WITA.

Saat itu, saksi melihat ada empat WNA di dalam vila yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki.

Tak lama kemudian, tiga orang WNA itu keluar dari lokasi.

Sedangkan satu WNA laki-laki masih terlihat tergeletak di kursi kayu kolam dalam posisi tengadah dan hanya mengenakan celana dalam warna coklat.

Kemudian, sekitar pukul 10.00 WITA, terlihat dua buah mobil ambulans masuk ke dalam vila secara bergiliran.

"Kemudian pukul 14.00 WITA, datang satu mobil ambulans yang masuk ke TKP membawa pergi korban," kata Inastuti.

 

Artikel ini telah tayang di BanjarmasinPost.co.id

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved