Berita Nasional

Waspada! Mi Instan Indonesia Diprotes Otoritas Luar Negeri karena Mengandung Zat Kimia Berbahaya

Mi instan Indonesia kembali jadi sorotan usai otoritas luar negeri temukan kandungan zat kimia berbahaya di salah satu produknya.

|
eljohn
DITARIK - Mi instan di sebuah pusat perbelanjaan di Indonesia. Mi instan Indonesia kembali jadi sorotan usai otoritas luar negeri temukan kandungan zat kimia berbahaya di salah satu produknya. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Mi instan asal Indonesia kembali menjadi sorotan setelah otoritas luar negeri melaporkan adanya kandungan zat kimia berbahaya dalam salah satu produknya.

Temuan ini membuat publik di tanah air terkejut sekaligus waspada, mengingat mi instan selama ini menjadi makanan cepat saji yang sangat populer dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan.

Menurut laporan resmi yang dirilis pada Kamis (11/9/2025), produk tersebut diketahui mengandung senyawa kimia yang tidak sesuai dengan standar keamanan pangan di negara tujuan ekspor. 

Zat itu disebut dapat menimbulkan efek samping bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jangka panjang.

Baca juga: Gaji ASN Bakal Diubah Jadi Single Salary, Benarkah Pendapatan Jadi lebih Besar? Ini Kata Kemenkeu

Otoritas terkait di luar negeri bahkan telah mengimbau warganya untuk tidak mengonsumsi batch tertentu dari mi instan Indonesia tersebut hingga investigasi lebih lanjut selesai dilakukan.

Pihak berwenang di dalam negeri sendiri hingga kini masih menunggu klarifikasi resmi dari produsen terkait serta hasil koordinasi dengan lembaga pengawas makanan di negara lain.

Dilansir dari TribunBekasi.com, Otoritas di luar negeri yang melaporkan adanya kandungan berbahaya pada mi instan yakni otoritas Taiwan.

Sedangkan produk mi instan yang jadi sasarannya yakni mi instan Indomie rasa Soto Banjar Lumau Kulit.

Mi instan ini diduga mengandung residu pestisida etilen oksida pada tingkat yang tidak memenuhi standar di negara tersebut.

Baca juga: Kapan Cair BSU Ketenagakerjaan September 2025? Ini Kata Kemnaker yang Wajib Kamu Catat!

Etilen oksida merupakan senyawa kimia yang biasa digunakan dalam industri, salah satunya untuk sterilisasi peralatan medis dan bahan kimia dasar dalam produksi deterjen maupun plastik. 

Namun, zat ini tidak diperuntukkan bagi makanan karena paparan berlebihan dapat menimbulkan efek kesehatan serius.

Menurut catatan lembaga kesehatan internasional, etilen oksida berpotensi menyebabkan iritasi pada mata dan kulit, gangguan pernapasan, hingga meningkatkan risiko kanker jika terpapar dalam jangka panjang. 

Itulah sebabnya sejumlah negara menetapkan batas ketat terhadap keberadaan residu pestisida ini dalam produk pangan.

Dilansir dari keterangan resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Taiwan, Kamis (11/9/2025), batch Indomie tersebut memiliki batas kedaluwarsa 19 Maret 2026. Saat ini, Pusat Keamanan Pangan (CFS) Taiwan sedang menyelidiki apakah produk yang dimaksud memang diimpor ke Hong Kong.

Baca juga: BSU September 2025 Jadi Trending, Ini Penjelasan Kemnaker Soal Pencairan Bantuan Subsidi Upah

Otoritas Hong Kong juga meminta warganya untuk membuang dan tidak mengonsumsi produk Indomie varian rasa Soto Banjar Limau Kulit dengan batch yang dimaksud.

Sedangkan produk yang didapatkan melalui pembelian daring atau perjalanan internasional tidak dapat dikecualikan.

Sementara itu, pihak CFS akan tetap waspada dan memantau setiap perkembangan baru serta mengambil tindakan yang tepat bila diperlukan. 

Sebagai informasi, etilen oksida merupakan bahan kimia yang dapat menimbulkan efek samping berbahaya bagi kesehatan jika terpapar secara langsung.

Banyak industri menggunakan etilen oksida untuk membuat produk baru. Namun, etilen oksida tidak diperuntukkan di sektor makanan atau minuman. 

Baca juga: Diskon Terbaru Alfamart dan Indomaret 12-14 September 2025, Cek Promo Harga Minyak Goreng Termurah

Mengutip American Chemistry Council, senyawa ini serbaguna dan berharga untuk membantu membuat produk sehari-hari yang tak terhitung jumlahnya.

Misalnya, digunakan untuk membuat pembersih rumah tangga, barang perawatan pribadi, membuat kain, dan mengubah bahan mentah menjadi bentuk yang lebih berguna.

Penggunaan etilen oksida yang kecil tetapi penting adalah sterilisasi peralatan medis.

Diperkirakan lebih dari 50 persen dari semua perangkat medis disterilkan dengan etilen oksida. 

Dikutip dari CDC, efek samping etilen oksida untuk kesehatan jika Anda terpapar meliputi: sakit kepala, sakit perut, muntah, diare, kesulitan bernapas, mengantuk, merasa lemah atau lesu, menjadi sangat lelah, mengalami luka bakar pada mata dan kulit, hingga memiliki masalah reproduksi.

Bahaya etilen oksida yang muncul bervariasi tergantung situasinya, seperti berapa banyak etilen oksida yang terpapar, berapa lama, dan apa yang dilakukan. 

Jika paparan etilen oksida bersifat kronis, efek sampingnya dapat menyebabkan kanker.

Baca juga: Masih di Angka Rp2 Juta per Gram, Cek Harga Emas Hari Ini 12 September 2025 dari Antam hingga UBS

Pernyataan BPOM tentang produk Indomie yang ditarik dari peredaran di Taiwan

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan produk Indomie Rasa Ayam Spesial yang ditarik dari peredaran di Taiwan, aman untuk dikonsumsi.

Melalui keterangan yang dirilis di situs pom.go.id, BPOM menyebut produk mi instan tersebut aman dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.

 BPOM menjelaskan bagaimana produk mi instan tersebut bisa dilarang dan berujung pada penarikan oleh pihak otoritas di Taiwan.

"Otoritas Kesehatan Kota Taipei melaporkan keberadaan EtO pada bumbu produk mi instan merek Indomie Rasa Ayam Spesial produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sebesar 0,187 mg/kg (ppm). Taiwan tidak memperbolehkan EtO pada pangan," tulis BPOM dalam keterangannya, Kamis (27/4/2023).

BPOM kemudian menjelaskan metode analisis yang dilakukan Taiwan FDA (Badan Pengawas Makanan dan Obat- obatan di Taiwan).

 "Metode analisis yang digunakan oleh Taiwan FDA adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE), yang hasil ujinya dikonversi sebagai EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm," tulis BPOM.

Baca juga: BSU September 2025 Jadi Trending, Ini Penjelasan Kemnaker Soal Pencairan Bantuan Subsidi Upah

Kata BPOM, Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

"Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain seperti Amerika dan Kanada," tulis BPOM.

Hal itu yang menjadikan landasan BPOM menyebut produk mi instan itu aman dikonsumsi karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar.

Menurut BPOM, sampai saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah World Health Organization/Food and Agriculture Organization (WHO/FAO) belum mengatur batas maksimal residu EtO.

"Beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida," ungkap BPOM.

BPOM pun telah melakukan sejumlah langkah antisipasi guna melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah terjadinya temuan berulang terhadap produk sejenis yang berpotensi terhadap reputasi produk Indonesia.

Baca juga: 20 Instansi Resmi Umumkan Alokasi Formasi PPPK Paruh Waktu 2025 bagi Tenaga Non-ASN Lulus Seleksi

"BPOM menerbitkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida sebagai upaya pro aktif pemerintah memberikan perlindungan masyarakat dan acuan bagi pelaku usaha untuk segera melakukan mitigasi risiko," jelas BPOM.

Kemudian, melakukan sosialisasi/pelatihan secara berkala kepada asosiasi pelaku usaha dan eksportir produk pangan termasuk eksportir ke Taiwan, terkait dengan peraturan terbaru yang berlaku di negara tujuan ekspor.

"Lalu, mengusulkan EtO dan 2-CE sebagai priority list contaminant for evaluation by Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA)," tulis BPOM.

BPOM juga telah memerintahkan pelaku usaha termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan mitigasi risiko guna mencegah terjadinya kasus berulang.

BPOM meminta agar pelaku usaha menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.

BPOM juga telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan Otoritas Kesehatan Kota Taipei. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribunbekasi.com dan Tribunnews.com

Sumber: Tribun bekasi
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved