Kasus Korupsi Chromebook

1,2 Juta Chromebook & Rp 9 Triliun: Fakta Mengejutkan di Balik Kasus Nadiem Makarim

Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, sebagai tersangka

Editor: Wawan Akuba
KOLASE
KASUS KORUPSI -- Nadiem saat berjalan digiring. Ia menggunakan rompi pink hingga tertunduk. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, sebagai tersangka kelima dalam perkara korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Penetapan ini diumumkan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, dalam konferensi pers di Jakarta Selatan pada Kamis, 4 September 2025.

Usai pemeriksaan, Nadiem langsung ditahan. Ia tampak mengenakan rompi tahanan berwarna pink dan diborgol.

Dalam kondisi tersebut, ia menyatakan, “Saya tidak melakukan apa pun. Tuhan akan melindungi saya, kebenaran akan keluar. Allah akan mengetahui kebenaran.”

Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat proyek ini mencapai Rp 1,98 triliun, meski angka final masih menunggu audit dari BPKP.

Nadiem menegaskan bahwa sepanjang hidupnya, ia menjunjung tinggi kejujuran dan integritas.

“Bagi saya seumur hidup saya integritas nomor satu, kejujuran adalah nomor satu. Allah akan melindungi saya Insyaallah,” ujarnya.

Sebelum Nadiem, empat individu telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka:

Sri Wahyuningsih (SW): Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020–2021

Mulyatsyah (MUL): Direktur SMP Kemendikbudristek 2020

Ibrahim Arief (IBAM): Konsultan perorangan

Jurist Tan (JT/JS): Mantan staf khusus Mendikbudristek

Peran Masing-Masing Tersangka

1. Jurist Tan Diduga telah merancang pengadaan Chromebook sejak Agustus 2019, sebelum Nadiem menjabat.

Ia membentuk grup WhatsApp dan melobi agar Ibrahim Arief menjadi konsultan di PSPK.

Pada Februari dan April 2020, Nadiem disebut bertemu dengan pihak Google untuk membahas rencana tersebut, termasuk tawaran co-investment 30 persen dari Google.

2. Ibrahim Arief Mengarahkan tim teknis untuk menyusun kajian Chrome OS. Pada 17 April 2020, ia mendemonstrasikan Chromebook dalam rapat Zoom yang dipimpin langsung oleh Nadiem.

3. Sri Wahyuningsih Meminta tim teknis menyelesaikan kajian dan memilih Chrome OS melalui e-katalog.

Ia mengganti PPK Bambang Hadi Waluyo dengan Wahyu Hariadi karena dianggap tidak mampu menjalankan instruksi.

Pada 30 Juni 2020, Wahyu bertemu penyedia dari PT Bhinneka Mentari Dimensi di Hotel Arosa untuk memproses pengadaan.

4. Mulyatsyah Menginstruksikan penggunaan Chrome OS dalam pengadaan TIK untuk SMP.

Ia menyusun petunjuk teknis berdasarkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang diterbitkan oleh Nadiem.

5. Nadiem Makarim Diduga memimpin rapat tertutup via Zoom dengan Google Indonesia pada 6 Mei 2020.

Peserta diwajibkan memakai headset. Rapat ini membahas pengadaan Chromebook, meski proses pengadaan belum dimulai.

Sekitar awal 2020, Nadiem membalas surat dari Google untuk ikut serta dalam proyek tersebut.

Sebelumnya, tawaran Google sempat ditolak oleh Mendikbud era Muhadjir Effendy karena hasil uji coba dinilai tidak cocok untuk sekolah di daerah tertinggal.

Nadiem kemudian menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mengunci spesifikasi Chrome OS dalam lampirannya.

Akibatnya, pengadaan TIK senilai Rp 9,3 triliun untuk 1,2 juta unit Chromebook dinilai tidak optimal karena sistem operasi tersebut sulit digunakan oleh guru dan siswa.

Kejagung menyebut tindakan ini melanggar sejumlah regulasi, termasuk Perpres 123/2020, Perpres 16/2018 jo 12/2021, serta Peraturan LKPP 7/2018 jo 11/2021.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved