Walpres Gibran Digugat

Gibran dan KPU Digugat Warga Terkait Ijazah Setara SMA, Sidang Dimulai 8 September

Gugatan tersebut terkait keabsahan ijazah setara SMA yang digunakan Gibran saat mencalonkan diri sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Tribunnews/Igman
DITUNTUT -- Gugatan yang tercatat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, akan memasuki sidang perdana pada Senin, 8 September 2025. 

TRIBUNGORONTALO.COM -- Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi digugat perdata oleh seorang warga bernama Subhan Palal.

Gugatan tersebut terkait keabsahan ijazah setara SMA yang digunakan Gibran saat mencalonkan diri sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Gugatan yang tercatat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, akan memasuki sidang perdana pada Senin, 8 September 2025.

Penggugatnya adalah seorangw arga bernama Subhan Palal.

Salah satu petitum gugatan ini menyebutkan, Gibran dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) patut membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun. 

Baca juga: Update Harga Emas Batangan Hari Ini Kamis 4 September 2025: Antam, Galeri24, UBS

Baca juga: Dipercaya Sejak 2018, Sopir Bank Jateng Balas dengan Kabur Bawa Rp10 Miliar

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum.

Lantas Seperti Apa Penyebabnya?

Penyebab Wapres Gibran digugat adalah karena ijazahnya yang dikeluarkan sekolah setara SMA di luar negeri dinilai tak memenui syarat pencalonan Capres.

Berdasarkan informasi yang diunggah KPU pada laman infopemilu.kpu.go.id, Gibran diketahui menamatkan pendidikan setara SMA di dua tempat, yaitu Orchid Park Secondary School Singapore pada tahun 2002-2004 dan UTS Insearch Sydney, Australia pada tahun 2004-2007.

Dalam program Sapa Malam Kompas TV, Subhan menjelaskan, dua institusi itu tidak memenuhi syarat pendaftaran cawapres.

“Karena di UU Pemilu itu disyaratkan, presiden dan wakil presiden itu harus minimum tamat SLTA atau sederajat,” ujar Subhan dalam program Sapa Malam yang ditayangkan melalui Youtube Kompas TV, Rabu.

Subhan mengatakan, KPU tidak berwenang untuk menentukan apakah dua institusi luar negeri ini setara dengan SMA di dalam negeri

Menurutnya, meskipun institusi di luar negeri itu setara SMA, UU Pemilu saat ini tegas menyebutkan kalau syarat Presiden dan Wakil Presiden adalah tamatan SLTA, SMA, atau sederajat.

“Meski (institusi luar negeri) setara (SMA), di UU enggak mengamanatkan itu. Amanatnya tamat riwayat SLTA atau SMA, hanya itu,” katanya.

Bantah Motif Politik

Subhan mengatakan, gugatannya ini merujuk pada definisi SLTA atau SMA yang disebutkan dalam UU Pemilu yang menurutnya merujuk pada sekolah di Indonesia.

“Ini pure hukum, ini kita uji di pengadilan. Apakah boleh KPU menafsirkan pendidikan sederajat dengan pendidikan di luar negeri,” lanjut Subhan.

Subhan mengatakan, sebelum menggugat ke PN Jakpus, ia pernah melayangkan gugatan serupa ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta.

Baca juga: Kado Listrik Ceria di Hari Pelanggan Nasional 2025, PLN Luncurkan Promo Tambah Daya Diskon 50 Persen

Baca juga: Rakyat Bergerak, Negara Bungkam: 9 Nyawa dan 17+8 Tuntutan yang Mengguncang Indonesia

Tapi, saat itu, gugatannya tidak diterima karena PTUN merasa sudah kehabisan waktu untuk memproses gugatan terkait pencalonan Gibran.

“Penetapan dismissal. Karena dari segi waktu PTUN Jakarta tidak lagi berwenang memeriksa sengketa berkaitan dengan surat penetapan KPU berkaitan dengan penetapan paslon capres cawapres makanya gugatan penggugat tidak diterima, begitu ya,” kata Presenter Kompas TV Frisca Clarissa saat membacakan penetapan PTUN yang ditunjukkan Subhan.

Dalam sesi wawancara ini, Subhan tidak menyebutkan kapan penetapan itu diputuskan PTUN. Tapi, diketahui, putusan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi dibacakan pada 22 April 2024.

Tidak lama setelah itu, PDI-P menggugat pencalonan Gibran ke PTUN Jakarta.

Putusannya sendiri dibacakan pada 25 Oktober 2024 tanpa mengubah status Gibran.

Subhan membantah ada aktor-aktor politik yang membekingi dirinya untuk menggugat Gibran.

Ia mengaku menggugat Gibran dan juga KPU atas niat sendiri, bukan dorongan orang lain.

“Saya maju sendiri. Enggak ada yang sponsor,” kata Subhan. Ia mengatakan, gugatannya ini juga berangkat dari dugaan KPU sempat mengalami tekanan ketika Gibran mencalonkan diri.

“Saya lihat, hukum kita dibajak nih kalau begini caranya. Enggak punya ijazah SMA (tapi bisa maju Pilpres). Ada dugaan, KPU kemarin itu terbelenggu relasi kuasa,” lanjutnya.

Subhan menegaskan, keputusannya menggugat Gibran murni karena ingin memperjelas hukum di Indonesia.

Baca juga: Brave Pink dan Hero Green Viral Dimedsos, Ini Makna dan Cara Ikut Ganti Foto Profil Online

Baca juga: Gempa Bumi Terkini SR 2.7 Menguncang Wilayah Maluku, Indonesia BMKG: Kedalaman 10Km

Ia mengatakan, hal ini terbukti dari petitum gugatannya yang mengharuskan Gibran untuk membayarkan uang ganti rugi kepada negara, bukan kepada dirinya atau kelompok tertentu.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum. Sidang perdana gugatan perdata terhadap Gibran dan KPU RI akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025) di PN Jakpus.

 

Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved