TRIBUNGORONTALO.COM — Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, memilih untuk tidak menanggapi tantangan debat publik dari influencer Salsa Erwina Hutagalung.
Tantangan itu muncul setelah pernyataan Sahroni yang menyebut seruan “bubarkan DPR” sebagai ucapan “orang tolol sedunia” viral dan menuai kritik.
Salsa, melalui akun Instagram @salsaer, menantang Sahroni untuk berdebat terbuka di hadapan publik, dengan juri profesional dan jika memungkinkan, bertaraf internasional.
“Yang ngatain rakyat tolol, sini aku tantang debat kamu @ahmadsahroni88 dari partai @official_nasdem. Kita buktikan siapa yang sebenernya tolol dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyat!” tulis Salsa.
Namun Sahroni menolak. Dalam unggahan Instagramnya, ia menyatakan tidak akan meladeni ajakan debat tersebut.
“Ane gak akan ladenin org yg ajak debat ane, ane mau bertapa dl bia pinter krn ane masih bloon. ane ini masih bego,” tulis Sahroni.
Ia juga mengunggah foto Salsa sedang berbicara di televisi, menyindir dengan nada sarkastik:
“Jauh yah ibu ini ... lg Lomba debat di denmark yah ?? selamat ya bu ssmoga debat nya menang dan terus menang... Ibu juara dan juaraa.”
Klarifikasi Sahroni: “Bukan Masyarakat yang Saya Maksud Tolol”
Sahroni sebelumnya menyatakan bahwa kritik terhadap DPR sah-sah saja, namun ia menolak bentuk cacian yang menurutnya bisa merusak mental.
Ia menegaskan bahwa istilah “orang tolol sedunia” bukan ditujukan kepada masyarakat umum, melainkan kepada pola pikir yang menganggap DPR bisa dibubarkan begitu saja.
“Kan gue tidak menyampaikan bahwa masyarakat yang mengatakan bubarkan DPR itu tolol, kan enggak ada,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa pernyataannya telah disalahpahami dan digoreng seolah-olah menghina rakyat.
Menurutnya, pembubaran DPR tidak masuk akal jika hanya didasarkan pada isu gaji dan tunjangan anggota.
“Maka itu enggak make sense kalau pembubaran DPR, cuma gara-gara yang tidak dapat informasi lengkap tentang tunjangan-tunjangan itu.”
Sejarah Politik dan Argumen Demokrasi
Sahroni juga menyinggung sejarah politik Indonesia, seperti upaya Gus Dur yang gagal membubarkan DPR dan dekrit Bung Karno yang berhasil melakukannya karena konflik dengan parlemen.