TRIBUNGORONTALO.COM – Sebanyak 16 miliar kredensial akun, termasuk milik Apple, Google, Facebook, hingga layanan pemerintah, telah bocor ke publik.
Melihat jumlahnya, kebocoran ini bahkan disebut sebagai kebocoran data terbesar sepanjang sejarah internet.
Menurut laporan dari situs teknologi Cybernews, kebocoran masif ini terjadi akibat ulah beberapa malware infostealer (pencuri informasi) yang berhasil membobol dan membocorkan 30 kumpulan data (dataset) berbeda.
Setiap dataset ini berisi puluhan juta hingga lebih dari 3,5 miliar catatan akun, menjadikan totalnya melampaui angka 16 miliar.
Google dan FBI Langsung Bereaksi
Raksasa teknologi Google langsung mengeluarkan peringatan kepada miliaran penggunanya agar segera mengganti kata sandi mereka.
Menyusul kemudian peringatan serupa dari Apple, Meta (Facebook), dan perusahaan teknologi besar lainnya.
Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) juga mengeluarkan peringatan kepada publik, khususnya masyarakat AS, tentang meningkatnya risiko serangan phishing, teknik penipuan siber yang memancing korban untuk mengklik tautan berbahaya, terutama yang dikirim melalui SMS.
Data Baru, Ancaman Nyata
Yang mengerikan, menurut Cybernews, 29 dari 30 kumpulan data yang bocor sebelumnya belum pernah dipublikasikan, artinya data ini masih baru, kemungkinan besar masih aktif dan relevan.
Ini menjadikan situasi jauh lebih berbahaya karena para pelaku kejahatan siber kini memiliki akses ke data terkini milik individu dan lembaga.
Tak berhenti sampai di situ, para peneliti keamanan siber menyebut bahwa setiap beberapa minggu, muncul dataset baru berisi jutaan data tambahan.
Ini menunjukkan bahwa aktivitas malware infostealer masih aktif dan terus menyasar korban.
“Ini bukan sekadar kebocoran. Ini adalah cetak biru untuk eksploitasi massal,” ujar tim peneliti.
“Dengan lebih dari 16 miliar data login yang terbuka, para penjahat siber kini punya akses tak terbatas untuk melakukan pembajakan akun, pencurian identitas, dan phishing yang sangat terarah.”