Karimu Kolor Ijo Gorontalo

Mahasiswi di Kos-kosan Bone Bolango Gorontalo Resah dengan Isu Karimu si "Kolor Ijo"

Editor: Wawan Akuba
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RESAH KARIMU - Potret kos-kosan mahasiswi di Bone Bolango, Gorontalo. Ibu kos mengaku resah dengan isu teror Karimu si Kolor Ijo Gorontalo.

Reporter: Inayah Nuraulia Mokodongan, Mawar Hardiknas Tasya Datunsolang, Sri Yolanda Tangahu, dan Nurfiska K rahman

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Isu kemunculan sosok misterius yang dikenal sebagai “Karimu” atau lebih populer dengan sebutan Kolor Ijo, kembali menggemparkan masyarakat di Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.

Sosok ini disebut-sebut melakukan aksi teror terhadap warga, terutama perempuan, dengan cara mengintai bahkan mencoba masuk ke pemukiman secara diam-diam, terutama saat malam hari.

Ketakutan mulai menyelimuti sejumlah kos-kosan di daerah sekitar kampus dan kawasan pemukiman mahasiswa.

Para penghuni, mayoritas perempuan, mengaku merasa resah dan mengalami gangguan psikis akibat ancaman yang belum jelas asal-usulnya itu.

Pemilik Kos: Banyak yang Trauma

Mas’ar Yuliana Nanue, pemilik Kos Rafalya di Desa Butu, Kecamatan Tilongkabila, mengaku telah menerima banyak keluhan dari para penghuni kosnya.

Ia menyebut bahwa gangguan yang dilakukan sosok Karimu telah menyebabkan trauma, terutama di kalangan mahasiswi yang tinggal sendiri.

“Bagi saya pribadi, mendingan dia itu di sel saja. Karena dia sudah membuat warga Gorontalo tidak nyaman, terlebih untuk Bone Bolango. Banyak anak-anak kos yang trauma, bahkan ada laporan masuk dari penghuni kos saya sendiri,” ujar Mas’ar.

Menurutnya, teror biasanya terjadi di malam hari. Pelaku diduga muncul diam-diam, mengintai dari kejauhan, atau bahkan mencoba membuka pintu-pintu rumah warga.

Mahasiswi Jadi Takut Keluar Malam

Ketakutan juga dirasakan oleh Firginia Pakaya, mahasiswi Universitas Negeri Gorontalo yang tinggal di kawasan Kampus 4.

Ia mengaku semenjak isu ini merebak, dirinya jadi jarang keluar malam dan selalu memeriksa kunci kamar berkali-kali.

“Saya cukup takut, karena kan saya cuma ngekos sendiri. Takutnya dia masuk ke kos saya. Sekarang jadi lebih waspada, jarang pulang larut malam,” katanya.

Hal serupa dirasakan Nurain Nggilu, mahasiswi yang masih menetap di Kos Karina.

Halaman
12