TRIBUNGORONTALO.COM – Wacana pemakzulan Wakil Presiden RI terpilih, Gibran Rakabuming Raka, kembali mencuat ke permukaan.
Kali ini, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD, menyoroti peran akun Kaskus dengan nama "Fufufafa".
Menurut Mahfud, jika terbukti akun tersebut berkaitan dengan Gibran, hal itu dapat menjadi alasan kuat untuk memakzulkan putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Mahfud MD dalam tayangan "Terus Terang" yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, pada Selasa (10/6/2025).
"Kalau kalau kalau Fufufafa itu benar diungkap dan benar itu menyangkut Gibran, itu sudah jadi alasan yang sangat kuat untuk itu gitu ya," jelas Mahfud MD.
Kendati demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa meskipun bukti Fufufafa terbukti kuat, proses pemakzulan tetap tidak akan berjalan mudah.1
"Jadi itu bisa, tetapi kan tidak mudah," tambahnya.
Syarat dan Tahapan Pemakzulan yang Berliku
Mahfud MD kemudian memaparkan syarat-syarat konstitusional dalam proses pemakzulan presiden maupun wakil presiden, yang dapat dilakukan secara satu paket atau terpisah.
Diketahui, surat desakan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari Forum Purnawirawan TNI tertanggal 26 Mei 2025 kabarnya telah sampai di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Wakil Ketua Komisi XIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira, mengungkapkan bahwa surat tersebut akan dibacakan dalam rapat paripurna.
Namun, Mahfud MD mengingatkan bahwa proses di DPR sendiri tidak akan mudah.
Ini disebabkan sebagian besar anggota DPR saat ini merupakan pendukung kabinet Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka.
"Gini syaratnya itu harus melalui beberapa lembaga. Satu, begitu surat masuk itu harus diproses di internal DPR. Nanti pimpinan DPR itu membuat disposisi, 'tolong nih dibahas dong' kepada komisi, kepada baleg, atau bisa juga kepada semua fraksi untuk menanggapi ini," jelas Mahfud.
Proses internal di DPR memerlukan sidang paripurna yang dihadiri minimal dua per tiga anggota untuk menyatakan apakah usulan pemakzulan diteruskan atau tidak.
Jika kuorum terpenuhi, usulan harus disetujui oleh dua per tiga dari anggota yang hadir.
"Kalau melihat konfigurasi koalisi dan oposisi sekarang itu kan sulit. Karena, jangankan untuk mencapai dua per tiga yang hadir atau menyetujui gitu, untuk mencapai sepertiga aja susah," lanjut Mahfud.
"Karena sekarang sudah bertumpuk di wali, sehingga bisa saja kalau kalau lihat komposisi partai totalnya delapan di parlemen itu, Satu PDIP tujuh lawan yang konfigurasinya pendukung Pak Prabowo," katanya.
"Mungkin yang tidak tidak jelas-jelas berkoalisi Nasdem sama PKS. Nah, yang lain sudah dalam koalisi itu dan itu tidak sampai sepertiga kayaknya kalau digabung ya jumlah itu atau lebih sedikit gitu. Pasti, tidak mencapai dua per tiga," ujarnya.
Proses Lanjutan di Mahkamah Konstitusi dan MPR
Mahfud MD menerangkan, jika usulan pemakzulan berhasil lolos di DPR, proses akan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Di MK, proses ini bisa memakan waktu hingga tiga bulan untuk menilai perkara, dengan adanya tahapan saling membela dan mendakwa.
"Sesudah itu, lanjut ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi itu perlu waktu 3 bulan paling lama untuk menilai ini. Saling membela, saling mendakwa. Impeachment itu pendakwaan artinya saling mendakwa, kemudian ada yang membela dan seterusnya. Tiga bulan maksimal Mahkamah Konstitusi," jelas Mahfud MD.
Jika MK memutuskan adanya kesalahan, usulan akan kembali ke DPR untuk dilihat komposisi hakimnya, dan belum tentu lolos di sana.
"Kalau lolos, kembali ke DPR serahkan lagi ke MPR. Nah, DPR bersidang lagi apa ini diteruskan ke MPR apa tidak? Di MPR kalau setuju harus ada tiga perempat yang hadir. Dua per tiga dari tiga perempat ini setuju," paparnya.
Pemakzulan Dibuat Sulit demi Stabilitas
Mahfud MD menegaskan bahwa proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden memang sengaja dibuat tidak mudah.
"Jadi prosesnya itu tidak mudah dan ini memang dibuat untuk mempersulit cara menjatuhkan presiden. Karena memang presiden tuh harus tidak mudah dijatuhkan lah. Harus kuat sistem presiden dan wapres," katanya.
Namun, ia juga menambahkan bahwa hukum adalah produk politik.
"Tetapi tidak juga mudah, kan hukum itu produk politik. Selalu balik ke teori itu ya. Semua kalau politiknya berubah, maka hukum bisa menyesuaikan dia. Semua yang tadinya sulit menjadi mudah sekali," pungkas Mahfud MD, menyiratkan bahwa dinamika politik dapat memengaruhi jalannya proses hukum. (*)