13 tahun kemudian, pasutri penjual pentol ini akhirnya berangkat naik haji pada tahun ini.
"Saya setiap hari kami menabung minimal Rp10.000. Meski sedikit, alhamdulillah uang bisa terkumpul dan kami dapat berangkat naik haji," tutur Sumino.
Untuk mengumpulkan uang berangkat naik haji, Sumino pun harus berhadapan dengan berbagai cobaan.
Ia bersama istrinya harus pandai mengelola keuangan lantaran harus menghidupi lima anaknya.
Sumino saat ini tinggal di rumah sederhana bersama istri dan lima anaknya.
Untuk memasak pentol corah, Sumino menggunakan tungku kayu bakar.
Setiap hari, Sumino menghabiskan lima hingga sepuluh kilogram tepung terigu untuk membuat pentol corah.
Prosesnya pun dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lama dan menguras banyak tenaga.
"Kami sudah puluhan tahun membuat pentol dengan cara tradisional. Kami bersyukur bisa menjalaninya setiap hari."
"Dan dari hasil jualan pentol alhamadulillah sekarang kami bisa berangkat haji. Saya pun sampai menangis karena bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada keluarga kami," kata Nur Hasanah.
Berkat kerja keras dan ketekunan, jerih payah Sumino dan Nur Hasanah kini menuai hasil manis.
Perjuangan melawan terik panas matahari dan guyuran hujan saat musim penghujan, menjadikan uang yang dikumpulkan dapat digunakan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.
Jelang keberangkatan pada 17 Mei 2025, pasangan ini tetap berdagang seperti biasa, sambil menyiapkan perlengkapan ibadah.
Dari gerobak sederhana mereka telah membuktikan, bahwa dengan sabar, tekun, dan doa yang tak putus, impian sebesar haji pun bisa dicapai dari jalan yang sederhana.
Sementara itu, sebanyak 106 calon jemaah haji asal Kabupaten Cirebon mengalami nasib tragis di tahun 2025 ini.