Komentar beliau lebih foKus kepada sensasi yang akan ditimbulkan oleh postingan saya, kenapa saya bilang sensasi? karena saya disamakan dengan provokator yang dapat menimbulkan potensi konflik antara masyarakat dan pemerintah desa.
Saya tidak heran, kenapa komentarnya seperti itu, karena saya yakin kepala desa ini tidak punya jawaban yang rasional atas kebijakannya.
Parahnya lagi, beliau menganggap, orang yang mempertanyakan sebuah kebijakan melalui media social adalah orang yang tidak beradab.
Sangat rendah ukuran beradab dan tidak beradabnya seseorang di mata kepala desa ini, karena mengukurnya melalui postingan media social, padahal memposting apapun di media sosial adalah hak setiap individu, selagi dia tidak menyerang individu orang lain.
Jangan hanya dusunnya yang dirubah menjadi kota, mental pemimpinnya juga harus dirubah. Apalagi di zaman yang mulai serba digital seperti sekarang.
Platform media sosial saat ini telah menjadi akses bagi semua orang untuk mendapatkan informasi. Bahkan, digunakan untuk mengkampanyekan keberhasilan program pemerintah.
Jadi, pemerintah desa di manapun, sebaiknya tak perlu 'anti' akan pertanyaan tentang kebijakannya. Sebab, semua orang berhak untuk mempertanyakan apapun yang menyangkut dengan urusan publik. Bapak-bapak yang terhormat juga digaji oleh APBN. (*)