Berangkat dari Pasal 7 dan Pasal 8 itu, maka, presiden yang sudah pernah menjabat dua periode tidak boleh menjadi wakil presiden.
"Di titik ini tentu jadi masalah serius karena begitu presiden mangkat, lalu presidennya yang telah dua periode secara konstitusional dia akan otomatis melanggar pembatasan masa jabatan," kata Fery kepada Kompas.com, Rabu (14/9/2022).
Menurut Fery, pasal-pasal dalam konstitusi saling berkaitan. Oleh karenanya, Pasal 7 UUD tidak bisa dibaca sendiri tanpa mengaitkan dengan pasal-pasal lainnya.
"Pasal-pasal di konstitusi saling terkait. Membacanya tidak bisa hanya letterlijk (harafiah), tapi juga maknanya," ujarnya. Persoalan lain jika Jokowi jadi wapres ialah menyangkut tradisi ketatanegaraan.
Menurut Feri, tidak lumrah jika presiden kemudian menjadi wakil presiden. Sebab, menjadi presiden berarti telah mencapai puncak karier tertinggi dalam bernegara.
Sementara, wakil presiden merupakan orang nomor dua di pemerintahan. Feri menilai, orang yang sudah pernah menjabat sebagai presiden, apalagi dua periode, akan kehilangan marwahnya jika kemudian menjadi wakil presiden.
"Jadi tidak elok kemudian dirusak tradisi ini jika kemudian seorang presiden mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden," kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas itu.
Sementara, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai, menempatkan Jokowi sebagai wakil presiden berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.
Sebabnya, Jokowi telah menjabat sebagai presiden dua periode, sepuluh tahun lamanya.
"Saya kira besar (potensi penyalahgunaan kekuasaan). Sepuluh tahun (pemerintahan Jokowi) saja situasinya sudah seperti ini, banyak abuse of power, banyak keanehan-keanehan, banyak ketidakadilan dari sisi hukum, banyak oligarki," kata Firman kepada Kompas.com, Rabu (14/8/2022).
Lagi pula, kata Firman, selama dua periode pemerintahan Jokowi, masih banyak persoalan negara yang belum teratasi.
Misalnya, soal lemahnya demokrasi. Jika Jokowi menjadi wakil presiden, justru melanggengkan masalah-masalah yang sama ke depan.
Padahal, seandainya kursi RI-1 dan RI-2 dijabat oleh wajah baru, sangat mungkin problem di era kepemimpinan Jokowi teratasi.
"Jadi kalau tetap ada seorang Jokowi di pojok sana ya saya kira tidak ada satu perubahan dari mereka yang selama ini sudah cukup berkuasa, akan ikutan juga berkepanjangan kekuasaannya," ujar Firman.
Tak hanya dari kalangan akademisi, wacana Jokowi jadi cawapres juga ditolak sejumlah partai politik, seperti Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).