Namun, penghubung kiai itu merespons dengan mengatakan 'Oh nanti aja, Pak'.
Suharso pun melanjutkan ceritanya.
"Maka sampailah dalam, setelah keliling itu ketemu, lalu dibilang pada saya, 'Gini Pak Plt, kalau datang ke beliau-beliau itu, mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. “
Lalu alumnus magister University of Standard, Palo Alto, Amerika Serikat itu, melanutkan;
“Wah saya nggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung, peci, Qur'an atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini'. Gitu. “
Dalam bahasa Inggris, Suharso menukas; “Then I have to provide that one. Everywhere,"
(Lalu, saya pun harus menyedian salah satunya —ole-ole, tanda-mata, sarung, Quran, peci-0. Dimanapun itu (saya berkunjung).”
“.. jika sehabis pertemuan tidak ada amplop, itu terasa hambar. Suharso mengaku tengah membenahi hal ini.”
"Dan setiap ketemu, Pak, ndak bisa, Pak, bahkan sampai hari ini. Kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu nggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. "
"This is the real problem that we are fixing today," (inilah masalah yang ada sekarang dan kami akan benahi hari ini)."
Gus Miftah
Sebelumnya, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah (41), Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman, Jogyakarta, menilai pernyataan Suharso sebagai penghinaan kepada kiai dan pesantren.
"Kali ini Anda menghina kiai dan pesantren dengan kalimat yang menyakitkan, “ujar Gus Miftah dalam postingan yang diunggah dj akun Instagram pribadinya, Kamis (18/8/2022).
Menurut Gus Miftah, sebagai santri yang biasa sowan ke kiai untuk tabarukan dan ngalap berkah, pernyataan itu harus diklarifiksi dan Suharso harus memohon maaf.
“Saya meminta Anda untuk klarifikasi dan minta maaf!!!" ujar Gus Miftah.
Istilah tabarukan, adalah silafrurahim meminta berkah” oleh santri atau jamaah kepada kiai.
Tradisi itu juga meminta doa dan nasehat atas segala masalah.
Gus Miftah dikenal sebagai kiai muda yang berdakwah untuk kaum pinggiran.
Ia adalah keturunan ke-9 Kiai Muhammad Ageng Besari, pendiri Pesantren Tegalsari di Ponorogo.
Saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia aktif di Pegerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). organisasi kader yang berafiliasi ke Nahdlatul 'Ulama. (*)