GORONTALO, TRIBUN-GORONTALO.COM, — Pidato 'Amplop Kiai' dari Ketua Umum DPP PPP Suharso Monoarfa (67 tahun), dalam seminar bertajuk "Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk PPP, di Gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Senin (15/8/2022) lalu, menuai sorotan tajam dari kalangan pesantren, kiai, dan santri.
Isi pidato itu menyinggung masih ada tradisi memberi amplop ke kiai saat kunjungan ke pesantren.
Ternyata sebagian isi pidato itu duisampaikan dalam bahasa Inggris.
Tak urung, elite Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tiga hari terakhir, dirudung susah.
Melalui Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, Kamis (18/8/2022), DPP PPP sudah meminta maaf.
Pernyataan kontroversi Suharso itu dimulai dengan menyebut konteks kejadiannya.
Baca juga: Fadel Muhammad: Hari Senin Gugatan Hukum Rp 100 Miliar Resmi Diajukan
Disebut itu terjadi pada salah satu pesantren di Jawa, saat dia masih menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum DPP PPP beberapa tahun lalu.
Suharso mulai menjabat pelaksana tugas Ketua Umum PPP, 20 Maret 2019.
Dia menggantikan Romahurmuziy (Romy) yang tersangkut kasus korupsi.
Dia jadi ketua umum defenitif Sabtu (19/12/2020), dalam Muktamar IX PPP di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Karena pandemi, Muktamar itu, digelar hybrid; offline dan online.
Kini politisi keturunan Gorontalo kelahiran Mataram itu, menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Sebelumnya ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden dan menteri perumahan rakyat.
Berikut ini penggalan pidato 'Amplop Kiai' yang menyisipkan setidaknya tiga kalimat ber-bahasa Inggris.
"Saya akan mulai dari satu cerita. Ketika saya kemudian menjadi plt ketua umum, saya mesti bertandang pada beberapa kiai besar, pada pondok pesantren besar. Ini demi Allah dan Rasul-Nya terjadi. Saya datang ke kiai itu dengan beberapa kawan lalu saya pergi begitu saja,"
"Ya saya minta, apa, didoain, kemudian saya jalan. Tak lama kemudian, saya dikirimi pesan, di-WhatsApp, 'Pak Plt, tadi ninggali apa nggak untuk kiai?'" ujarnya.
Suharso pun menanyakan maksud kata ‘ninggalin' usai bertemu kiai.
Awalnya dia merasa itu maksudnya “ada barangnya yang tertinggal di pesantren.
Namun, penghubung kiai itu merespons dengan mengatakan 'Oh nanti aja, Pak'.
Suharso pun melanjutkan ceritanya.
"Maka sampailah dalam, setelah keliling itu ketemu, lalu dibilang pada saya, 'Gini Pak Plt, kalau datang ke beliau-beliau itu, mesti ada tanda mata yang ditinggalkan'. “
Lalu alumnus magister University of Standard, Palo Alto, Amerika Serikat itu, melanutkan;
“Wah saya nggak bawa. Tanda matanya apa? Sarung, peci, Qur'an atau apa? 'Kayak nggak ngerti aja Pak Harso ini'. Gitu. “
Dalam bahasa Inggris, Suharso menukas; “Then I have to provide that one. Everywhere,"
(Lalu, saya pun harus menyedian salah satunya —ole-ole, tanda-mata, sarung, Quran, peci-0. Dimanapun itu (saya berkunjung).”
“.. jika sehabis pertemuan tidak ada amplop, itu terasa hambar. Suharso mengaku tengah membenahi hal ini.”
"Dan setiap ketemu, Pak, ndak bisa, Pak, bahkan sampai hari ini. Kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya itu nggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya itu sesuatu yang hambar. "
"This is the real problem that we are fixing today," (inilah masalah yang ada sekarang dan kami akan benahi hari ini)."
Gus Miftah
Sebelumnya, Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah (41), Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman, Jogyakarta, menilai pernyataan Suharso sebagai penghinaan kepada kiai dan pesantren.
"Kali ini Anda menghina kiai dan pesantren dengan kalimat yang menyakitkan, “ujar Gus Miftah dalam postingan yang diunggah dj akun Instagram pribadinya, Kamis (18/8/2022).
Menurut Gus Miftah, sebagai santri yang biasa sowan ke kiai untuk tabarukan dan ngalap berkah, pernyataan itu harus diklarifiksi dan Suharso harus memohon maaf.
“Saya meminta Anda untuk klarifikasi dan minta maaf!!!" ujar Gus Miftah.
Istilah tabarukan, adalah silafrurahim meminta berkah” oleh santri atau jamaah kepada kiai.
Tradisi itu juga meminta doa dan nasehat atas segala masalah.
Gus Miftah dikenal sebagai kiai muda yang berdakwah untuk kaum pinggiran.
Ia adalah keturunan ke-9 Kiai Muhammad Ageng Besari, pendiri Pesantren Tegalsari di Ponorogo.
Saat kuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, ia aktif di Pegerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). organisasi kader yang berafiliasi ke Nahdlatul 'Ulama. (*)