Kasus Ijazah Jokowi
Abraham Samad Diperiksa Polisi, Sebut Pertanyaan dalam BAP Langgar Hukum Acara dan HAM
Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret namanya, terkait isu ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
TRIBUNGORONTALO.COM -- Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, memenuhi panggilan pemeriksaan dari Subdirektorat Keamanan Negara (Kamneg) Polda Metro Jaya pada Rabu (13/8).
Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret namanya, terkait isu ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Namun di balik kehadirannya sebagai pihak terlapor, Abraham justru melontarkan kritik tajam terhadap proses hukum yang tengah berjalan.
Ia menilai sejumlah pertanyaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang diajukan penyidik bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan melanggar prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Pemeriksaan dirinya dimulai pukul 10.00 WIB di Gedung Ditreskrimum dan baru keluar dari gedung tersebut pukul 20.00 WIB.
Pemeriksaan dilakukan terkait laporan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), yang berawal dari konten podcast di kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP.
Baca juga: Pembunuhan di Tilango Gorontalo, Warga Bongkar Asal Usul Terduga Pelaku
Kurang lebih selama 10 jam diperiksa, Abraham Samad mengaku kecewa dengan pertanyaan yang dilontarkan penyidik.
"Pertanyaan penyidik banyak di luar konteks undangan pemanggilan, penyidik lebih banyak menanyakan soal wawancara podcast saya dengan Roy Suryo, Rismon Sianipar, Dr Tifa, dan Rizal Fadhillah," ucap Abraham usai pemeriksaan dikutip dari siaran langsung kanal YouTube Okezone, Rabu (13/8/2025).
Pria kelahiran Makassar tersebut menegaskan tak banyak yang ditanyakan mengenai kejadian 22 Januari 2025, sesuai dengan surat panggilan yang diterima.
"Sebenarnya kita agak sesalkan karena dilihat dari surat panggilan, tempus locus delicti itu tanggal 22 Januari 2025, tapi tidak terlalu banyak dielaborasi," ungkapnya.
Abraham Samad lantas menyudutkan penyidik dengan unsur pelanggaran Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Hak Asasi Manusia (HAM) jika penyidik melontarkan pertanyaan di luar substansi.
KUHAP adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukum pidana di Indonesia.
"Kalau berpatokan pada tanggal 22 Januari 2025, sebenarnya dapat bisa dipastikan saya tidak bisa dimintai keterangan sebagai saksi. Karena saya tidak mengetahui peristiwa itu, tidak melihat dan tidak merasakan. Oleh karena itu teman-teman lawyer menyatakan ketika kunci jawaban terakhir bahwa sebenarnya proses pengambilan BAP hari ini itu melanggar Kitab Undang Undang Hukum Acara karena tidak sesuai dengan surat panggilan," terang mantan Ketua KPK tahun 2011-2015 ini.
Meski ada unsur pelanggaran, Abraham Samad tetap menandatangani 24 rangkap BAP yang dijalani hari itu.
"Selain tidak sesuai KUHAP, dia juga melanggar prinsip Hak Asasi Manusia, tetapi walaupun demikian, kita tetap menandatangani BAP tadi yang terdiri dari 24 rangkap," tegas Abraham Samad.
Menurutnya, kondisi yang ia alami bisa menjadi bentuk pembungkaman terhadap kebebasan pendapat dan mencederai demokrasi.
Baca juga: Warga Sebut Lokasi Pembunuhan Pria Tak Beridentitas di Tilango Gorontalo Rawan Kriminal
"Yang jelas intinya, kalau kasus ini terus di-blow-up dikapitalisasi oleh penyidik dan dipaksakan, maka ini adalah sebuah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi."
"Ini bukan bicara tentang saya, tapi berbicara tentang nasib kalian para media, para YouTuber karena kalo ini terus dibiarkan tanpa ada perlawanan, maka saya kwatir orang-orang tidak berani memberitakan hal-hal yang sifatnya mengandung pelurusan sebuah perkara. Orang tidak berani memberitakan hal-hal yang seharusnya diungkap kepada publik agar itu menjadi pelajaran berharga bagi kita semua," lanjutnya.
Lalu Abraham menegaskan kondisi yang ia alami menggambarkan adanya kerusakan demokratis.
Meski merasa ada pelanggaran KUHAP dan HAM, Abraham Samad tak ingin mengirim SP3 untuk penyidik.
SP3 merupakan singkatan dari Surat Perintah Penghentian Penyidikan.
Penghentian penyidikan ini bisa terjadi karena beberapa alasan, seperti tidak cukup bukti, peristiwa yang diselidiki ternyata bukan tindak pidana, atau penghentian demi hukum
Ia ingin mengikuti alur penegak hukum agar bisa mengetahui kemana langkah hukum membawanya dan mengkritisi langkah keliru yang dilakukan penegak hukum.
"Kita jangan berbicara dulu SP3, kita harus mengikuti proses pemeriksaan ini supaya kita bisa mengoreksi. Apa kesalahan dalam proses yang dilakukan Polda di tingkat penyelidikan dan penyidikan," terang Abraham Samad.
"Agar kita bisa meluruskan ke depan. Saya ingin tekankan bahwa saya sangat paham soal proses penyelidikan, penyidikan, karena kurang lebih saya lima tahun sebagai penyidik, sekaligus penuntut di Komisi Pemberantasan Korupsi, saya tadi lihat surat panggilan dengan pertanyaan sama sekali itu melanggar kaidah di Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dan itu termasuk pelanggaran terhadap prinsip Hak Asasi Manusia, itu yang berbahaya," tegas Samad.
Baca juga: PLN Electric RUN 2025 Siap Digelar, Catat Tanggal dan Lokasinya
Ia berharap tak ada warga yang tak tahu menahu tentang prosedur hukum menjadi korban kekeliruan penyidik.
Pemeriksaan terhadap Abraham merupakan bagian dari penanganan kasus yang ditangani Subdirektorat Kamneg Polda Metro Jaya.
Kasus ini bermula dari laporan Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, serta laporan resmi dari Jokowi atas dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu.
Setelah gelar perkara, status kasus ditingkatkan ke tahap penyidikan pada 10 Juli 2025.
Total terlapor kini berjumlah 13 orang, termasuk Abraham Samad, Roy Suryo, Rizal Fadillah, Eggi Sudjana, dan lainnya. Pasal yang dikenakan meliputi Pasal 310 dan 311 KUHP serta sejumlah pasal dalam Undang-undang ITE.
Hingga kini, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait hasil pemeriksaan maupun langkah lanjutan. Proses hukum masih berjalan dan belum ada penetapan tersangka dalam perkara tersebut. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.