TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo – Setelah lebih dari enam dekade berpegang pada aturan warisan masa lalu, Kabupaten Gorontalo kini resmi memiliki undang-undang tersendiri.
DPR RI telah mengesahkan 10 Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kabupaten/Kota dalam Pembicaraan Tingkat II pada Rapat Paripurna ke-25 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, dua di antaranya adalah UU Kabupaten Gorontalo dan UU Kota Gorontalo.
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Gorontalo, Mohammad Trizal Entengo, menyebut pengesahan ini sebagai langkah monumental yang membawa konsekuensi positif terhadap sistem administrasi pemerintahan daerah.
"RUU ini diinisiasi oleh DPR RI sebagai prakarsa mereka. Tujuannya adalah memperbarui dasar hukum pembentukan daerah yang sebelumnya masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959," ujar Trizal saat diwawancarai TribunGorontalo.com, Jumat (25/7/2025).
Undang-undang lama tersebut, lanjutnya, merupakan payung hukum pembentukan daerah tingkat dua di Sulawesi, termasuk Kabupaten Gorontalo.
Namun, seiring perkembangan dan pemekaran wilayah, banyak ketentuan dalam UU 29/1959 dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
“UU baru ini tidak menafikan UU 29/1959. Ia tetap mengakui dasar pembentukan Kabupaten Gorontalo, tapi pada saat yang sama memberikan pembaruan yang menyesuaikan perkembangan sistem pemerintahan daerah sekarang,” jelasnya.
Salah satu poin penting dalam UU Kabupaten Gorontalo yang baru adalah penegasan cakupan wilayah administratif.
Trizal menyebut bahwa cakupan yang kini tercatat resmi adalah 19 kecamatan yang ada saat ini, tanpa ada perluasan atau pengurangan wilayah.
Begitu juga dengan beberapa updating data yang sudah tidak sesuai antara undang-undang sebelumnya dengan kondisi saat ini.
Sebagai contoh di undang-undang 29 tahu 1959 Kabupaten Gorontalo beribukota di Isimu, namun secara administratif sudah di wilayah kecamatan limboto.
Olehnya di undang-undang baru, pembaharuan data dalam undang disesuaikan dengan kondisi saat ini di kabupaten Gorontalo.
“Kalau di UU lama itu masih dalam format daerah tingkat dua dan cakupan wilayahnya tidak jelas soal pulau atau luasan, sekarang sudah diperjelas dan disesuaikan,” katanya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa undang-undang ini tidak berdampak langsung pada penambahan anggaran atau perubahan kebijakan pelayanan publik.
“Pelayanan tetap berjalan seperti biasa. Yang berdampak besar adalah penataan administrasi pemerintahan. Misalnya, selama ini dasar hukum surat keputusan, peraturan, dan lain-lain masih merujuk ke UU 29/1959. Sekarang sudah bisa menyesuaikan dengan regulasi baru,” imbuhnya.
Pengesahan UU Kabupaten Gorontalo ini menjadi simbol penting dalam sejarah pemerintahan daerah.
Setelah 65 tahun beroperasi di bawah regulasi usang, akhirnya daerah ini memiliki instrumen hukum yang sesuai dengan semangat otonomi dan perkembangan zaman.
“Sebetulnya banyak daerah di Sulawesi yang sudah lebih dulu diperbarui undang-undangnya. Kabupaten Gorontalo termasuk salah satu dari 10 daerah yang baru saja disahkan. Ini adalah penyelarasan yang harus dilakukan agar kita tidak terus-menerus tertinggal secara regulasi,” tegas Trizal.
Meski tidak membawa efek dramatis secara kasat mata, pembaruan ini diharapkan menjadi pondasi kuat bagi kelancaran sistem pemerintahan dan pembangunan daerah ke depan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.