Berita Nasional
Tenang, WhatsApp Call Tetap Aman! Pemerintah Pastikan Tak Ada Pembatasan
Kabar mengenai rencana pemerintah membatasi layanan panggilan suara dan video melalui aplikasi internet belakangan ini ramai diperbincangkan
Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kemkomdigi, membenarkan adanya diskusi ini.
"Masih wacana ya, masih diskusi. Intinya kan cari jalan tengah, bagaimana layanan masyarakat tetap berjalan," ujar Denny dalam forum Selular Business Forum (SBF) di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Denny mengakui bahwa masyarakat sangat bergantung pada WhatsApp.
Namun, layanan yang menyedot kapasitas jaringan besar ini perlu ada kontribusi yang adil.
Operator sudah menggelontorkan dana triliunan untuk membangun infrastruktur, tapi dominasi trafik data justru dinikmati oleh OTT raksasa seperti WhatsApp, YouTube, dan TikTok.
"Operator yang bangun kapasitas besar tapi kok enggak dapat apa-apa," keluhnya.
Mencari Keadilan atau Membebani Pengguna?
Sebagai gambaran, Denny merujuk pada beberapa negara seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang membatasi layanan WhatsApp hanya untuk pesan teks, sementara panggilan suara dan video diatur via aplikasi khusus berbayar.
Meski begitu, Denny menegaskan bahwa rencana ini masih sangat awal dan belum menyentuh detail teknis seperti tarif atau jenis layanan yang akan dibatasi.
Wacana ini, menurut Denny, bukan semata-mata soal memungut biaya dari pengguna, melainkan mencari skema bisnis yang adil (win-win solution) antara operator telekomunikasi dan platform OTT.
Marwan O Baasir, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menyoroti bahwa selama ini pengguna menikmati layanan gratis, namun ketika ada gangguan kualitas, mereka tak punya ruang protes.
"Sekarang WhatsApp di beberapa negara Asia jatuh (kualitas layanannya). Bisa protes? Enggak bisa. Karena gratis. Sekarang operator yang protes, karena infrastruktur dibangun mereka, tapi OTT yang untung," kata Marwan.
Marwan menekankan, jika OTT memberikan kontribusi, maka jaminan kualitas layanan bisa diberikan, bahkan mencakup refund jika ada masalah, dan peningkatan infrastruktur.
"Kalau bayar, ada jaminan kualitas, ada jaminan refund. Bukan dari operator, tapi dari OTT-nya," ujarnya.
Ia menegaskan, ini bukan untuk membebani masyarakat, melainkan mendorong OTT besar untuk mulai berkontribusi pada ekosistem digital nasional.
"WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok sudah jadi darah daging. Tapi, saatnya lah OTT ini juga ikut berkontribusi," pungkasnya.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.