Berita Nasional

Tenang, WhatsApp Call Tetap Aman! Pemerintah Pastikan Tak Ada Pembatasan

Kabar mengenai rencana pemerintah membatasi layanan panggilan suara dan video melalui aplikasi internet belakangan ini ramai diperbincangkan

|
Editor: Wawan Akuba
KOMPAS.com/ Galuh Putri Riyanto
WA -- Ilustrasi aplikasi pesan instan WhatsApp. 

TRIBUNGORONTALO.COM — Kabar mengenai rencana pemerintah membatasi layanan panggilan suara dan video melalui aplikasi internet belakangan ini ramai diperbincangkan di media sosial.

Isu tersebut memunculkan keresahan, terutama di kalangan pengguna WhatsApp Call yang khawatir tidak lagi bisa berkomunikasi dengan leluasa.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar.

Pemerintah, kata dia, tidak pernah merencanakan apalagi mempertimbangkan pembatasan layanan panggilan berbasis internet.

Baca juga: Erika Carlina Ungkap Hamil 9 Bulan Tanpa Nikah: Diancam & Diminta Jangan Sebut Nama Ayah Anak!

“Saya tegaskan pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Informasi yang beredar tidak benar dan menyesatkan,” ujar Meutya dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/7/2025).

Meutya menjelaskan, pihaknya memang sempat menerima sejumlah masukan dari beberapa asosiasi telekomunikasi.

Masukan tersebut berkaitan dengan upaya penataan ekosistem digital, terutama soal kerja sama antara penyedia layanan over-the-top (OTT) seperti WhatsApp, YouTube, dan TikTok dengan operator jaringan yang membangun infrastruktur.

Namun, ia menegaskan bahwa masukan tersebut tidak pernah dibahas secara resmi dalam forum kebijakan pemerintah.

“Saya sudah meminta jajaran terkait segera memberikan klarifikasi agar kabar yang tidak benar ini tidak menimbulkan kebingungan,” katanya.

Menkomdigi juga meminta maaf jika kabar yang beredar sempat menimbulkan keresahan.

Ia memastikan pemerintah tetap berfokus pada program prioritas nasional, di antaranya pemerataan akses internet, peningkatan literasi digital, serta penguatan perlindungan data pribadi.

Sebelumnya, wacana pengaturan layanan OTT sempat muncul setelah pernyataan dari salah satu pejabat Komdigi yang menyoroti beban operator dalam membangun jaringan.

Baca juga: Roundown Lengkap Pemakaman Jenazah Hardi Sidiki Eks Ketua DPRD Kota Gorontalo Hari Ini

Namun, sampai saat ini, belum ada kebijakan apapun terkait pembatasan layanan panggilan suara dan video berbasis internet.

Dengan penjelasan ini, masyarakat diimbau tetap menggunakan layanan WhatsApp Call dan layanan digital lain seperti biasa tanpa khawatir.

Operator seluler di Indonesia "menjerit" karena merasa menanggung beban investasi jaringan yang masif tanpa kontribusi sepadan dari platform OTT.

Denny Setiawan, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kemkomdigi, membenarkan adanya diskusi ini.

"Masih wacana ya, masih diskusi. Intinya kan cari jalan tengah, bagaimana layanan masyarakat tetap berjalan," ujar Denny dalam forum Selular Business Forum (SBF) di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Denny mengakui bahwa masyarakat sangat bergantung pada WhatsApp.

Namun, layanan yang menyedot kapasitas jaringan besar ini perlu ada kontribusi yang adil.

Operator sudah menggelontorkan dana triliunan untuk membangun infrastruktur, tapi dominasi trafik data justru dinikmati oleh OTT raksasa seperti WhatsApp, YouTube, dan TikTok.

"Operator yang bangun kapasitas besar tapi kok enggak dapat apa-apa," keluhnya.

Mencari Keadilan atau Membebani Pengguna?

Sebagai gambaran, Denny merujuk pada beberapa negara seperti Uni Emirat Arab dan Arab Saudi yang membatasi layanan WhatsApp hanya untuk pesan teks, sementara panggilan suara dan video diatur via aplikasi khusus berbayar.

Meski begitu, Denny menegaskan bahwa rencana ini masih sangat awal dan belum menyentuh detail teknis seperti tarif atau jenis layanan yang akan dibatasi.

Wacana ini, menurut Denny, bukan semata-mata soal memungut biaya dari pengguna, melainkan mencari skema bisnis yang adil (win-win solution) antara operator telekomunikasi dan platform OTT.

Marwan O Baasir, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menyoroti bahwa selama ini pengguna menikmati layanan gratis, namun ketika ada gangguan kualitas, mereka tak punya ruang protes.

"Sekarang WhatsApp di beberapa negara Asia jatuh (kualitas layanannya). Bisa protes? Enggak bisa. Karena gratis. Sekarang operator yang protes, karena infrastruktur dibangun mereka, tapi OTT yang untung," kata Marwan.

Marwan menekankan, jika OTT memberikan kontribusi, maka jaminan kualitas layanan bisa diberikan, bahkan mencakup refund jika ada masalah, dan peningkatan infrastruktur.

"Kalau bayar, ada jaminan kualitas, ada jaminan refund. Bukan dari operator, tapi dari OTT-nya," ujarnya.

Ia menegaskan, ini bukan untuk membebani masyarakat, melainkan mendorong OTT besar untuk mulai berkontribusi pada ekosistem digital nasional.

"WhatsApp, Instagram, Facebook, TikTok sudah jadi darah daging. Tapi, saatnya lah OTT ini juga ikut berkontribusi," pungkasnya.

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved