Berita Nasional

Bripda Bagus Terancam Dipecat Imbas Penipuan Wanita, Poligami Ilegal hingga Judi Online

Citra institusi Polri kembali tercoreng.  Seorang anggota Polda Jawa Tengah, Bripda Bagus Yoga Ardian (BYA), kini tengah menjadi sorotan tajam.

Editor: Wawan Akuba
TribunGorontalo.com
TIPU WANITA - Anggota Polda Jawa Tengah, Bripda Bagus Yoga Ardian diduga tipu banyak perempuan untuk lunasi pinjol. (Tangkapan akun media sosial X bernama @viralinae) 

TRIBUNGORONTALO.COM – Citra institusi Polri kembali tercoreng.  Seorang anggota Polda Jawa Tengah, Bripda Bagus Yoga Ardian (BYA), kini tengah menjadi sorotan tajam.

Ia bahkan terancam sanksi pemecatan setelah terungkap terlibat dalam serangkaian pelanggaran serius.

Perbuatannya termasuk penipuan wanita untuk melunasi pinjaman online (pinjol), praktik poligami tanpa izin kedinasan, dan kecanduan judi online (judol).

Kasus Bripda Bagus ini mulai viral di media sosial, memicu penyelidikan internal oleh Pengamanan Internal (Paminal) Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jateng.

Modus Penipuan dan Pernikahan Siri Ilegal

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, membenarkan adanya pelanggaran yang dilakukan Bripda Bagus.

"Iya, Bripda BYA melakukan pelanggaran dengan menikah di luar pernikahan resmi secara dinas. Ada dua wanita yang jadi korban," kata Kombes Pol Artanto pada Jumat (27/6/2025).

Yang mengejutkan, Bripda Bagus, yang secara resmi masih tercatat sebagai bujangan, ternyata telah melakukan pernikahan siri sebanyak dua kali tanpa sepengetahuan dinas.

Ketika ditanya mengenai modus di balik perbuatan ini, Artanto menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung untuk mendalami motif Bripda Bagus.

Judi Online dan Penahanan Khusus 

Selain pelanggaran terkait pernikahan ilegal, Bripda Bagus juga terbukti terlibat dalam aktivitas judi online.

"BYA juga main judol," beber Artanto, menegaskan temuan lain dari penyelidikan Paminal Bidpropam Polda Jateng.

Berbagai pelanggaran ini terkuak setelah penyidik Bidpropam Polda Jateng melakukan serangkaian penyelidikan mendalam.

Kini, Bripda Bagus telah ditahan dalam penempatan khusus (patsus) di Polda Jateng sejak Jumat (20/6/2025) lalu.

Ia akan ditahan selama 30 hari sambil menunggu proses sidang kode etik profesi Polri.

"Ya secara bukti sudah jelas, jadi kami tahan BYA," tegas Artanto.

Sidang Kode Etik Segera Digelar, Ancaman Pemecatan Menanti

Sidang pelanggaran kode etik profesi Polri untuk Bripda Bagus direncanakan akan digelar pada awal Juli 2025.

Kasus ini menjadi atensi serius dari pimpinan Polri, sehingga prosesnya diharapkan berjalan cepat.

"Ya rencana secepatnya, awal Juli, karena kasus ini juga menjadi atensi pimpinan," papar Artanto.

Pihaknya kini tengah melengkapi berkas persidangan.

"Kalau bukti sudah jelas, kami tinggal melengkapi berkas," sambungnya.

Kombes Pol Artanto menegaskan bahwa kasus Bripda Bagus ini harus menjadi pelajaran penting bagi anggota polisi lainnya, terutama dalam momen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara.

"Ya kami imbau Anggota jangan sampai melakukan pelanggaran, semisal ada akan kami tindak tegas," imbuhnya.

Sorotan dari Kompolnas: Sanksi Berat dan Pendalaman Komprehensif

Kasus Bripda Bagus pertama kali viral di media sosial, salah satunya akun X @KangBedah pada 16 Juni 2025, yang memaparkan dugaan penipuan terhadap sejumlah wanita untuk melunasi utang pinjol.

Postingan tersebut juga menyertakan bukti-bukti dan narasi bahwa banyak korban, serta mendesak Polda Jateng untuk menindaklanjuti.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M Choirul Anam menekankan pentingnya tindak lanjut dan pendalaman komprehensif oleh Propam Polda Jateng.

"Harus mendalam dan komprehensif apa yang sebenarnya yang terjadi apakah karena pinjol atau perbuatan yang melanggar etika atau keduanya," paparnya.

Anam juga menyarankan agar sanksi yang diberikan lebih berat jika anggota tersebut terbukti melakukan pelanggaran, mengingat adanya peringatan keras dari Polri terkait keterlibatan anggota dalam pinjol dan judi online.

"Sudah diperingatkan di seluruh Indonesia soal ini jadi sanksi harus lebih berat bilamana terbukti," terangnya.

Pertimbangan lainnya, lanjut Anam, adalah dugaan banyaknya korban yang terlibat dalam kasus ini.

"Maka dari itu, Propam harus mendalami dan harus membuat terang peristiwa," ujarnya. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved