Hardiknas di Gorontalo

Jejak Puan Demo di Polda Gorontalo, Minta Tak Lama-lama Tangani Kasus Kekerasan Seksual

Puluhan aktivis perempuan, mahasiswa, seniman, jurnalis, dan pegiat hak asasi manusia yang tergabung dalam Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak

|
Editor: Wawan Akuba
FOTO: Nur Fiska Rahma
DEMO DI POLDA - Sejumlah aktivis perempuan demo di depan Polda Gorontalo, Jumat (02/5/2025). Para aktivis ini menuntut penyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan di Gorontalo. FOTO: Nur Fiska Rahma 

Reporter: Moh Zulpama dan Sri Yolanda Tangahu, Mahasiswa Magang

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo — Puluhan aktivis perempuan, mahasiswa, seniman, jurnalis, dan pegiat hak asasi manusia yang tergabung dalam Jejaring Aktivis Perempuan dan Anak (Jejak Puan) menggelar aksi damai di depan Markas Polda Gorontalo, Kamis (2/5/2025).

Aksi ini digelar bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Aksi ini adalah bentuk keprihatinan terhadap terus terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Dalam aksinya, massa membawa spanduk, poster, dan menyerukan yel-yel perlawanan terhadap kekerasan seksual.

Mereka juga membacakan puisi dan menyampaikan testimoni secara simbolik sebagai bentuk solidaritas terhadap para penyintas.

Koordinator aksi menyebut bahwa penanganan kasus kekerasan seksual di Gorontalo masih sangat lemah, bahkan cenderung abai terhadap korban.

Salah satu sorotan tajam mereka adalah lambannya proses hukum terhadap kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan mantan Rektor UNUGO, yang dilaporkan sejak satu tahun lalu tanpa perkembangan berarti.

Ada lima tuntutan yang disuarakan dalam aksi kali ini, yakni:

1. Meminta POLDA Gorontalo dan seluruh institusi kepolisian mempercepat proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. Salah satu kasus yang belum mengalami perkembangan berarti adalah kasus yang melibatkan mantan Rektor Universitas Nadhlatul Ulama Gorontalo (UNUGO) yang sudah dilaporkan SATU TAHUN yang lalu.

2. Meminta POLDA Gorontalo dan seluruh aparat penegak hukum mengedepankan hak dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dalam seluruh tahapan proses hukum, termasuk meminta keterangan ahli dan psikolog forensik yang independen dan profesional.

3. Polda Gorontalo tidak tebang pilih kasus dan mengedepankan integritasnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Jangan ada penghentian penyidikan terhadap kasus-kasus kekerasan seksual

4. Mendesak Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendiktisaintek) mencabut gelar profesor pelaku kekerasan seksual. Gelar ini tidak layak disandang oleh seorang yang memanfaatkan relasi kuasa sebagai kedok
untuk melindungi perbuatan tidak bermoralnya.

5. Meminta dinas yang menangani perlindungan perempuan dan anak, serius dalam penanganan dan pendampingan korban kasus kekerasan seksual dan tidak berlindung dibalik alasan minimnya anggaran.

Aksi damai ini diikuti oleh berbagai organisasi masyarakat sipil seperti WIRE Gorontalo, Leaders Institute, Salam Puan, AJI Gorontalo, PMII, Kohati, Gusdurian, WALHI, dan sejumlah komunitas kampus serta kesenian.

“Di Hari Pendidikan Nasional, kami menolak pendidikan yang membiarkan kekerasan seksual tumbuh subur. Kami menuntut keberpihakan nyata pada korban dan ketegasan terhadap pelaku,” tegas salah satu orator dari panggung aksi.

Aksi berjalan damai dan mendapat pengawalan dari aparat kepolisian.  Para peserta berharap aspirasi mereka tidak berhenti di pintu gerbang Polda.

Kedatangan LPSK RI ke Gorontalo

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia sebelumnya datang ke Gorontalo.

Kedatangannya dalam rangka mendalami dua kasus kekerasan seksual yang terjadi di Provinsi Gorontalo.

Salah satu kasus tersebut menyeret nama mantan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo (UNUGO), Amir Halid.

Wakil Ketua LPSK RI, Susilaningtias, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima permohonan perlindungan dari para korban dan saksi dalam dua kasus yang kini menjadi perhatian lembaga tersebut.

“Kami sedang mendalami dua kasus kekerasan seksual. Satu kasus melibatkan anak sebagai korban, sementara satu lagi melibatkan sebelas orang korban,” ungkap Susilaningtias saat diwawancarai usai kunjungan kerja ke Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Gorontalo, Jumat (18/4/2025).

Ketika ditanya mengenai keterlibatan mantan Rektor UNUGO dalam salah satu kasus, Susilaningtias tak menampik.

“Ya, sepertinya memang seperti itu. Mantan rektor,” ujarnya singkat namun tegas.

Kunjungan LPSK ke Gorontalo dilakukan sebagai bagian dari upaya investigasi serta memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak yang memiliki peran strategis dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

LPSK telah bertemu dan menjalin komunikasi dengan Polda Gorontalo, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Gorontalo, serta PWNU.

“Kami membuka komunikasi dan menjajaki kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk PWNU. Tujuannya agar perlindungan terhadap saksi dan korban bisa diperkuat secara kolaboratif,” jelasnya.

Dalam pernyataannya, Susilaningtias juga menyampaikan apresiasi terhadap sikap tegas yang ditunjukkan PWNU dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam menyikapi kasus yang menyeret nama Amir Halid. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved