Hapus SKCK
Menteri HAM Usul Hapus SKCK, DPR Dukung, Polri Beri Respons Tegas
SKCK sebagai syarat dalam pencarian kerja disorot Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai.
TRIBUNGORONTALO.COM – Usulan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) menjadi perbincangan hangat.
SKCK sebagai syarat dalam pencarian kerja disorot Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai.
Ia pun mengajukan permintaan resmi kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menurut Kementerian HAM, persyaratan SKCK ini dinilai menghambat mantan narapidana untuk mendapatkan pekerjaan dan membangun kembali kehidupan mereka.
Alasan Kementerian HAM Ingin Menghapus SKCK
Dirjen Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menjelaskan bahwa usulan ini muncul setelah kementeriannya melakukan kajian akademis dan praktik di lapangan.
Hasil kunjungan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) menunjukkan bahwa banyak mantan narapidana kesulitan mendapatkan pekerjaan karena persyaratan SKCK.
Akibatnya, mereka berisiko kembali melakukan tindakan kriminal sehingga meningkatkan angka residivisme.
“Kami menemukan banyak mantan narapidana yang sulit mendapatkan pekerjaan setelah bebas, sehingga mereka akhirnya kembali ke jalur kriminal karena keterbatasan ekonomi. SKCK yang menyatakan status pernah dipidana menjadi penghambat utama mereka,” ujar Nicholay, Senin (24/3/2025).
Selain mengusulkan penghapusan SKCK sebagai syarat kerja, Kementerian HAM juga mendorong perusahaan dan instansi untuk lebih terbuka terhadap mantan narapidana agar proses reintegrasi sosial berjalan lebih baik.
DPR: SKCK Tidak Lagi Relevan?
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, turut menanggapi usulan ini dengan mendukung penghapusan SKCK.
Menurutnya, keberadaan SKCK tidak lagi memiliki manfaat signifikan dalam proses rekrutmen tenaga kerja dan tidak memberikan dampak besar terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Saya sepakat SKCK dihapus, karena manfaatnya tidak signifikan. Kalau seseorang pernah dipidana, masyarakat pasti tahu tanpa harus ada SKCK. Dulu namanya surat keterangan kelakuan baik, sekarang relevansinya apa?" kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (27/3/2025).
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa pembuatan SKCK hanya menambah beban pencari kerja dari segi biaya dan waktu.
“Kalau mau cari kerja harus buat SKCK, itu ongkos ke kantor polisi, antre, bayar biaya. Setahu saya ada biaya resmi maupun tidak resmi, silakan dicek,” tambahnya.
Menko PM: Akan Dibahas Lebih Lanjut
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Muhaimin Iskandar, mengatakan bahwa usulan ini perlu didiskusikan lebih lanjut.
Menurutnya, SKCK masih memiliki fungsi sebagai alat kontrol dalam proses seleksi tenaga kerja.
“SKCK juga mempermudah kontrol semua pihak yang membutuhkan seleksi. Kita akan diskusikan lebih lanjut mengenai usulan ini,” ujar Muhaimin, Rabu (26/3/2025).
Polri: Tidak Berwenang Menghapus SKCK
Di sisi lain, Polri menegaskan bahwa institusinya tidak memiliki kewenangan untuk menghapus kebijakan SKCK.
Kepala Biro Penerangan Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa penerbitan SKCK merupakan bagian dari layanan masyarakat yang telah diamanatkan oleh undang-undang.
“SKCK adalah bagian dari fungsi operasional Polri dalam pelayanan kepada masyarakat. Kami hanya menerbitkan SKCK sesuai permintaan. Keberadaan SKCK sebagai syarat kerja tergantung pada kebijakan perusahaan atau instansi,” kata Trunoyudo, Senin (24/3/2025).
Menurutnya, dasar hukum penerbitan SKCK diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, serta Peraturan Polri Nomor 6 Tahun 2023.
Usulan penghapusan SKCK sebagai syarat kerja masih menjadi perdebatan di berbagai pihak.
Kementerian HAM dan DPR cenderung mendukung, sementara Polri menegaskan bahwa mereka tidak memiliki kewenangan untuk menghapus kebijakan ini.
Di sisi lain, Menko PM Muhaimin Iskandar menilai perlunya diskusi lebih lanjut terkait manfaat dan dampak dari penghapusan SKCK.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.