Berita Viral
2 Polisi NTT Dipecat Tidak Hormat usai Ketahuan Berhubungan Sesama Jenis
Dua anggota kepolisian di Nusa Tenggara (NTT) dipecat secara tidak hormat.
TRIBUNGORONTALO.COM – Dua anggota kepolisian di Nusa Tenggara (NTT) dipecat secara tidak hormat.
Melansir dari KompasTV, personel Polantas Polda NTT tersebut kedapatan berhubungan sesama jenis.
Hal itu diungkapkan langsung oleh Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT, Kombes Pol Hendry Novika Chandra.
"Benar, keduanya sudah diputuskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), karena melanggar kode etik," jelas Kombes Pol Hendry Novika Chandra, Sabtu (22/3/2025).
Kedua polisi yang dimaksud yakni Brigadir Polisi (Brigpol) L dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) H.
Lebih lanjut, Kombes Hendry menuturkan, kedua anggota tersebut diberhentikan secara tidak hormat sebagaimana putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar pada Kamis (20/3/2025).
Menurut putusan sidang etik, Brigpol L dijatuhi sanksi pemecatan dari Polri lantaran terbukti melakukan hubungan seksual sesama jenis atau disorientasi seksual.
Hal yang memberatkan adalah ketidakjujuran terduga dalam pemeriksaan dan perbuatannya yang mencoreng citra Polri.
Kemudian, untuk Ipda H, kata ia, dipecat dengan alasan yang serupa dengen Brigpol L.
"Alasan PTDH serupa, karena melakukan hubungan seksual sesama jenis," ujarnya.dilansir dari Kompas.com.
Ipda H dinilai telah memperburuk citra kepolisian karena tidak menjaga keutuhan rumah tangga.
Hendry menegaskan, sanksi pemecatan terhadap Brigpol L dan Ipda H ini menunjukkan komitmen Polri dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas institusi.
"Kedua kasus ini menunjukkan komitmen Polri dalam menegakkan disiplin dan menjaga integritas institusi," terangnya.
Lantas, apa saja kode etik Polri?
Mengutip Kompas.com, secara umum, isi dari Kode Etik Profesi Polri mengatur tentang hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri dalam menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya.
Kode etik menjadi bentuk antisipasi Polri terhadap berbagai penyimpangan polisi di Indonesia.
Ketentuan mengenai kode etik polisi tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Kode etik ini mengatur beberapa hal, di antaranya kewajiban dan larangan bagi anggota Polri, serta penegakan KEPP, seperti sidang terhadap pelanggar kode etik dan sanksi yang dijatuhkan.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejari Gorontalo Utara Sidik Dugaan Korupsi Pembangunan Masjid Blok Plan
Larangan bagi polisi
Salah satu yang diatur dalam kode etik ini adalah larangan bagi anggota Polri.
Larangan ini digolongkan menjadi empat bagian yang merupakan ruang lingkup pengaturan Kode Etik Profesi Polri, yakni:
- Etika kenegaraan;
- Etika kelembagaan;
- Etika kemasyarakatan;
- Etika kepribadian.
Dalam hal etika kenegaraan, setiap anggota Polri dilarang:
- terlibat dalam gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan UUD 1945;
- terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;
- menjadi anggota atau pengurus partai politik;
- menggunakan hak memilih dan dipilih;
- dan/atau melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Sementara itu, dalam etika kelembagaan, polisi dilarang untuk:
- melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau gratifikasi;
- mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;
- menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri atau pribadi anggota Polri kepada pihak lain;
- menghindar atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang melakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat;
- menyalahgunaan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan; mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang;
- dan melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam bagian etika kelembagaan, terdapat pula larangan bagi anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan, bawahan dan sesama anggota Polri.
Selain itu, ada juga larangan bagi polisi yang bertugas melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik.
Sementara itu, terkait etika kemasyarakatan, anggota Polri dilarang:
- menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya;
- mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- menyebarluaskan berita bohong atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
- mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat;
- bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang; mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;
- melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian;
- dan membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terakhir, dalam hal etika kepribadian, setiap anggota Polri dilarang untuk:
- menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah;
- mempengaruhi atau memaksa sesama anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinan;
- menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, atasan dan/atau sesama anggota Polri;
- dan menjadi pengurus atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.
(TribunGorontalo.com/KompasTV/Kompas.com)
Artikel ini dioptimasi dari KompasTV dan Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.