TribunHIS

Nenek Usia 79 Tahun di Gorontalo Jualan Lampu Botol Tumbilotohe, Setia Menunggu Pembeli

Tersusun rapi puluhan botol kaca yang dirakit jadi lampu kecil di atas meja tersebut. Botol-botol kaca kosong, siap diisi minyak tanah dan dinyalakan.

Penulis: Jefry Potabuga | Editor: Wawan Akuba
FOTO: Jefri Potabuga, TribunGorontalo.com
KISAH PEDAGANG LAMPU BOTOL--Kisah Haru Seorang Nenek Berusia 79 Tahun Jualan Lampu Botol di Kelurahan Tenda, Gorontalo Demi Hidupi Cucunya. Nenek itu bernama Sonya Tanua, ia berjualan di rumahnya, sekitar pukul 07.00 Wita hingga 08.30 Wita, usai salat tarwih. Untuk harga serba Rp5.000 per 4 botol, Sabtu (22/3/2025). Foto: TribunGorontalo.com/Jefri Potabuga 

TRIBUNGORONTALO.COM, Gorontalo -- Seorang perempuan dengan tubuh yang mulai membungkuk, berdiri di balik meja sederhana, Sabtu (22/3/2025) pagi.

Tersusun rapi puluhan botol kaca yang dirakit jadi lampu kecil di atas meja tersebut. Botol-botol kaca kosong, siap diisi minyak tanah dan dinyalakan.

Perempuan lansia itu adalah Sonya Tanua, wanita 79 tahun yang setiap hari menunggu dengan sabar, berharap ada orang yang tertarik membeli lampu-lampu botol yang ia jual.

Lokasi jualannya di sisi jalan Kelurahan Tenda, Kecamaatan Hulothalangi, tepatnya menuju ke Taruna Remaja, Kota Gorontalo.

Baca juga: Baru Saja Terjadi Gempa Bumi di Teluk Tomini Antara Gorontalo dan Sulteng

Botol lampu ini biasanya digunakan pada tiga malam terakhir ramadan atau dalam tradisi Gorontalo disebut Tumbilotohe. 

Sejak pagi buta, tepat pukul 07.00 Wita, Sonya sudah bersiap. Tangannya yang renta dengan telapak yang penuh keriput perlahan menata satu per satu botol dagangannya, memastikan tak ada yang miring atau jatuh.

Hari-harinya ia habiskan di depan meja kayu itu, menunggu pembeli hingga malam, selepas salat Tarawih.

Meski tubuhnya tak lagi sekuat dulu, ia tetap bertahan. Setiap hari adalah perjuangan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk orang-orang yang bergantung padanya.

"Saya mulai dari pagi sampai selesai salat Tarawih, berjualan di rumah saya," katanya, suaranya bergetar namun penuh harapan.

Di balik tubuh rentanya, Sonya menyimpan kisah yang penuh luka. Ia bukan hanya berjualan untuk menyambung hidupnya sendiri, tetapi juga untuk dua cucunya yang ia rawat sejak kecil.

Cucu perempuannya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, sementara cucu laki-lakinya sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Baca juga: Hikmah Ramadan: Merawat Kemabruran Puasa dari Rahman ke Rahim

Sejak kecil, mereka tumbuh dalam dekapan seorang nenek yang menjadi satu-satunya tempat mereka bersandar.

"Kalau yang laki-laki sudah bekerja di perusahaan swasta, alhamdulillah dia juga sering membantu," ujar Sonya dengan nada penuh syukur.

Namun, di balik kebersamaan mereka, ada luka yang tak mungkin sembuh.

Ibunda dari kedua cucunya telah tiada, meninggal secara tragis di tangan suaminya sendiri.

"Kasihan, ibu mereka dibunuh ayahnya tahun 2018. Ayahnya juga sudah pergi," ucapnya lirih.

Suaranya bergetar, seolah menahan kepedihan yang belum usai.

Sejenak ia terdiam, matanya menatap kosong ke kejauhan, mengingat kembali kejadian pilu yang telah merenggut kebahagiaan mereka.

Duka itu semakin dalam ketika suaminya juga berpulang.

Kini, ia benar-benar sendiri dalam menghadapi hidup.

Raut wajahnya yang sebelumnya tampak tegar perlahan berubah.

Matanya berkaca-kaca, menyimpan rindu yang tak akan pernah bisa terbalas.

"Suami saya belum lama meninggal dunia," katanya dengan suara pelan, hampir tenggelam dalam kesunyian.

Kini, tak ada lagi yang bisa ia andalkan selain dirinya sendiri.

Hidup yang berat tak membuatnya menyerah. Dengan harga Rp5.000 per empat botol, ia tetap menjual lampu-lampu kecil itu, berharap hasilnya cukup untuk makan dan menabung demi pendidikan cucunya.

"Alhamdulillah, masih cukup untuk makan sehari-hari," ujarnya dengan senyum kecil, meskipun jelas ada kepedihan yang ia sembunyikan.

Di luar bulan Ramadan, Sonya berjualan makanan khas Gorontalo, Ilabulo, yang terbuat dari campuran sagu dan hati ayam.

Ia memasaknya sendiri dengan penuh ketelatenan, lalu menjajakannya di depan jalan menuju Taruna Remaja.

Selain itu, ia juga menjual rokok yang ia titipkan di warung-warung kecil di sekitar tempat tinggalnya.

"Kalau hari-hari biasa, saya sering buat Ilabulo dan jual rokok. Rokok biasanya saya titipkan, kalau Ilabulo saya jual di depan jalan di Taruna sana," katanya.

Lokasi jualannya mudah ditemukan. Jika datang dari perempatan Lapangan Taruna Remaja, cukup berjalan ke arah Kampung Bugis.

Lapaknya terletak tepat di dekat jembatan berwarna kuning hijau. Dari arah barat, lapaknya ada di sebelah kanan, sementara dari arah timur berada di sebelah kiri.

Di balik meja kayu lusuhnya, nenek Sonya tetap bertahan, menjadi penerang dalam hidupnya yang penuh kesunyian.

Ia mungkin hanya seorang penjual lampu botol di tepi jalan, tetapi cahaya dari hatinya jauh lebih besar. 

Ia adalah sosok yang menghidupkan harapan bagi keluarganya, terutama bagi cucu-cucunya yang kini hanya memiliki dia sebagai sandaran terakhir. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved