Berita Viral

Perwira Polisi di Sumut Palak Kepala Sekolah hingga Miliaran Rupiah dengan Modus Minta Proyek

Seorang perwira polisi tertangkap sering memeras kepala sekolah. Modus yang digunakan oleh polisi ini yakni meminta proyek kepada kepala sekolah.

KOMPAS.com/NURWAHIDAH
ILUSTRASI POLISI - Mantan PS Kasubdit Tipikor Dirkrimsus Polda Sumatera Utara (Sumut), Kompol Ramli, dan eks penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, Brigadir BSP, ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap kepala sekolah (kepsek) hingga Rp4,75 miliar. 

TRIBUNGORONTALO.COM - Seorang perwira polisi tertangkap sering memeras kepala sekolah.

Modus yang digunakan oleh polisi ini yakni meminta proyek kepada kepala sekolah.

Uang yang berhasil dikumpulkannya dari hasil pemerasan mencapai miliaran rupiah.

Dilansir dari TribunTimur.com, Kompol Ramli dan Brigadir Bayu SP, dua oknum polisi peras kepala sekolah di Sumatera Utara.

Kompol Ramli mengumpulkan uang miliaran rupiah dari hasil pemerasan.

Kompol Ramli adalah mantan PS Kasubdit Tipikor Dirkrimsus Polda Sumut.

Baca juga: Bus Pengangkut Jemaah Umrah Indonesia Kecelakaan dan Terbakar di Jeddah, 20 WNI Jadi Korban

Sementara Brigadir BSP adalah eks penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut.

Keduanya ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap kepala sekolah (kepsek) hingga Rp4,75 miliar.

Kortastipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo pun membeberkan modus yang dilakukan oleh kedua oknum polisi tersebut dalam melakukan pemerasan.

Dia mengatakan pemerasaan terjadi pada 2024 lalu soal adanya masalah sumber anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Disdik) Sumut.

Adapun tersangka yaitu Brigadir BSP dan timnya lantas meminta proyek pekerjaan DAK Fisik ke Disdik dan kepsek selaku penerima.

Baca juga: Terekam CCTV! Detik-Detik Kecelakaan yang Merenggut Nyawa Tenaga Medis di Kotamobagu

Lalu, kata Cahyono, Brigadir BSP membuat aduan masyarakat (dumas) fiktif demi bisa mengumpulkan kepsek SMKN di Sumut dan meminta uangnya sendiri.

"Saudara BSP membuat Dumas (fiktif) terkait dugaan tindak pidana korupsi dana BOSP (Bantuan Operasional Satuan Pendidikan) yang seolah-olah dari masyarakat (LSM APP)," ujar Cahyono pada Kamis (20/3/2025), dikutip dari Tribun Medan.

Cahyono mengatakan undangan untuk mengumpulkan para kepsek itu dibuat oleh sosok berinisial NVL yang diperintahkan oleh Brigadir BSP.

Saat para kepsek datang, ternyata mereka tidak diperiksa terkait BOSP seperti dumas yang disampaikan oleh Brigadir BST.

Ternyata, mereka diminta untuk mengalihkan pekerjaan DAK fisik 2024 ke Kompol Ramli.

Baca juga: 2 TNI Tembak Polisi di Lampung Diduga Masalah Setoran, Kapolsek Lusiyanto dan Peltu Lubis Berteman

Cahyono mengungkapkan kepsek yang menolak harus menyerahkan fee sebesar 20 persen anggaran.

"Adapun fee yang sudah diserahkan oleh 12 Kepsek kepada saudara BSP dan tim kurang lebih sebesar Rp 4,75 miliar," kata Cahyono.

Dari fee yang diterima dari 12 kepsek, Cahyono mengungkapkan Brigadir BSP menerima setidaknya sebesar Rp437 juta. 

Sementara, Kompol Ramli memperoleh Rp4,3 miliar.

"Total uang yang diserahkan kepada saudara B dan R sebanyak Rp 4.757.759.000 dari 12 orang Kepsek SMKN yang bersumber dari anggaran DAK Fisik 2024," ucap Cahyono.

Baca juga: Warga Desa Wunut, Klaten Viral Gara-gara Dapat THR Rp200 Ribu dari Pemerintah Desa

Dalam penetapan tersangka, Cahyono mengatakan penyidik menyita uang sebesar Rp400 juta dari koper yang berada di mobil Kompol Romli.

Penyitaan itu, sambungnya, dilakukan di sebuah bengkel.

Sudah Disidang Etik, Disanksi PTDH

Di sisi lain, Kompol Ramli dan Brigadir BSP telah menjalani sidang etik dan disanksi pemecatan atau Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH).

Hal ini disampaikan oleh Kabid Propam Polda Sumut, Kombes Bambang Tertianto.

Bambang mengatakan Kompol Ramli dan Brigadir BSP tidak mengajukan banding terkait sanksi PTDH yang dijatuhkan.

"Tidak mengajukan banding,"kata Kombes Bambang Tertianto, Kamis (20/3/2025).

Baca juga: Tersangka Kasus Kecurangan MinyaKita Bertambah jadi 11 Orang, Ditangkap di Beberapa Daerah

Bambang menerangkan, Kompol Ramli tidak mengajukan banding lantaran ia ditangkap berdekatan dengan masa pensiunnya sehingga, bandingnya tidak diproses.

"Karena batas pensiunnya dia kan beberapa hari setelah (diamankan) jadi tidak diproses bandingnya karena besoknya yang bersangkutan sudah terhitung batas waktu pensiun. Tidak pensiun," tuturnya.

Ajukan Praperdilan

Ramli Sembiring mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Medan.

Praperadilan itu terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka atas kasus dugaan tindak pidana pemerasan.

“Ya, sidangnya ditunda ke hari Senin (24/3),” ujar Hakim Phillip Mark Soentpiet di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (20/3/2025) dikutip dari Antara.

Dia mengatakan, sejatinya sidang praperadilan itu dijadwalkan pada Rabu (19/3).

Baca juga: Tolak UU TNI, Mahasiswa di Manado Demo di Kantor DPRD Sulut, Bakar Ban hingga Coret Tembok

 Namun, persidangan ditunda karena salah satu termohon belum menerima surat panggilan.

"Sidang ditunda, karena termohon II belum terima surat panggilan," jelas dia.

Secara terpisah, Ramli Sembiring melalui kuasa hukumnya Irwansyah Nasution mengatakan gugatan praperadilan itu didaftarkan pada Kamis (13/3), dengan nomor perkara: 17/Pid.Pra/2025/PN Mdn.

Dalam gugatan itu, pihaknya selaku pemohon menggugat Pemerintah RI Cq Kapolri Cq Bareskrim Polri Cq Direktorat Tipikor Cq Direktur Tipikor selaku termohon I. Lalu, Kapolda Sumut Cq Direskrimsus Polda Sumut seaku termohon II.

“Permohonan praperadilan kita, beberapa di antaranya meminta agar sprindik dan penetapan tersangka yang dilakukan pihak kepolisian tidak sah,” jelas Irwansyah. (*)


Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved