Korupsi Dirut Pertamina

Kasus Pertamax Oplosan Bikin Negara Rugi Rp 193,7 Triliun, Begini Modus Dirut Pertamina Patra Niaga

Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

|
Editor: Fadri Kidjab
Istimewa
RIVA OPLOS PERTALITE -- Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan saat melakukan peninjauan langsung ke beberapa pangkalan resmi LPG 3Kg dan toko kelontong yang ada di Kota Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (6/9/2024). Riva Siahaan bersama 6 orang lainnya ditetapkan menjadi tersangka korupsi oleh Kejagung dengan modus mengoplos Pertalite menjadi Pertamax sehingga merugikan negara Rp 193,7 Triliun. 

TRIBUNGORONTALO.COM – Direktur Utama (Dirut) Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.

Riva diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

Riva menjadi tersangka setelah Kejagung memeriksa sejumlah saksi, meminta keterangan dari ahli, dan bukti dokumen yang sudah disita.

Melansir dari Kompas.com, kasus ini terjadi di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Kasus ini bermula dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018 yang mewajibkan PT Pertamina memprioritaskan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. 

Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) swasta harus menawarkan minyak mereka terlebih dahulu ke Pertamina sebelum bisa mengekspor. 

Namun demikian, PT Kilang Pertamina Internasional diduga menghindari ketentuan itu. 

Produksi minyak dalam negeri tidak terserap maksimal, sementara Pertamina justru mengimpor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan kilang.

Oleh karenanya, Riva Siahaan ternyata 'menyulap' Pertalite menjadi Pertamax.

Strategi ini disebut sebagai blending. Riva Siahaan membeli BBM Ron 90 (Pertalite) lalu melakukan blending di storage/depo. 

Pertalite yang telah berubah jadi Pertamax itu kemudian dijual dengan harga Pertamax.

"Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).

“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” tambah Kejagung.

Akibat skema ini, negara mengalami kerugian keuangan yang diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun. Penyidik masih menghitung nilai pasti kerugian tersebut bersama para ahli.

Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved